Ancaman Banjir Belum Hilang
Selasa 25-05-2021,09:00 WIB
Reporter : admin12_diskal
Editor : admin12_diskal
Banjir masih jadi ancaman serius. Saat intensitas hujan makin lebat, dan terjadi hampir setiap hari. Terlebih di daerah yang dekat dengan aliran sungai. Mitigasi banjir mutlak diperlukan.
Di Kutai Barat (Kubar), banjir kiriman dari hulu Sungai Mahakam dari Kabupaten Mahakam Ulu (Mahulu) menjadi ancaman serius. Ditambah hujan hampir setiap hari, membuat ketinggian banjir bertambah antara 20 sampai 50 sentimeter. Kondisi alam ini patut membuat warga lebih waspada, agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
Kepada media ini, Ramadan Nur, warga Melak mengatakan, beberapa waktu lalu kondisi banjir di Kampung Kelumpang, Kecamatan Mook Manaar Bulatn memang merendam perkampungan.
“Meski sekarang kondisi banjir pertanda air surut,” kata Madan, sapaan akrabnya meneruskan informasi dari rekannya di Kampung Kelumpang, kepada Disway Kaltim dan Nomorsatukaltim.com, Senin (24/5/2021).
Pantauan di lapangan, banjir pun telah surut setelah merendam Kecamatan Tering, dan sejumlah kampung di Kecamatan Long Iram, Barong Tongkok, Melak, Nyuatan, Damai, Muara Lawa, dan Muara Pahu. Namun, justru kondisi banjir masih memutuskan jalan akses di Kampung Muara Beloan, Kecamatan Muara Pahu.
“Jalan masih terputus ke Beloan. Ketinggian air merendam jalan sampai 1 meter,” kata Nurdiman, warga Beloan.
Pria berusia 32 tahun itu berujar, untuk ke ibu kota kabupaten, harus menggunakan perahu ketinting dilanjutkan jalan darat. Saat dikonfirmasi, pihak Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kubar masih belum mengambil sikap darurat terhadap ancaman banjir ini.
“Sedang disiapkan surat edaran untuk imbauan ke masyarakat terkait bencana banjir. Juga masih koordinasi dengan pihak kecamatan di wilayah rentan banjir, serta monitoring perkembangan cuaca dengan BMKG,” ujar Sekretaris BPBD Kubar, Albina.
Kepada masyarakat, dia berharap yang berada di bantaran Sungai Mahakam lebih waspada. Yang menjadi kekhawatiran warga, banjir kiriman dari Mahulu. Pasalnya, berdasarkan keterangan bahwa di Mahulu kondisi air mengalami penurunan dari sebelumnya.
Sejumlah kampung di Mahulu yakni Kecamatan Long Bagun, Laham, dan Long Hubung terancam akan direndam banjir dalam beberapa hari ke depan. Camat Long Bagun, Yason Liah mengimbau, seluruh warga yang berada di kampung dalam wilayah Kecamatan Long Bagun untuk waspada.
“Curah hujan masih cukup tinggi. Cuaca seharian ini mendung,” terangnya.
Ancaman bagi Mahulu, ungkap dia, kiriman banjir dari Sungai Boh mengalami peningkatan debit signifikan.
“Debit Sungai Boh selama ini biasanya sangat berpengaruh terhadap fluktuasi permukaan air Sungai Mahakam di Wilayah Kecamatan Long Bagun,” bebernya.
TELEN MASIH TERENDAM
Meski banjir yang terjadi di Kutai Timur (Kutim) sudah berangsur surut, namun tidak untuk di Kecamatan Telen. Genangan air pun masih tinggi. Dengan ketinggian air mencapai 2 hingga 4 meter. BPBD Kutim mengakui kondisi tersebut. Banjir parah ada di Desa Long Noran, Kernyanyan, Long Melah dan Marah Haloq.
Kabid Kesiapsiagaan Bencana BPBD Kutim, Awang Ari Jusnanta mengatakan, terdapat sejumlah rumah warga yang sudah terendam banjir hingga mencapai atap. Bahkan di Desa Long Noran kurang lebih 95 rumah terendam.
“Terus di Desa Kernyanyan itu hampir 100 persen terendam," ucap Nanta, sapaan akrabnya.
Selain kedalaman air yang bervariasi di tiap desa, lanjutnya, banjir yang disebabkan luapan sungai dan curah hujan tinggi membuat beberapa warga memilih bertahan di atap rumah. Meski begitu, warga lainnya mengungsi ke berbagai titik pengungsian. Seperti di kantor desa, balai pertemuan umum, rumah tetangga yang tidak terdampak.
“Termasuk pula yang mendirikan tenda di lapangan terbuka,” imbuhnya.
Kendati demikian, meski banjir yang melanda hingga delapan kecamatan dan berlangsung lebih sepekan. Tapi BPBD Kutim belum menetapkan bahwa musibah itu pada status siaga. Mengingat banjir yang terjadi karena siklus tujuh tahunan saja.
“Jadi memang karena debit air yang besar dan ditambah dengan air sungai yang pasang. Sehingga air lambat surut,” bebernya.
Sementara itu, Akademisi Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian (STIPER) Kutim, Imanudin menilai berbeda. Menurutnya jika tidak ada langkah serius dari pemerintah, banjir bisa saja terjadi saban tahun. Karena makin tahun kejadian banjir seperti ini siklusnya semakin pendek.
“Dulu puluhan tahun, sekarang tujuh tahun. Bukan tak mungkin nanti tiap tahun,” ucap Iman.
Dengan siklus yang semakin mendekat, tentu akan menjadi bencana rutin di Kutim. Jika tidak segera dicarikan solusi. Terutama mengenai bagaimana menanggulangi kerusakan lingkungan yang terjadi. Sebab dirinya masih yakin penyebabnya hilangnya fungsi hutan.
“Kemungkinan besar jadi rutin. Karena selama ini siklusnya semakin mendekat,” paparnya.
Bahkan, bisa saja dalam beberapa tahun ke depan bakal sering bencana alam terjadi di Kutim. Lantaran parahnya degradasi lingkungan yang ada. Bencana kekeringan hingga angin ribut juga berpotensi terjadi.
“Perubahan iklim semakin terasa dan dampaknya membuat bencana kerap datang,” tandasnya. (bct/luk/zul)
Tags :
Kategori :