‘Pinjam’ Nama Kontraktor Jadi Modus Dalam Kasus Suap Bupati Kutim
Selasa 24-11-2020,09:30 WIB
Reporter : admin12_diskal
Editor : admin12_diskal
SAMARINDA, nomorsatukaltim.com - Usai persidangan dengan terdakwa pemberi suap, sidang dengan kasus yang sama kembali bergulir sore harinya (23/11/2020). Kali ini, menghadirkan lima terdakwa penerima suap. Mereka adalah Bupati Kutim nonaktif Ismunandar, Mantan Ketua DPRD Kutim Encek UR Firgasih, Kepala Bapenda Musyaffa, Kepala BPKAD Suriansyah, dan Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Aswandini.
Mereka didakwa lantaran menerima suap berupa uang maupun barang dari para rekanan swasta, dengan nilai keseluruhannya berjumlah Rp 22 miliar. Timbal balik dari sogokan yang diterima, mereka menghadiahi para rekanan swasta berupa paket pekerjaan proyek infrastruktur.
Kelima pejabat tinggi Kutim tersebut, saat ini tengah ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) KPK di Jakarta. Mereka dihadirkan secara bersamaan dalam sidang dengan agenda pemeriksaan keterangan saksi yang berlangsung via daring.
Baca juga: Sambil Terisak, Terdakwa Penyuap Ismunandar Akui Seluruh Perbuatannya
JPU dari KPK menghadirkan dua saksi yang mengetahui persis perihal tindakan suap yang dilakukan Aditya Maharani, selaku Direktur PT Turangga Triditya Perkasa kepada para terdakwa. Dua saksi yang dihadirkan itu adalah Lila Mei Puspitasari, staf di perusahaan kontraktor milik Aditya Maharani Yuono, dan Sesthy Saring Bumbungan, pemilik CV Bulanta. Perusahaan milik Sesthy digunakan oleh Aditya Maharani Yuono untuk mengerjakan sejumlah proyek infrastruktur Pemkab Kutim.
Keduanya dimintai kesaksiannya untuk tiga berkas perkara dari lima terdakwa sekaligus. Di awal persidangan, majelis hakim yang dipimpin oleh Agung Sulistiyono didampingi hakim anggota Joni Kondolele dan Ukar Priyambodo, lebih dulu meminta keterangan Lila atas kesaksiannya. Lila diminta menyampaikan sepengetahuannya sebagai staf, terkait berapa jumlah bendera perusahaan yang digunakan oleh Aditya Maharani Yuono dalam mengerjakan proyek Pemkab Kutim.
Baca juga: Sidang Perdana, Ismunandar cs Tak Bantah Dakwaan Jaksa
Kepada majelis hakim, Lila pun menyampaikan ada empat perusahaan yang digunakan Aditya Maharani Yuono untuk mengerjakan sejumlah proyek. Di antaranya CV Bulanta. Bendera perusahaan ini digunakan untuk pengerjaan proyek pembangunan Kantor Polsek Kecamatan Teluk Pandan dengan nilai Rp 1,8 miliar. Kemudian pembangunan jalan poros Kecamatan Rantau Pulung senilai Rp 9,6 miliar.
Selanjutnya CV Permata Group. Perusahaan ini digunakan Aditya Maharani guna mengerjakan embung di Desa Maloy, Kecamatan Sangkulirang, dengan nilai proyeknya Rp 8,3 miliar. Namun nilai proyek itu mengalami pemotongan 50 persen dari Pemkab Kutim guna penanganan COVID-19. Sehingga nilainya menjadi Rp 4 miliar.
Kemudian ada CV Bebika, digunakan oleh Aditya Maharani untuk mengerjakan proyek pembangunan Rutan Polres Kutai Timur dengan nilai Rp 1,7 miliar. Dan terakhir CV Pesona Gemilang, digunakan untuk mengerjakan proyek pemasangan LPJU di Jalan APT Pranoto, Sangata dengan nilai Rp 1,9 miliar.
Baca juga: Pemberi Suap Ismunandar Dituntut 2 dan 2,5 Tahun Penjara
Lila mengatakan, dirinya pernah ditugaskan oleh bosnya itu untuk memberikan uang yang terbungkus dalam amplop kepada koordinator lelang. Untuk jumlah uang, Lila tak mengetahuinya. Lila turut diperintahkan oleh Aditya Maharani Yuono untuk memberikan uang sebesar Rp 2 juta kepada salah satu staf di Dinas PU. Pemberian ini terkait proses pengurusan lelang pengadaan pembangunan Embung di Desa Maloy, Kecamatan Sangkulirang.
