Mbah Geng, Pelukis yang Sempat Bangkrut Kini Banjir Orderan

Jumat 15-01-2021,07:02 WIB
Reporter : bayong
Editor : bayong

Samarinda, nomorsatukaltim.com – Sugeng Harianto namanya. Orang-orang lebih familiar memanggilnya Mbah Geng. Salah satu pelukis yang malang melintang di dunia kesenian. Di Kota Tepian. Siapa ia?

Seorang pria tua, berjanggut dan berkacamata, duduk di pojok bangku. Di salah warung di Polder Air Hitam, Samarinda. Ia sedang beristirahat. Setelah dapat menggambar dinding gedung fitness center. Sebagai penanda tempat olahraga binaraga. Kesempatan yang menarik, mumpung sedang lengang. Waktunya ia menceritakan awal mula mural tembok kota Samarinda.

Itulah Sugeng. Pria yang memiliki bakat melukis dari sang paman. Sewaktu masih duduk dibangku sekolah dasar. Ia kerap dimintai tolong untuk membantu membuat karya seni rupa terapan. Jenis dongeng bergambar. Pada kertas buku biasa, yang nantinya menjadi semacam komik. Cenderung bercerita tentang sejarah masa kerajaan.

Ia pun mulai menggunakan pensil dan menggambar wajah salah satu tokoh arahan sang paman. Tentunya masih perlu banyak perbaikan. Maklum, Sugeng yang saat itu masih muda sedang dalam tahap belajar. Selain juga memang senang menggambar.

“Pertama kali yang saya gambar adalah tokoh-tokokh kerajaan ya, kalau nda salah itu Pangeran Diponegoro juga Patih Gajah Mada,” kenangnya.

Rutinitas itu berjalan terus menerus dan cukup lama. Sejak kelas 5 SD hingga tamat SMA. Sepulang sekolah, jika tak ada tugas, ia langsung ke rumah pamannya. Untuk bantu menggambar, lalu jadi komik. Sambil belajar dapat uang jajan.

“Alhamdulillah, zaman itu saya sudah mendapatkan uang jajan dari bantu paman menggambar,” terang Sugeng.

Tamat sekolah lanjut kuliah. Di salah satu perguruan tinggi kejuruan ilmu pendidikan seni rupa. Disiplin ilmu yang jelas tidak jauh-jauh dari bakat yang ditanamkan oleh sang paman. Namun dalam perjalanannya, kuliah tak seperti ia harapkan.  Sugeng sadar. Kuliah tidak akan menjadikannya seniman. Melainkan hanya guru pengajar. “

Maka saya putuskan untuk keluar, dan tidak melanjutkan kuliah,” ungkap pria berjanggut ini. U

sianya saat itu 21 tahun. Tak kuliah, ia hijrah. Ke Kota Tepian. Mengikuti temannya yang sudah terlebih dulu merantau ke Kalimantan. Waktu terus berlalu. Sampai di Samarinda, ia tidak memulai dengan melukis, melainkan ikut kerja di sebuah bengkel kendaraan.

Lambat laun ia mulai terbiasa mencari uang. Bahkan pernah menjadi kontraktor jasa pemasangan papan reklame. Sayang itu tidak terlalu lama dinikmati. Persaingan usaha dari para kompetitor membuatnya jatuh.

“Alhamdulillah soal papan reklame itu lumayan pada mulanya. Pokoknya cukuplah, kalau pendapatan besar betul sih ndak. Wong sempat punya anggota 7 orang kan lumayan ya. Lalu ada sebuah kejadian yang mengakibatkan usaha saya habis, habis-habisan,” kenangnya sambil tertawa.

Sugeng bangkrut. Tabungan dan aset yang dimiliki ludes. Sampai rumah tempat tinggalnya turut tergadai. Selama setahun ia hidup tidak pasti. Tidak ada rutinitas, tidak ada pekerjaan. Titik. Ia harus mulai lagi dari nol.

Ia kembali mengenang masa-masa sulitnya. Sebuah cerita yang tak akan lekang oleh zaman. Baginya, melukis adalah keistimewaan. Sempat ia tinggalkan akhirnya ia sadar.

