3 Tantangan Kaltim Pulihkan Ekonomi

Minggu 06-12-2020,10:50 WIB
Reporter : Benny
Editor : Benny

Kaltim menghadapi 3 tantangan jika ingin melanjutkan momentum perbaikan ekonomi.

Balikpapan, nomorsatukaltim.com - Pengujung 2020 tinggal menghitung hari. Pada triwulan IV-2020, ekonomi Provinsi Kalimantan Timur diperkirakan melanjutkan momentum perbaikan. Hal itu seiring membaiknya kinerja lapangan usaha utama. Yang didorong meningkatnya permintaan global. Serta meningkatnya aktivitas masyarakat di akhir tahun. Selain perbaikan di usaha skala besar, perbaikan juga terjadi di sektor usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Berdasarkan survei Kantor Perwakilan Bank Indonesia Kaltim. Sejak pandemi merebak hingga November lalu, tekanan akibat COVID-19 terhadap UMKM terus berkurang dan kondisi UMKM terus membaik. Kepala Perwakilan Bank Indonesia Kaltim Tutuk SH Cahyono menjelaskan, bahwa perbaikan ekonomi memasuki triwulan IV belum bisa dikatakan sepenuhnya pulih. Perkembangan COVID-19 masih relatif tinggi dan mobilitas masyarakat masih terbatas. Apalagi ekspor pertambangan sebagai penghela utama ekonomi Kaltim masih menghadapi tantangan. Yakni terbatasnya permintaan dan harga global. "Secara keseluruhan tahun 2020, ekonomi Kaltim diprakirakan mengalami kontraksi namun tidak sedalam prakiraan sebelumnya," kata Tutuk Cahyono dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia Kaltim 2020, Kamis (3/12). Membaiknya ekonomi Kaltim, kata dia, seiring kuatnya peran pemerintah dan stakeholders terkait untuk menanggulangi COVID-19. Serta mampu lebih mendorong percepatan ekonomi di sektor-sektor prioritas dan UMKM. Alhasil, semua pelaku ekonomi bisa lebih produktif namun tetap aman. Tutuk menyebut ada beberapa tantangan dalam pemulihan ekonomi Kaltim. Pertama, rata-rata pertumbuhan ekonomi Kaltim relatif rendah dibandingkan dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi di Kalimantan maupun nasional dalam 10 tahun terakhir. Rendahnya rata-rata pertumbuhan ini seiring masih dominannya sektor ekstraktif batu bara. Hal ini semakin menantang. Mengingat semakin terbatasnya tren kenaikan harga dan permintaan batu bara global. Karena beberapa negara tujuan ekspor mulai beralih ke sumber energi baru terbarukan (EBT).   Kedua, Kaltim masih bergantung pada komoditas pangan strategis dari daerah lain. Sehingga dapat menyebabkan harga bahan pangan bergejolak akibat kurang lancarnya pasokan atau distribusi atau tidak efisiennya mekanisme pasar. Tutuk menjelaskan, bahwa sejak akhir 2019, inflasi bahan makanan di Kaltim sering bergejolak dan membuat inflasi pangan relatif tinggi. Untungnya, kata dia, selama ini inflasi transportasi khususnya tiket pesawat banyak mengalami deflasi dan membuat inflasi Kaltim relatif rendah. "Sehingga perlu melakukan antisipasi terhadap tekanan inflasi dari bahan pangan strategis ketika aktivitas masyarakat dan inflasi dari transportasi kembali normal," sebutnya, dalam pertemuan tahunan yang juga diikuti Gubernur Kaltim Isran Noor. Tantangan ketiga adalah lesunya kinerja pembiayaan UMKM oleh perbankan. Yang merupakan tulang punggung penyerapan tenaga kerja dan peningkatan kesejahteran masyarakat. Yang diiringi tingkat NPL (Non Performing Loan) atau kredit macet yang relatif tinggi. Kondisi ini tidak lepas dari dampak COVID-19. Serta besarnya pengaruh sektor pertambangan yang melemah terhadap sektor lain yang turut melemahkan UMKM Kaltim. Meski terdapat beberapa tantangan, Tutuk merasa optimis hal tersebut mampu diatasi. Mengingat potensi ekonomi Kaltim sangat besar. Dia meyakini terdapat solusi untuk melakukan percepatan pemulihan dan transformasi ekonomi dengan baik. Melalui strategi kebijakan yang baik dan sinergi yang kuat antar pemangku kepentingan. Mengenai tingginya ketergantungan ekonomi Kaltim terhadap ekspor batu bara. Salah satu solusi yang ada yaitu penguatan kebijakan percepatan hilirisasi yang bermuatan teknologi dan lebih bernilai tambah. Tak kalah penting memiliki dampak ekonomi dan penciptaan kesempatan kerja yang luas. “Denyut hilirisasi di Kaltim kini sudah mulai terasa seiring dengan mulai terealisasinya berbagai proyek hilirisasi, seperti penambahan kapasitas industri pengolahan CPO menjadi biodiesel serta adanya proyek pengolahan coal to methanol”, ujarnya. Selain itu, adanya proyek coal to methanol yang memanfaatkan cadangan batu bara Kaltim yang besar. Seyogianya menimbulkan efek domino positif ke depan. Dengan meningkatnya investasi berkualitas untuk membangun hilirisasi lebih jauh di Kaltim. "Dari coal to methanol, bisa berkembang munculnya industri methanol to olefin dan industri turunan lain. Sehingga diperlukan penciptaan iklim yang kondusif bagi masuknya investasi yang membangun industri hilir di Kaltim," imbuh Tutuk. (fey/eny)
Tags :
Kategori :

Terkait