Harga Naik, Negara Pemesan Jelantah Bertambah

Selasa 19-01-2021,12:18 WIB
Reporter : Benny
Editor : Benny

Samarinda, nomorsatukaltim.com – Prospek ekspor jelantah semakin menjanjikan. Negara tujuan pun semakin meluas. Begitu juga harganya yang merangkak naik. Dari semula USD 700 per ton kini sudah USD 850 per ton.

PT Garuda Sinar Perkasa (GSP) dalam satu bulan mampu mengekspor 15 sampai 20 kontainer minyak goreng bekas. Berisi 300 hingga 400 ton dalam sekali pengiriman. Direktur PT GSP Puput Deni Iswara mengatakan, sebelum diekspor used cooking oil (UCO) harus melewati quality control. Yang dimulai saat mengumpulkan jelantah. Baik dari rumah tangga maupun restoran. Sebab, negara-negara pemesan mematok standar minyak yang mereka terima. Kini tidak hanya Belanda yang mengimpor jelantah dari Kaltim.  Permintaan mulai datang dari Portugal dan Malaysia. "Sekarang yang lagi jor-joran memesan itu Malaysia," sebut Puput, Minggu (17/1) di kantornya Jalan Cipto Mangunkusumo, Samarinda Seberang. Peluang ini terus dikembangkan GSP. Limbah minyak goreng dibeli seharga Rp 4 ribu hingga Rp 7 ribu. Puput melanjutkan, dalam sehari GSP bisa mengumpulkan 500 hingga 1.500 liter jelantah. Area pengumpulan pun semakin meluas. Yang awalnya hanya di Samarinda, Balikpapan, dan Tenggarong. Kini mencakup Kalimantan, Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah. Lalu merambah Sulawesi, Maluku, Halmahera, Bali, NTT, NTB, dan Papua, dan Ambon juga memasok ke mereka. Luasnya area pengepulan ini dibantu kantor cabang PT Green Energi Utama yang berada di Malang. "Sudah luas banget (pengambilan jelantah) kita," katanya. GSP memulai bisnis ini sejak 2015 lalu. Mengumpulkan limbah minyak goreng bekas dari sisa rumah tangga. "Dulu, kuantitasnya sedikit. Segerobak bisa ada 6 jeriken plastik kapasitas 20 liter saja terus kita jual. Hanya sebatas itu," terangnya. Dengan kualitas UCO yang dimiliki, Puput menceritakan ketertarikan negara luar mulai timbul. Negara pertama yang mulai menaruh minat ialah Belanda. Sekadar informasi, di negeri kincir angin tersebut, UCO diolah kembali menjadi produk yang bermanfaat. Salah satunya, sebagai bahan baku biodiesel untuk pengoperasian kincir angin. "Di sana (Belanda) itu ketat banget rules-nya. Minyak yang kita kirim enggak boleh ada campuran apapun, pure minyak goreng bekas. Jadi ada penyaringan juga. Biar kualitas produk juga ada," jelas Puput. Kini biodiesel sangat banyak dikembangkan di berbagai negara. Khususnya negara maju. Alasannya, tak lain sebagai salah satu alternatif sumber energi terbarukan. Namun sayang, menurut Puput, potensi limbah minyak goreng sebagai biodiesel ini belum masif dikembangkan di Indonesia. Karena memang belum ada kebijakan yang mendukung tentang aturan Energi Baru Terbarukan (EBT) berbasis limbah minyak goreng. Melainkan hanya dari bahan nabati, terutama crude palm oil (CPO).

Langkanya Kontainer dan Mahalnya Rate Ocean Freight Jadi Kendala

 Ekspor jelantah sempat menemui adangan ketika awal pandemi COVID-19. Permintaan pun sempat turun. Namun kini kembali pulih usai penerapan normal baru. Kini, persoalan lain yang timbul adalah kontainer ekspor yang langka karena high season. Lalu, mahalnya Rate Ocean Freight—tarif angkutan laut. "Kendala begitu pasti kita temui, cuma pengiriman tetap kita lakukan. Minimal 10 kontainer. Maksimalnya 20 sampai 25 kontainer," ujarnya. Puput berharap, ke depan GSP bisa meningkatkan kuantitas produksi dan melebarkan sayap ke lebih banyak negara tujuan ekspor. Pihaknya juga berharap dapat menjalin kerja sama dengan seluruh stakeholder terkait. Baik pemerintah, masyarakat, dan komunitas lainnya. Kepala Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Kalimantan Timur (Disperindagkop UKM Kaltim) HM Yadi Robyan Noor memberikan tanggapan. Ia menyatakan dukungan penuh dari Pemprov Kaltim juga diberikan. Roby melihat, prospek dari bisnis ini sangat bagus. Mulai dari harga. Dan permintaan juga meningkat. "Dari sekitar USD 700, sekarang sudah USD 850 per ton, bagus kan," ucapnya. Beberapa insentif, kata dia, akan diperjuangkan. Asal dengan catatan, pelaku usaha harus semangat. Dengan kualitas yang juga harus dijaga.  Kemudian, akses untuk mengekspor minyak jelantah ke luar juga akan dibantu Disperindagkop Kaltim. "Komunikasi ke Kemendagri (Kementerian Perdagangan Republik Indonesia) mengenai kendala dan untuk mempermudah, akan kita lakukan tentunya," pungkasnya. (nad/eny)
Tags :
Kategori :

Terkait