Menilik Mulok di Tahun 2020

Kamis 26-11-2020,14:20 WIB
Reporter : Disway Kaltim Group
Editor : Disway Kaltim Group

Mata pelajaran muatan lokal (mulok) ini dianggap penting, tidak juga. Tapi tidak dianggap penting, sebenarnya sangat penting sekali. Mulok memang tak banyak memiliki relevansi dengan kompetensi siswa saat kelak terjun di dunia kerja. Tapi sehebat apa pun seseorang, jika ia buta terhadap potensi daerah, budaya, dan bahasa lokal. Tentu kehebatannya tak genap. Hambar.

Rafi’I (Kukar), Hafidz (Kutim), Robbi (PPU), Ichwal (Bontang)

DARI sisi muatan lokal, Kabupaten Kutai Kartanegara sangatlah kaya. Bahasanya masih eksis sampai sekarang. Di mana warga setempat sangat bangga bertutur dengan bahasa Kutai, atau minimal menggunakan logat Kutai. Budayanya, tak diragukan lagi. Festival Erau adalah bukti sahihnya.

Di masa jaya Erau, belasan negara dari belahan Eropa, Amerika Latin, dan sesame negeri Asia berbondong adu heboh di pagelaran tersebut. Saking akbar dan sakralnya Erau tersebut.

Karena itulah sejak tahun lalu, Kukar secara serius menggarap muatan lokal di dunia pendidikan. Mereka berupaya agar kekayaan daerah yang tak berwujud itu melekat ke anak-anak usia sekolah. Diwujudkan dalam bentuk Peraturan Bupati (Perbup) 69 tahun 2019. Terkait kurikulum mulok di tingkat pendidikan anak usia dini (PAUD) dan sekolah dasar (SD).

Di dalam kurikulum itu terdapat 4 poin penting. Pertama, soal bagaimana pemerintah daerah melestarikan, mengembangkan, dan mengamankan budaya daerah. Kedua soal lingkungan dan alam daerah. Ketiga, peningkatan kemampuan dan keterampilan siswa di bidang tertentu yang sesuai dengan kondisi perekonomian daerah. Dan terakhir peningkatan kemampuan dan penguasaan bahasa asing.

Dari 4 poin itu, poin ketiga dan keempat yang paling mereka tonjolkan.

"Cita-cita Kukar ini harus punya mulok bahasa Inggris karena arahnya ke pariwisata," ujar Kepala Bidang Sekolah Dasar Disdikbud Kukar, Tulus Sutopo pada Nomor Satu Kaltim.

Dengan kemampuan bahasa asing, ke depan diharapkan para siswa tersebut bisa menjadi tuan rumah yang baik bagi wisatawan asing. Juga bisa melakukan promosi wisata ke mancanegara. Pariwisata pelan-pelan akan dikuatkan di Kukar. Seiring kemauan untuk perlahan lepas dari ketergantungan dengan migas dan batu bara.

Jadi kemampuan berbahasa Inggris itu akan didukung dengan pengetahuan soal kebudayaan lokal. Biar makin klop.

Terpisah, Pemerhati Budaya Kutai Awang Rifani menjelaskan. Jika budaya lokal merupakan identitas atau jati diri. Jika tidak ditanamkan kepada anak-anak sejak dini, maka dikhawatirkan Kukar di masa mendatang akan kehilangan identitasnya.

"Nantinya mereka akan mencari jati diri dari kebudayaan luar atau asing," jelas Awang.

Di situlah menurut Awang, penting sekali pelajaran muatan lokal di bangku sekolah. Sehingga anak-anak mampu mengenalkan budayanya ke daerah lain. Di tengah gempuran budaya asing yang dikhawatirkan mengikis budaya asli atau lokal.

"Dan ini menjadi salah satu juga tanggung jawab pemerintah daerah juga," pungkas Awang.

*

TERHAMBAT KETERSEDIAAN GURU

Di Kutim, semangatnya berbeda sekali dengan Kukar. Mulok tak berjalan semestinya. Alasannya, kekurangan tenaga pengajar dengan latar belakang pendidikan seni dan budaya.

Tags :
Kategori :

Terkait