Labirin Antrean

Senin 07-10-2019,08:35 WIB
Reporter : Benny
Editor : Benny

MEMANG salah prediksi. Bayangannya tak seramai itu. Paling tidak tak sepanjang itu antreannya. Hari sebelumnya, Jumat (4/10/2019) informasinya hanya dua belokan baris antrean. Tidak sampai setengah jam sudah bisa masuk nonton animasi 3D Transformers di Universal Studios Singapore. Yang ramai diperbincangkan itu.

Tapi ini, diluar dugaan. Pertama saat kita antre, terlihat kurang lebih hanya ada 10 belokan antrean. Memang biasa. Antre panjang pun di Singapura enak saja. Tertib. Menghibur. Apalagi di arena hiburan Universal Studios. Suasana antrean. Melihat kumpulan orang dari berbagai negara. Berbagai bahasa, tentunya. Berbagai style dan busana. Dari perempuan berhijab hingga yang paling minim. Kurang bahan. Setelah sekitar lebih dari 30 menit. Urutan kita sudah di depan. Sudah terlihat pintu masuknya. Naik tangga sedikit. Seperti eskalator di pusat perbelanjaan. Memang dari samping pintu masuk gedung tampak mengular. Awalnya dikira antrean dua baris. Begitu mendekat ke tangga itu. Aksesnya ditutup. Diputar lagi. Ternyata nyambung ke antrean dari sebelah itu. Kita masih ada di bagian pertengahan. Waduh... Dihitung-hitung ada 13 belokan lagi di depan. Tiap belokan, jaraknya berbeda. Antara 5 meter hingga 10 meter jarak yang paling panjang. Total ada 23 belokan. "Ini namanya 'mati Belanda'," seloroh Pembina Disway Kaltim Zainal Muttaqin yang juga ikut antrean, Sabtu (5/10/2019). Ada dua pilihan. Mundur teratur atau lanjut. Karena ini momen langka. Jarang-jarang kita ke Negeri Singa Putih ini. Keputusannya lanjut. Rombongan mulai antre pukul 13.00. Satu jam berikutnya, kita sudah sampai di tangga menuju pintu masuk gedung wahana permainan atau pertunjukkan Transformers The Ride: The Ultimate 3D Battle. Akhirnya. Saya sempat selfie dengen background antrean. Suasana antrean. Ternyata itu bukanlah akhir. Saat masuk gedung, di dalam masih terlihat antrean. Panjang berbelok-belok. Rombongan Disway mulai gelisah. Di mana ujungnya. Bak masuk ke dalam labirin. Berputar-putar mencari ujung jalan keluar. Bedanya, dalam labirin masih bisa berlari-lari. Bergerak kesana kemari. Ini terjebak. Maju tak bisa, mundur bukan pilihan. Sayang, sudah satu jam antre tak dapat apa-apa. "Biasanya, kalau sudah dapat tempat mengambil kaca mata (tiga dimensi), berarti sudah dekat," kata Pak Zam, sapaan Zainal Muttaqin. Betul saja. Tak lama setelah itu, tampak tempat pengambilan kaca mata tersebut. Lega. Tinggal satu baris lagi masuk. Setelah masuk, semua lelah hilang. Serasa masuk dalam film Transformers. Saat pertempuran antara Autobot dan Decepticon. Permainan animasi ini, berjalan sekitar 5 menit saja. Padahal antrenya sekitar 1,5 jam. Tapi sebanding. Mengobati rasa penasaran. Keluar dari wahana itu, Rachman Ainul Muttaqin, Direktur Disway, mengajak masuk wahana Revenge of The Mummy. Gedungnya sama dengan suasana film yang dibintangi Brendan Fraser dan Tom Cruise itu. Dua patung Anubis raksasa mengapit pintu masuk gedung. "Rame ini. Lebih bagus dari Transformers," kata Rachman. Ia pun segera bertanya-tanya pada petugas jaga wahana. "Wiuh, cepat. 30 menit lagi main. Antrenya tak banyak," ajaknya lagi. Tiba-tiba Rachman berlari masuk wahana. Rombongan pun ikut berlari. Padahal, kaki rasanya sudah mulai berontak. Terutama di bagian tumit. Sebelumnya, Dirut Disway Chrisna Endrawijaya menghitung, sudah sekitar 8.200 langkah hingga sore itu. Beberapa blok gedung itu lengang. Wah, sepi nih. Tapi beberapa saat kemudian tampak antrean di depan. Terjebak labirin lagi. Lama lagi. Lebih dari 30 menit antrenya. Padahal, permainanya hanya sekitar 5 menit. Bahkan kurang dari itu. Itu cukup. Karena jika durasi permainan ditambah. Bisa saja ada yang siup. Muntah-muntah. Dalam suasana gelap, pengunjung dibuat histeris. Sumpah serapah dan nama-nama kebun binatang keluar. Yang muncul bukan rasa takut dikejar mummy. Seperti rumah hantu di tanah air pada umumnya. Tapi ini digoncang-goncang. Mundur dengan kecepatan tinggi. Kemudian turun seperti jatuh. Masih dalam keadaan mundur. Maju lagi. Turun lagi sambil berkelok-kelok dengan kecepatan 120 km per jam. Rasanya, cukup sekali itu saja. Labirin antrean ini memang harus dirasakan. Bagaimana kita tahu jika tidak pernah mencoba. "Itu harus Anda lalui. Karena di antara mereka yang antre itu, pembaca Anda (Disway)," kata Pak Zam. Di negara seribu aturan itu, budaya antre-nya sangat baik. Tertib. Tanpa ada gangguan. Semua jadi asyik-asyik saja. Kendati menunggu lama. Kasir toko penjual suvenir pun berani menegur. Tak mau melayani. Jika kita tak sabar menunggu giliran. Itu pelajaran pertama. Pelajaran kedua. Jalan kaki. Singapura surganya para pejalan kaki. Kawasan pedestrian menjadi prioritas khusus. Misalnya di kawasan pusat kota, Orchard. Sepanjang jalan dibuat nyaman bagi pejalan kaki. Hampir tak tampak kendaraan parkir di depan pertokoan. Pusat perbelanjaan. Rombongan Disway dalam sehari bisa 15.000 - 20.000 langkah dilalui. Kemudian, ditunjang transportasi massal yang baik. Kereta cepat, MRT. Tembus ke berbagai tempat. Petunjuk arah perjalanan sangat detail dan mudah dicerna para pelancong. Praktis perjalanan dilalui dengan MRT dan jalan kaki. MRT lagi. Jalan kaki lagi. Bagaimana dengan Anda? Sudah, berapa langkah hari ini? */Pemimpin Redaksi Disway Kaltim.
Tags :
Kategori :

Terkait