Anggaran Pendidikan 20 Persen dari APBD Masih Kurang
Minggu 25-04-2021,13:25 WIB
Reporter : Benny
Editor : Benny
Samarinda, nomorsatukaltim.com - Struktur anggaran pendidikan 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dinilai masih kurang. Kesimpulan itu mencuat dalam agenda hearing antara Dinas Pendidikan dengan Pansus LKPj DPRD Samarinda Rabu (21/4/2021) lalu.
"Untuk urusan pendidikan, saya memahaminya, ternyata memang membutuhkan anggaran yang sangat besar. Lebih besar dari 20 persen dari total APBD," kata Wakil Ketua DPRD Samarinda, Subandi, kepada media ini Kamis (22/4).
Alokasi anggaran 20 persen dari APBD merupakan amanah Undang-Undang Dasar Republik Indonesia. Seturut dengan sistem anggaran nasional. Di mana 20 persen APBN dialokasikan untuk sektor pendidikan.
Di Samarinda, anggaran untuk pendidikan pada pendanaan 2020 sebesar sekitar Rp 600 miliar. Yakni 20 persen dari APBD kota yang sebesar Rp 3,024 triliun.
"Cuma ternyata, anggaran yang menurut kita sudah besar, yakni 20 persen dari APBD itu, berdasarkan fakta di lapangan itu masih sangat minim," tutur anggota fraksi Partai Keadilan Sejahtera di parlemen Kota Samarinda.
Menurut pengamatan Subandi, anggaran sebesar itu masih belum bisa memenuhi kebutuhan pembangunan infrastruktur hingga suprastruktur bidang pendidikan.
Ia bercerita telah banyak menemui bangunan-bangunan sekolah yang tidak memadai. Kurang representatif sebagai tempat belajar. Selain itu, ada beberapa pula bangunan sekolah yang belum memiliki pagar. Halaman yang belum tersemenisasi hingga toilet sekolah yang rusak tidak dapat digunakan akibat diterjang banjir.
Kebutuhan lainnya, yang belum ter-cover anggaran, yaitu rendahnya kemampuan untuk meningkatkan kesejahteraan guru, pendidik dan tenaga kependidikan (TPK) atau guru honorer.
Contohnya, dia bilang, di Samarinda saat ini terdapat sekitar 500 guru yang belum pernah mendapatkan sertifikasi. Dan banyak lagi problematika lainnya.
"Itu kasian juga mereka, tunjangan-tunjangan mereka tertunda semua. Karena tidak ada anggaran untuk sertifikasi," sebutnya iba.
Lantas, katanya, bagaimana pemerintah kota merealisasikan programnya. Yang menginginkan setiap RT di kota ini terdapat minimal satu Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Di tengah keterbatasan anggaran saat ini.
"Artinya kan kalau kita ada sekitat 2.000 RT, akan ada segitu juga PAUD yang dibutuhkan. Sekarang yang ada baru 400 PAUD," ungkapnya.
Subandi berpendapat, bahwa pemahaman awal dulu, ketika ditetapkan anggaran untuk pendidikan 20 persen itu sudah dianggap paling tinggi. Karena itu alokasi paling besar dari semua sektor. Ternyata faktanya menurutnya masih kurang.
"Atau mungkin karena APBD kita yang kecil. Karena, ini kita bicara kebutuhan yang besar, di mana Samarinda ini luas dan padat, terus APBD nya kecil. Artinya memang tidak seimbang," ia menyimpulkan. (das/eny)
66 Persen untuk Gaji dan Tunjangan
Sementara itu, ditemui di tempat terpisah, Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Dinas Pendidikan (Disdik) Samarinda, Barlin H Kesuma menjelaskan. Bahwa sebesar 66 persen dari alokasi 20 persen APBD itu selama ini digunakan bukan untuk belanja langsung. Seperti keperluan pembangunan, perawatan dan pengembangan sarana prasarana. Melainkan dialokasikan hanya untuk gaji dan tunjangan PTK.
Sementara sisa dari 66 persen, yang digunakan Disdik, untuk belanja langsung 19 persen. Dan 15 persen untuk belanja tidak langsung operasional Dinas Pendidikan.
"Jadi yang 66 persen ini sudah tidak bisa diapa-apakan lagi. Itu sudah habis untuk gaji dan tunjangan. Baru sisanya itu yang digunakan untuk operasional Dinas Pendidikan. Perbaikan dan pengembangan sekolah," ujar Barlin, ditemui Jumat (23/4).
"Tapi kalau mau dirinci, kecil sekali dana yang ada di dinas ini. Jadi dana itu tidak di kita. Anggaran kita itu dibagi-bagi," jelasnya lagi.
Di luar itu, kata Barlin, memang ada anggaran tambahan dana dari Bantuan Operasional Sekolah Nasional (Bosnas) sekitar Rp 87 miliar. Serta Bantuan Operasional Sekolah Daerah (Bosda) berkisar Rp 50 persen.
Namun dana yang langsung disalurkan ke masing-masing sekolah itu, sudah digunakan untuk operasional sekolah. Seperti pembayaran gaji guru dan pegawai honorer. Kemudian penyediaan bahan ajar hingga operasional lain, yakni air dan listrik.
Apalagi dengan kondisi banyaknya jumlah guru dan tenaga honorer di sekolah saat ini. Di mana menurut Barlin, 50 persen dan bosda digunakan untuk menggaji honorer.
"Sebenarnya kita juga terbuka dari pihak ketiga, makanya sekolah-sekolah kan biasanya dapat bantuan CSR, dari perusahaan sekitar. Tapi itu tidak seberapa. Tetap yang besarnya dari negara," pungkasnya.
Kendati begitu, dewan belum bisa memastikan akan menambah porsi anggaran pada penyusunan APBD Perubahan 2021 hingga APBD 2022. Namun Dinas Pendidikan, memendam harapan besar.
"Kami berharap, kalau bisa, ada kesepakatan untuk menganggarkan di anggaran perubahan nanti," cetus Barlin. (das/eny)
Tags :
Kategori :