Surat Jalan Kelola Hutan

Minggu 10-01-2021,06:00 WIB
Reporter : admin12_diskal
Editor : admin12_diskal

“Pangan dari hutan sangat beragam, perlu diidentifikasi sebagai sumbangan kepada kesejahteraan masyarakat lokal,” jelas Budiadi yang juga Dekan Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada (UGM).

Dia menuturkan, kunci pengembangan produk-produk pangan pada lahan perhutanan sosial adalah dengan peningkatan kualitas pengelolaan, proses, dan pemasaran.

“Produktivitas pangan dari hutan per satuan luas dan waktu mungkin kecil, namun dengan luasnya hutan kita, nilai total jadi sangat besar.”

Dengan demikian, perlu fokus pengembangan keilmuan budidaya produktif dan demplot beragam. Sementara Ketua Yayasan Kehutanan Masyarakat Indonesia, Christine Wulandari memaparkan, masyarakat yang menerima hak pengelolaan perhutanan sosial harus menentukan kebijakan pangannya sendiri. Utamanya, dengan memprioritaskan pangan lokal sekaligus menghindari praktik perdagangan pangan secara damping.

“Harus disesuaikan dengan kondisi ekologis, sosial, ekonomi, dan budaya lokal mereka. Diharapkan, tidak ada campur tangan pihak lain,” kata Christine.  

Dia juga menjelaskan prinsip pengelolaan perhutanan sosial, yaitu kelola ekologi, sosial, dan ekonomi. Atas kesadaran itu, Christine merekomendasikan pemerintah mempermudah perizinan hasil hutan bukan kayu [HHBK].

HHBK adalah komoditas yang didapatkan dari hutan tanpa harus menebang pohon. Misalnya, bahan dari rempah-rempah, biji-bijian, minyak, jamur, kayu bakar, pakan hewan, madu, tumbuhan paku, kayu manis, lumut, karet, hingga getah.

“Jadikan HHBK sebagai salah satu modal pembangunan nasional dan provinsi.”

Caranya, dengan melakukan pemetaan potensi, peningkatan budidaya tanaman bibit unggul, lalu pengoptimalan lahan sekaligus mendorong keterlibatan para pihak di hulu maupun hilir.

“Harus ada jaminan bahan baku secara kualitas, kuantitas, dan kontinyuitas.”

Atau, bisa juga pengembangan jasa lingkungan dan HHBK, dengan cara memberdayakan masyarakat melalui studi banding, peningkatan kapasitas sumber daya manusia, dan pengelolaan wisata.

“Dimulai penguatan lembaga masyarakat, keterampilan, hingga pemasaran.”

Paling penting, terang Christine, pendampingan yang tepat dan berkualitas. Gubernur Kalimantan Timur, Isran Noor menyatakan penyerahan SK hutan sosial dan hutan adat dapat memperbaiki perekonomian dari hasil hutan. (krv/yos)

Tags :
Kategori :

Terkait