Bakat dan pemberian Tuhan itu yang menjadikannya dapat bertahan hingga sekarang. Sampai suatu ketika Sugeng membaca tulisan di salah satu surat kabar bertuliskan, “Pecinta seni rupa ayo kita kumpul."

“Lebih setahun saya seperti orang kehilangan arah tujuan, dan tiba-tiba pada suatu ketika saya menyadari ada sebuah tulisan di surat kabar yang mengajak para seniman lukis untuk berkumpul. Saya baca itu, saya catat tempat dan tanggalnya dan saya hadir dalam pertemuan itu,” ia menambahkan.

Dari sana ia menyadari bahwa arah hidupnya memang ada pada karya seni lukis. Hari demi hari, ia mengasah keahliannya kembali. Bertepatan dengan momen pembangunan tempat wisata Mahakam Lampion Garden (MLG), sekitar 2017 lalu.

Di sana ia bersama teman-teman seniman mulai membuat mural dengan upah yang terbilang sangat murah.

“Bersama sembilan teman saya mural di situ, dengan bayaran se ikhlasnya. Ada yang bayar saya 2000 perak loh,” selorohnya.

Hingga pada pertengahan proyek Mahakam Lampion Garden, Sugeng mendapat job membuat mural ke  Bali. Melukis wajah satu keluarga dalam dinding berukuran 1,5 x 8 meter. Dengan delapan wajah harus ia tuangkan pada media dinding yang telah disiapkan oleh pemesan. Maharnya? Cukup membuatnya kaget dan senang.

“Alhamdulillah. Lukisan saya selesaikan selama tujuh bulan dan bisa bawa pulang uang Rp 90 juta. Itu terjadi pada tahun 2018,” urai anak pertama dari enam bersaudara ini.

Sejak itu, ia kemudian kembali ke  Samarinda dengan seperangkat pengakuan.

Kini, Mbah Geng sudah harus mengatur waktu saat menerima permintaan mural. Saking antrenya pesanan, ia pun sudah berani memberikan tarif dalam satu bingkai lukisannya. Tergantung jenis dan kualitas media yang diminta.

Termasuk jenis mural dinding tembok.  Meski usianya menginjak mepala lima, Sugeng masih memiliki cita-cita. Yaitu melukis wajah Wali Kota Samarinda. Dari periode pertama sampai saat ini. Yang kemudian dapat diletakkan di museum Kota.

“Saya berharap bisa melukis wajah Walikota pertama Samarinda sampai kini, dan bisa diletakkan dimuseum Kota, atau dimana saja yang penting di tempat umum. Sebagai kenang - kenangan,” harap bapak dua  anak ini.

Ia juga berharap. seni lukis di Samarinda mendapat tempat yang baik dalam perjalanannya. Apalagi bagi generasi muda saat ini, yang sangat perlu dikembangkan bakat dan kualitas yang dimilikinya. Sebagai ungkapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa.

“Mari, bersama-sama belajar melukis, seni melukis itu mbois (keren-red). Dan kita diskusi apa saja tentang kesenian,” pintanya.

“Kami sekarang punya komunitas, namanya Rumah Kayu, Kumpul dirumah kayu bertujuan untuk mengangkat mereka yang junior, yang memang niat mendedikasikan dirinya di dunia seni lukis,” jelasnya..

Sebagai penutup, tak lupa Sugeng menyampaikann motivasinya buat seniman muda Kota Tepian, untuk tidak patah arang dan terus belajar bersama. dari situ segala potensi dan inovasi dapat digali, apalgi jika orentasi pada materi.

“Simpel saja, gambar itu di pakai untuk nyari rupiah juga sangat bisa,” Tuturnya.

Saat ini, Sugeng sedang menyiapkan diri dan lukisannya untuk mengikuti pameran seni lukis, yang diselenggarakan di Jogja, Jawa Tengah. Momen yang sangat ditunggu bagi setiap seniman lukis. Ia berharap akan mendapatkan hasil yang bagus dari pameran itu.

“Mohon doanya mas, ini lagi mempersiapkan acara pameran di Jogja," tutup pria kelahiran  Malang, Jawa Timur, 31 Desember 1964  ini. (frd/boy)

Tags :
Kategori :

Terkait