Samarinda, Nomorsatukaltim.com - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalimantan Timur meminta klausul audit kinerja direksi dan pengawasan masuk dalam Raperda perubahan badan hukum Perusda Melati Bhakti Satya dan Bara Kaltim Sejahtera. Klausul lainnya soal pengelolaan laba perusahaan untuk gaji dan bantuan sosial. Tiga poin usulan itu menjadi sikap resmi DPRD dalam pembahasan draft Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan Badan Hukum Perusahaan Daerah.
Ketua Komisi II DPRD Kalimantan Timur, Bagus Susetyo mengatakan usulan tersebut disampaikan sesuai dengan fungsi pengawasan legislatif. “Bagaimanapun juga ada uang rakyat dalam operasional perusahaan melalui penyertaan modal,” kata Bagus Susetyo menyampaikan alasannya.
Politisi Gerindra itu mengatakan perubahan badan hukum tidak serta menghilangkan campur tangan pemerintah Kalimantan Timur dalam perusahaan daerah. Sebagai pemegang saham, pemerintah daerah tetap melakukan pengawasan terhadap kinerja perusahaan.
DPRD, kata Bagus, ingin memastikan kinerja Perusda menghasilkan keuntungan bagi masyarakat Kalimantan Timur. Pemprov Kaltim berencana mengubah badan hukum dua Perusda, yakni PT Melati Bhakti Satya (MBS) dan P[T Bara Kaltim Sejahtera (BKS) menjadi Perusahaan Perseroan Daerah (Perseroda).
Dengan perubahan itu, maka konsekuensinya tidak ada pengawasan dari DPRD. "Memang dalam PP (Peraturan Presiden) nomor 54 Tahun 2019, tak perlu melibatkan pengawasan dewan. Namun melalui Perda, bisa kita sesuaikan," terangnya.
Dewan ingin pemerintah sebagai pemegang saham, berkonsultasi dengan DPRD Kalimantan Timur sebelum mengambil keputusan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
"Pernah disampaikan pada perubahan Perseroan di Bank Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara (Kaltimtara) waktu itu, bahwa setiap ada klausul putusan strategis atau penambahan modal, pemerintah dan Perseroda diwajibkan melakukan konsultasi ke DPRD. Dan itu ada pasalnya," jelasnya. Klausul inilah yang kembali dituntut ada dalam perubahan status PT MBS dan PT BKS.
"kalau tidak ada yang melakukan fungsi pengawasan, berarti keputusan hanya dari pemerintah saja, sementara uang yang digunakan berasal dari rakyat yang harus dapat dipertanggung jawabkan," ucapnya.
Poin lain yang ingin diubah berkaitan dengan penggunaan hasil atau laba sebesar 45 persen untuk bidang sosial dan penambahan gaji.
Hal itu, menurut Bagus tak sesuai dengan UU Perseroan Terbatas. “Di UU sudah punya standar, berapa untuk gaji, biaya umum itu ada berapa, dan ditahan sebagai modal kerja ada berapa, kemudian yang dibagi sebagai dividen itu berapa. Kalau di akuntansi itu sudah ada," katanya.
Sehingga peraturan tersebut dianggap terlalu longgar dalam hal penggunaan hasil laba perusahaan. Alasannya, supaya manajemen, direksi dan pemegang saham menjalankan perusahaan untuk kepentingan masyarakat Kaltim. “Bukan untuk kepentingan kelompok atau individu direksi."
Komisi II juga meminta dilakukan audit investigasi laporan keuangan perusahaan kepada pejabat sebelumnya.
"Sehingga bisa diketahui berapa sisa modal kerja. Bagaimana prestasi dan performa Perseroda selama ini. Kita minta itu, supaya dapat mengukur kinerja direksi berikutnya," ucapnya.
Dengan adanya Audit, maka masyarakat bisa mengetahui perkembangan perusahaan daerah.
"Tiga point itulah yang kami minta untuk di telaah, direvisi dan dikoreksi. Sehingga modal yang disetor pemerintah, benar-benar dimanfaatkan. Serta kegunaannya untuk masyarakat Kaltim," tegasnya.
“Karena ini menyangkut aset negara.”