Perlu diingat, kata dia, keamanan digital itu bertujuan untuk melindungi identitas digital pengguna. “Kalau keamanan digital rendah, maka yang menjadi taruhannya adalah identitas digital si pengguna,” ujar dia.
Tata Kelola TI Adalah Kunci
Sementara, Pakar Hukum Telematika Universitas Indonesia, Edmon Makarim menjelaskan tata kelola teknologi informasi harus menjadi prioritas utama dalam upaya meningkatkan ekosistem keamanan siber.
Cakupan keamanan siber tidak semata-mata pada pengamanan data, tapi “Bagaimana tata kelola jaringan oleh komunitas (pengguna internet) dijalankan. Otomatis di dalamnya mencakup aplikasi, jaringan, operasional, enkripsi, akses kontrol, edukasi, dan lain-lain,” tutur Edmon.
Oleh karenanya, kata Edmon, seringkali dalam forum-forum tata kelola internet, topik yang dibicarakan mengenai kepercayaan dan transparansi—bagaimana kode sumber (source code) sebuah aplikasi harus diperjelas.
“Di undang-undang kita sudah menyatakan seperti itu di PP Nomor 71 Tahun 2019,” ujar Edmon.
Dalam kesempatan itu, Edmon juga menjelaskan, secara mendasar bahwa berkomunikasi di ruang siber banyak menggunakan sumber daya, seperti sinyal, frekuensi, teknologi enkripsi, perangkat lunak dan keras, dan lain-lain.
“Semua sumber daya ini dijalankan berdasarkan penatagunaan spektrum frekuensi, IP address dan nama domain,” ujarnya.
Ada pun pengalokasian IP address dan nama domain tidaklah dikuasi oleh negara, tetapi ditentukan oleh lembaga komunitas internasional bernama Internet Corporation for Assigned Names and Numbers (ICANN).
“Jadi, negara tidak ikut campur tangan dalam pengaturan IP address dan nama domain,” katanya.
Di Indonesia, pengaturan IP address dilakukan oleh Indonesia Network Information Center—Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (IDNIC-APJII), sedangkan pengaturan nama domain dilakukan oleh Pengelola Nama Domain Internet Indonesia (PANDI).
Menciptakan Budaya
Menciptakan tata kelola TI dengan baik, juga perlu dibarengi membudayakan perilaku di ruang siber. Ruang siber juga tak ada bedanya dengan ruang publik di dunia nyata.
Jenis-jenis perilaku yang terjadi di dunia nyata, juga memiliki keserupaan di dunia maya. Kejahatan, caci maki, pornografi, diskusi-diskusi politik dan ekonomi hingga isu-isu remeh di dunia nyata, dapat kita jumpai pula di internet. Hanya bedanya, kita berada dalam sebuah ruang atau platform daring tertentu.
Dengan kata lain, perlu etika dalam berselancar di ruang siber. Direktur Proteksi Ekonomi Digital BSSN, Anton Setiyawan, mengatakan, menciptakan budaya berinternet itu sangatlah penting. “Kalau kita menggunakan internet tanpa budaya, kita akan hancur,” ujar dia.
Anton mengatakan seringkali masyarakat ketika berselancar di dunia maya menjadi seenaknya saja karena faktor anonimitas. Padahal, seharusnya tidak begitu.