Batu Bara Disulap Jadi DME

Sabtu 31-10-2020,06:56 WIB
Reporter : Disway Kaltim Group
Editor : Disway Kaltim Group

Jakarta, nomorsatukaltim.com - Presiden Joko Widodo kembali menegaskan percepatan peningkatan nilai tambah batu bara. Yang dilakukan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Wacana itu tengah direalisasikan. Saat ini, pengerjaan hilirisasi batu bara baru dilakukan PT Bukit Asam Tbk (PTBA).

Corporate Secretary Bukit Asam, Apollonius Andwie C mengungkapkan, komitmen Bukit Asam tercermin dari keseriusan mengembangkan hilirisasi batu bara. Antara lain dengan rencana pembangunan pabrik pemrosesan batu bara menjadi dymethil ether (DME). Berlokasi di Tanjung Enim, Sumatera Selatan. Selain DME, proyek Tanjung Enim juga akan menghasilkan 300 ribu ton metanol, dan 250 ribu ton methanol ethylene glycol (MEG).

“Pabrik hilirisasi batu bara tersebut akan mengolah sebanyak enam juta ton batu bara per tahun dan diproses menjadi 1,4 juta ton DME. Yang dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif pengganti elpiji,” kata Apolluonius, Jumat (30/10).

Menurut dia, kehadiran DME sebagai bahan bakar alternatif bisa membantu menekan impor elpiji dan menghemat devisa negara. “Berdasar perhitungan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, potensi penghematan negara bisa mencapai Rp 8,7 triliun,” kata Apolluonius.

Bukit Asam akan bekerja sama dengan PT Pertamina dan Air Product. Dalam menggarap proyek gasifikasi batu bara. Pertamina sebagai mitra dalam hal pemasaran produk DME dan Air Product adalah mitra yang telah memiliki teknologi dalam hilirisasi batu bara. Bukit Asam akan memastikan pasokan batu bara yang dibutuhkan sebagai bahan baku.

Apollo menuturkan, proyek hilirisasi batu bara Bukit Asam tetap berjalan. Meskipun diterjang pandemi COVID-19. Persiapan konstruksi proyek hilirisasi direncanakan dimulai pada pertengahan 2021. Target operasi di 2025. “Proyek hilirisasi ini juga telah disetujui Presiden Joko Widodo. Sebagai bagian dari Program Strategis Nasional. Sebagaimana tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020,” ujar dia.

Direktur Utama Bukit Asam, Arviyan Arifin menuturkan, kebutuhan biaya pembangunan pabrik hilirisasi tidak akan dibebankan kepada Bukit Asam maupun Pertamina. Air Product-lah yang akan menangung biaya investasi sebesar US$ 2,4 miliar.

“Investasi US$ 2,4 miliar untuk gasifikasi. Bukit Asam sebagai coal supplier yang suplai ke pabrik. Pertamina sebagai offtaker produk. Yang bangun pabrik adalah nantinya Air Product. Yang akan bawa dana US$ 2,4 miliar tadi. Kita hanya siapkan infrastruktur, sarana perizinan dan suplai batu bara,” kata Arviyan.

PROGRAM GASIFIKASI

Gasifikasi batu bara adalah proses konversi batu bara menjadi produk gas yang dapat digunakan untuk bahan bakar, maupun bahan baku industri kimia. Unit gasifikasi terdiri dari reaktor, pendingin gas (scrabber), penangkap ter (tar electrostatic precipitator), pembersih gas (washing tower), pemisah uap (fog drop), blower dan kolam penampungan ter (tar pond).

Dengan penerapan teknologi ini, selain ketergantungan terhadap BBM dapat dikurangi, dan secara tidak langsung akan mengurangi beban subsidi. Akibat tingginya harga minyak dunia. Juga akan meningkatkan nilai tambah batu bara, menambah devisa dan membuka kesempatan kerja.

Cadangan batu bara di Indonesia diperkirakan mencapai 91 miliar ton. Dengan tingkat produksi berkisar 200-300 juta ton pertahun, maka umur tambang akan dapat mencapai 100 tahun. Hal ini cukup aman untuk keberlanjutan industri pengguna batu bara. Selain itu, lebih ekonomis.

Salah satu kisah sukses pembuatan bahan bakar dari proses gasifikasi batu bara adalah South African Coal Oil and Gas Corporation atau yang dikenal dengan Sasol di Afrika Selatan (Afsel). Saat ini memproduksi gas sintetik sebesar 55 juta Nm3/hari. Dengan menggunakan penggas Lurgi, dan memproduksi minyak sintetik sebanyak 150 ribu barel per hari melalui sintesis Fischer-Tropsch.

Saat ini, Sasol mempekerjakan 170 ribu karyawan. Baik secara langsung maupun tidak langsung. Yang merupakan 2 persen tenaga kerja sektor formal di Afsel. Selain itu, Sasol juga menyumbang 4 persen GDP atau sekitar US$ 7 miliar, serta menyuplai 40 persen kebutuhan BBM dalam negeri Afsel (28 persen dari batu bara).

Mengenai dampak polusi yang dihasilkan dari proses ini, menurut Kepala Badan penelitian dan Pengembangan ESDM, Nenny Sri Utami, emisi udara yang dihasilkan masih di bawah ambang batas yang ditetapkan. Sedangkan limbah cair (ter) dan abu masih dalam proses penelitian.

HEMAT DEVISA

Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Septian Hario Seto mengatakan, proyek gasifikasi batu bara bisa menghemat devisa hingga Rp 14 triliun.

Potensi penghematan devisa itu berasal dari dua proyek gasifikasi batu bara menjadi DME. Dilakukan PT Bukit Asam Tbk (PTBA) di Tanjung Enim, Sumatera Selatan dan Grup Bakrie di Batuta Coal Industrial Park (BCIP) di Kutai Timur, Kalimantan Timur.

Adapun potensi penghematan devisa dari proyek DME PTBA diperkirakan mencapai Rp 8,7 triliun dan Grup Bakrie sekitar Rp 5 triliun. “Di Batuta tergantung harga metanol. Tapi estimasi di US$ 300-350 juta. Sekitar Rp 5 triliun ya,” paparnya.

Tags :
Kategori :

Terkait