Titik Terang Jalan Direct Call

Rabu 23-10-2019,23:35 WIB
Reporter : Benny
Editor : Benny

Selain lebih cepat sampai ke negara tujuan ekspor, direct call melalui KKT diyakini lebih hemat biaya. (Foto: Humpro)  Pemprov Kumpulkan Komoditas, Pengusaha-KKT Perlu Sepakati Biaya Samarinda, DiswayKaltim.com – Ekspor dengan skema direct call (pelayaran langsung) dari pelabuhan Kaltim Kariangau Terminal (KKT) menemukan titik terang. Satu-persatu kendala dicarikan solusi. Pemprov Kaltim melalui Dinas Perdagangan, Perindustrian, Koperasi, dan Usaha Kecil Menengah (Disperindagkop dan UKM) Kaltim merangkum itu dalam Focus Group Discussion (FGD), Rabu (23/10/2019) di Hotel Grand Victoria. Sejumlah pihak terkait diundang hadir. Seperti Bea Cukai, pemerintah kabupaten/kota, Asosiasi Panel Kayu Indonesia (Apkindo), Komunitas Pengusaha Muslim Indonesia (KPMI), Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), dan perwakilan Usaha Kecil Menengah (UKM) se-Kaltim. Hadir juga PT Kaltim Kariangau Terminal (KKT) selaku operator pelabuhan peti kemas Balikpapan. Serta perwakilan Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian. Setidaknya ada beberapa kesepakatan dicapai. Mencoba kembali direct call pasca uji coba pengapalan perdana ke Shanghai 26 Maret 2018 lalu. Yang belakangan, kecukupan komoditas menjadi kendala. Pemenuhan volume komoditas ekspor ini semata karena tidak terkumpul dalam satu titik. Misalnya di pelabuhan KKT. Jika didata, ada puluhan produk layak ekspor dari Kaltim. Namun para eksportir masih “nyaman” dengan cara lama. Mengekspor komoditasnya lewat sejumlah pelabuhan; Surabaya, Jakarta, dan Makassar. Di antara yang masih menggunakan cara tersebut. Yakni, sejumlah pengusaha yang tergabung dalam Komunitas Pengusaha Muslim Indonesia (KPMI). Ketua KPMI Kaltim Abdullah Umar mengungkapkan, KPMI mengekspor arang kayu alaban dan damar batu atau getah pohon meranti. Komoditas terakhir, dikirim ke Bangladesh dan Pakistan. Sementara arang kayu dikirim ke Jeddah dan Dubai. “Saya ekspor lewat Surabaya, Jawa Timur. Minimal delapan kontainer per bulan. Khusus untuk damar batu. Kalau arang kayu, sanggupnya empat kontainer,” ungkap Abdullah kepada diswaykaltim.com, Rabu (23/10/2019). Ia menyebut, biaya pengiriman barang dari Surabaya ke Jeddah senilai USD 1.800 per kontainer. Sementara ke Bangladesh USD 1.200 per kontainer. Dari segi waktu, pengiriman memakan waktu dua pekan melalui transit di Singapura. Kemudian menuju negara tujuan ekspor. “Kalau dialihkan ke Kariangau, kami siap saja. Asal pemerintah mendukung. Harapannya pemerintah bisa fasilitasi kami,” kata Abdullah. Masalah terbesar yang dihadapi yakni komoditas yang belum sepenuhnya tersedia di Kaltim. Ia membutuhkan 160 ton damar batu per bulan. Selama ini, ia mengandalkan pengepul dari Banjarmasin. Padahal damar batu tersedia di Kaltim. “Banyak getah pohon meranti di sini. Kami selalu siap menerima siapa saja yang mau jual,” ucapnya. PEMENUHAN VOLUME KOMODITAS Direktur Operasional dan Teknik PT KKT Mohammad Sublyan menyambut baik upaya mengaktifkan direct call. Selaku operator pelabuhan, KKT siap dengan segala kebutuhan ekspor. Baik ketersediaan kontainer maupun kapal yang masuk ke pelabuhan. “Kapal ada. Loh, kapal kan banyak. Sebetulnya, bukan masalah kapal dan kontainernya. Tetapi komoditinya,” tegas Sublyan kepada diswaykaltim.com, Rabu (23/10/2019) sore. Tahun depan, KKT menargetkan direct call bisa berjalan. Syaratnya, komoditas ekspor tersedia. “Dari sisi pelayanan, kita sudah siap. Tinggal kita mengumpulkan komoditi aja. Supaya memenuhi kuota yang dipersyaratkan dari MLO,” katanya. Setelah komoditas tersedia, main line operator (MLO) akan didatangkan oleh KKT. Ia mengaku, demi mendorong percepatan direct call, KKT bekerjasama dengan Pelindo III. “Kita dapat insentif. Tarifnya. Kita minta MLO yang masih di Surabaya, diberi tarif kaget lah (kepada eksportir, Red.),” bebernya. Direct call di Kariangau, kata Sublyan, memiliki sejumlah kelebihan. Salah satunya, kapal tidak bersandar di Surabaya, Makassar, atau Jakarta. Komoditas langsung dikirim ke negara tujuan ekspor. Biayanya pun lebih murah. “Yang selama ini ada tambahan Rp 3 juta, Rp 5 juta, atau Rp 10 juta per kontainer, itu akan hilang,” sebutnya. Begitu pula waktu pengiriman barang. Biasanya, dari Balikpapan ke Shanghai memakan waktu satu bulan. Setelah diadakan direct call, waktu dapat dipangkas menjadi dua pekan. “Waktu tempuh di masing-masing negara tujuan, ada di data saya. Saya tidak hafal persis. Tapi yang pasti, kita bisa memangkas sampai setengahnya,”ujar Sublyan. PERLU DUKUNGAN PEMDA Kepala Bidang Perdagangan Disperindagkop dan UKM Kaltim Heni Purwaningsih mengatakan, kesepakatan dalam FGD memuat beberapa hal. Pertama, meminta komitmen dari asosiasi pengusaha, eksportir, dan pengelola PT Kaltim Kariangau Terminal (KKT). Komitmen ini diperlukan untuk mendukung percepatan pelaksanaan direct call. “Yang kedua, kami minta dukungan dari pemerintah daerah. Atau OPD terkait. Itu berhubungan dengan komoditi. Fokus untuk mengumpulkan komoditi unggulan di kabupaten/kota,” ujarnya. Ketiga, KKT diminta mengakomodasi permintaan eksportir. Terkait waktu dan biaya direct call. Supaya lebih murah dibanding lewat Surabaya, Makassar, dan Jakarta. Agar dapat menguntungkan pengusaha. “Direct call akan terwujud kalau biaya yang ditawarkan itu lebih efisien,” katanya. Namun Heni tidak mengungkapkan kesepakatan terkait biaya per kontainer barang yang diekspor. Katanya, itu dapat disepakati oleh eksportir, KKT, dan penyedia kapal. “Karena sifafnya business to business. Biayanya bisa per kontainer atau borongan. Tergantung kesepakatan para pihak,” jelasnya. Merujuk kendala dalam pelaksanaan direct call di Kariangau, dia tak berani menentukan waktu untuk melanjutkan pelayaran langsung di pelabuhan tersebut. Belajar dari direct call pada Maret dan April 2018 yang tak berlanjut. Jika dipaksakan tahun ini, kata dia, maka pelayaran langsung dapat dilaksanakan. Namun akan menghadapi masalah yang sama seperti tahun lalu. “Kita maunya yang berkesinambungan. Kita mendorong semua komoditas ekspor itu dikirim lewat KKT. Itu harus didukung dengan pemenuhan volume ekspor. Itu butuh waktu,” katanya. Tantangannya, komoditas ekspor yang belum terpusat di satu tempat. Fokus ini yang akan diusahakan Disperindagkop dan UKM Kaltim. Sejauh ini, terdapat rumput laut, arang kayu, damar batu, dan kayu. “Ke depan kita akan tindaklanjuti. Kita cari. Jemput bola. Kita ke kabupaten/kota atau OPD terkait,” jelasnya. (qn/eny) Berita Terkait: Pemprov Serahkan Keputusan Terkait Direct Call ke Disperindagkop Perlu Formula Tepat Jalankan Direct Call 10 Perusahaan Siap Ikut Direct Call

Tags :
Kategori :

Terkait