Romi pun segera menyetel dengan volume keras. “Hallo, iya bang,” kata Romi. “Dimana dek?” tanya suara di ujung telepon. “Masih nongkorng-nongkrong ini, bang,” jawabnya.
“Begini dek, tolong soal kasus itu tidak usah dibahas-bahas lagi ya!,” kata Usrif.
Semua terdiam. Nada Sinuhun Usrif terdengar seperti ancaman. Dalam keheningan itu, semua mata dan pendengaran terfokus pada HP Romi. Mereka mendengarkan secara seksama apa yang disampaikan Sinuhun Usrif.
“Saya tahu kamu. Kamu juga punya anak kan?!, kasian lah mereka. Jadi, lebih baik jangan ikut campur ya..,” ujarnya.
Suara Usrif tampak berat dan dingin. Tapi pesannya sampai dengan jelas. Usrif juga bisa saja menggunakan kekerasan jika Romi dan teman-temannya ini terus mengorek-ngorek kasus tersebut.
“Iya, bang. Nanti saya sampaikan ke teman-teman,” kata Romi menutup perbincangan.
“Nah, apa saya bilang,” ujar Henry.
Sementara Abe malah tertawa. Seolah tidak ada beban. Romi berpikir sejenak. Kemudian berbincang pelan dengan dua rekannya. Sama-sama LSM Terang Benderang.
“Jadi, bagaimana?” tanya Henry.
“Lanjut!!,” jelas Romi.
Dengan peristiwa itu, posisi kasus malah jadi kian terbuka. Romi bukanlah anak kemarin sore. Ia sudah biasa menangani kasus seperti ini. Di bawah binaan Mr Bobot. Sudah bukan sekali dua kali dirinya mendapat ancaman serupa. Sudah barang lama. Nyalinya tidak akan ciut hanya dengan gertakkan. Malah adrenalinnye semakin meningkat. Detak jantungnya semakin kencang.
“Hen, tolong data yang kamu punya kirim ke saya ya. Mau saya kirim dulu ke Mr Bobot,” pinta Romi.
Henry pun mengangguk. Kemudian membagikan data anggaran Pemangku Kota Ulin Tahun 2015 itu via WhatsApp. “Ok sudah,” kata Henry. “Terima kasih. Besok ku kabari, infonya ya,” kata Romi lagi. Perbincangan siang itu pun tak sia-sia. Baik Henry, Abe dan Romi sama-sama punya pijakan informasi yang lebih kuat. BERSAMBUNG – Baca lanjutan Kanjeng Sinuhun (7): Uang di Rekening Itu Raib. (ived18)