Cara Pikir Sebagian Masyarakat Samarinda Masih Tradisional

Kamis 24-10-2019,18:26 WIB
Reporter : bayong
Editor : bayong

Perlu dialog antara Pemkot Samarinda dengan warga dalam menata kota. (Michael/DiswayKaltim).

Samarinda, DiswayKaltim.com - Tidak tertibnya warga ibu kota menjadi alasan Samarinda lambat ditata. Dialog terbuka antara pemkot dengan masyarakat dirasa perlu.

Sekkot Samarinda Sugeng Chairuddin mencontohkan beberapa diantaranya. Seperti penataan pedagang kaki lima (PKL).

Dia berharap PKL di depan kantor gubernur bisa direlokasi. Di Pelabuhan Samarinda.

Adanya PKL di Samarinda, menurut Sugeng merupakan pertanda ibu kota Kaltim terbuka untuk siapapun. Sayangnya tidak tertib.

Kemudian penataan citra niaga. Pemokot punya keinginan membuat kawasan itu menjadi city walk. Kota berjalan. Yakni pengunjung harus jalan kaki. Dimulai sepanjang Jalan Panglima Batur hingga Masjid Darussalam.

"Ini daya tarik luar biasa. Budayakan sehat," ujarnya.

Sayang cara pikir sebagian masyarakat Kota Tepian kurang mendukung.

Sebagai contoh kebiasaan membeli makanan siap saji dengan drive thru. ATM juga begitu. Kebiasaan ini yang menyebabkan banyak PKL berjejer di pinggir jalan.

"Beli buah tak turun dari kendaraan. Buka kaca mobil langsung transaksi. Akhirnya macet," ulasnya.

Belum lagi bagasi dijadikan warung. Mobil diparkir di pinggir jalan. Ketika macet, pemkot disalahkan.

Trotoar diubah jadi lapak jualan. Jalan yang dilebarkan serasa tak berpengaruh signifikan.

"Kalau ditertibkan Satpol PP, malah diprotes warga," sebut Sugeng.

Makanya perlu ada dialog. Sugeng menyebut Samarinda adalah kampung yang berubah menjadi kota.

Masyarakatnya masih fase transisi. Secara struktural sudah modern. Tapi cara berfikir sebagian masih tradisional.

"Cara menyelesaikan masalahnya beda dari yang lain," paparnya. (hdd/bou)

Tags :
Kategori :

Terkait