Haluan Negara dan Penataan Kewenangan DPD dari Perspektif Daerah

Senin 23-11-2020,16:21 WIB
Reporter : admin12_diskal
Editor : admin12_diskal

Samarinda, nomorsatukaltim.com - Isu pengembalian Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) sebagi acuan pelaksanaan pembangunan, kembali menarik untuk dikaji secara mendalam.

Proses Amandemen Undang-undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang telah meniadakan GBHN. Sebagai acuan pelaksanaan pembangunan yang dilakukan oleh Pemerintah dalam kurun waktu tertentu. Dinilai perlu untuk dihidupkan kembali. Agar pelaksanaan pembangunan dapat berjalan secara berkesinambungan. Hal itu yang menjadi inti pembahasan, dalam Dialog Publik dengan tema Upaya Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Menindaklanjuti Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Nomor 8/MPR/2019 tentang Rekomendasi MPR Masa Jabatan 2014-2019. Yang digelar kelompok DPD di MPR. Bekerja sama dengan Fakultas Hukum Universitas Mulawarman. Pada Jumat (20/11/2020). Di Aula Ruhui Rahayu Kantor Gubernur Kaltim. "DPD sebagai lembaga perwakilan daerah yang hadir dari proses amandemen UUD NRI Tahun 1945, beranggapan bahwa penyelenggaraan pembangunan yang ada saat ini harus tetap dipertahankan," kata Intsiawati Ayus, Ketua Kelompok DPD di MPR. Oleh sebab itu, kata dia diperlukan sebuah mekanisme yang dapat mengontrol pelaksanaan pembangunan secara berkelanjutan manakala terjadi perubahan kekuasaan melalui mekanisme yang konstitusional. Pandangan DPD tersebut didasarkan pada Keputusan MPR Nomor 8/MPR/2019 tentang Rekomendasi MPR Masa Jabatan 2014-2019. Yang memuat 7 (tujuh) pokok rekomendasi. Di antaranya adalah Pokok-pokok Haluan Negara, Penataan kewenangan MPR, Penataan kewenangan DPD, Penataan sistem Presidensil. Penataan kekuasaan kehakiman, Penataan Sistem Hukum dan Peraturan Perundang-undangan Berdasarkan Pabcasila Sebagai Sumber Hukum Negara. Serta pelaksanaan permasyarakatan nilai-nilai Pancasila, negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhineka Tunggal Ika, serta Ketetapan MPR. "Mengacu pada Keputusan MPR tersebut, DPD melihat adanya sebuah kesinambungan antara 'dihidupkannya' kembali pokok-pokok haluan negara dengan optimalisasi peran dan fungsi DPD sebagai lembaga perwakilan daerah," lanjut Intsiawati. UU Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 yang saat ini dijadikan acuan pelaksanaan pembangunan. Dinilai tidak sepenuhnya mengakomodir kepentingan daerah. "Dalam hal ini, melalui langkah-langkah konstitusionalnya, DPD terus memperjuangkan agar kepentingan dan kebutuhan pembangunan di daerah dapat menjadi dasar dari penyusunan rencana pembangunan nasional," ujar senator asal Riau ini. Melalui penataan kembali peran dan fungsinya, DPD memerlukan dukungan daerah agar dapat terlibat secara penuh dalam menentukan kebijakan nasional baik itu dalam ranah legislasi maupun dalam menentukan perencanaan pembangunan nasional. Hal ini menjadi penting mengingat peran DPD yang masih sangat terbatas dalam penentuan kebijakan nasional. Pelaksanaan dialog publik tersebut merupakan salah satu upaya DPD untuk melihat dan menampung respon daerah terhadap rekomendasi yang termuat dalam Keputusan MPR Nomor 8/MPR/2019 tentang Rekomendasi MPR Masa Jabatan 2014-2019. Khususnya yang berkaitan dengan pokok-pokok haluan negara dan penataan kewenangan DPD. (Krv/zul)
Tags :
Kategori :

Terkait