26 Juni 2020, Lila ditugaskan untuk menarik uang sebesar Rp 612 juta. Uang itu merupakan hasil pencarian proyek pembangunan Polsek Teluk Pandan. Uang itu kemudian diperintahkan Aditya Maharani Yuono untuk Lila kirimkan ke sejumlah rekening, di antaranya ada nama Bupati Kutim, Ismunandar.
Uang yang ditransfer kala itu sebesar Rp 100 juta. Selain Bupati Kutim Ismunandar, ada pula nama Sesthy selaku direktur CV Bulanta yang ditransfer uang sebesar Rp 150 juta. Lila juga mengaku, telah diperintahkan Aditya Maharani Yuono untuk memberikan uang sebesar Rp 550 juta kepada Suriansyah. Uang itu diberikan melalui salah satu staf BPKAD Kutim pada 11 Juni.
Baca juga: 2 Terdakwa Penyuap Ismunandar Akui Perbuatannya
Selain kedua nama tersebut, ada pula nama Aswandini. Lila mengakui pernah diperintahkan Aditya Maharani untuk mentransfer uang kepada Kepala Dinas PU itu beberapa kali. Uangnya dikisar Rp 20 juta hingga Rp 100 juta. Lila mengatakan, dirinya tidak pernah diperintahkan Aditya Maharani Yuono untuk memberikan uang kepada Encek UR Firgasih maupun kepada Musyaffa.
"Saya hanya pernah disuruh belikan karangan bunga ucapan selamat ulang tahun untuk ibu Encek," ucapnya.
Sementara itu, Lila menyampaikan, setiap kali pencairan termin, pihak yang dipinjam bendera perusahaannya oleh Aditya Maharani akan mendapatkan 2,5 persen dari harga proyeknya. Contohnya, untuk pembangunan Polsek Teluk Pandan, direktur CV Bulanta hanya mendapatkan Rp 30 juta. Sedangkan untuk pembangunan Jalan Poros Kecamatan Rantau, direktur CV Bulanta mendapatkan Rp 215 juta.
Selanjutnya, JPU menghadirkan Sesthy Saring Bumbungan, direktur CV Bulanta. Dia dihadirkan untuk dimintai keterangannya terkait peminjaman bendera perusahaan kepada Aditya Maharani Yuono.
Sedikitnya ada sembilan proyek dengan nilai Rp 10 miliar yang dikerjakan Aditya Maharani menggunakan perusahaan miliknya. Dia mengaku tak mengetahui bagaimana cara Aditya Maharani Yuono bisa mendapatkan proyek sebegitu banyaknya, dengan menggunakan nama perusahaannya.
Dari sembilan proyek, lanjut Sesthy mengatakan, lima di antaranya dia kerjakan bersama Aditya Maharani Yuono bersama-sama atas nama CV Bulanta. Namun untuk empat proyek lainnya, Aditya Maharani Yuono hanya meminjam nama perusahaan saja.
"Untuk empat proyek ini, saya tidak ikut mengerjakan. Aditya hanya meminjam nama perusahaan, sedangkan saya mendapatkan fee 2,5 persen dari nilai proyeknya," ungkapnya.
Sesthy mengaku mengetahui, Aditya Maharani Yuono memberikan komitmen fee kepada pejabat Pemkab Kutim. Adapun dari pengakuan Aditya Maharani Yuono kepada dirinya, komitmen fee itu sebesar 10 persen dari nilai proyek yang dikerjakan.
"Saya biasanya akan mengirimkan invoice kepada Aditya Maharani, kalau sudah pencairan dana proyeknya. Kemudian saudara Lila yang biasa mentransfer ke saya," ungkapnya
"Saya mau-mau saja bekerja sama dengan saudara Aditya. Karena selama ini berjalan lancar saja, dengan proyek yang dikerjakan," sambungnya.
Sesthy mengaku pernah diperintahkan oleh Aditya Maharani untuk memberikan uang yang dikemas dalam amplop cokelat kepada seorang bernama Haris sebagai PPK.
"Saya hanya disuruh memberikan, setelah itu saya laporkan ke saudara Aditya," ucapnya.
Hingga berita ini diketik, proses persidangan tersebut masih berlangsung. (aaa/zul)
Tags :
Kategori :