Mengapa UU ITE Sulit Menjaring Penipu Daring?
Kamis 29-10-2020,09:31 WIB
Reporter : admin12_diskal
Editor : admin12_diskal
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dibentuk dengan tujuan memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna dan penyelenggara Teknologi Informasi. Namun mengapa pelaku penipuan puluhan pengemudi ojek daring di Samarinda tak dijerat dengan UU ini?
nomorsatukaltim.com - Polsek Samarinda Kota menyatakan kasus penipuan yang dialami pengemudi ojek daring tak bisa ditindaklanjuti. Alasannya, kerugian yang dialami korban tak mencapai Rp 2,5 juta. Ditambah, korban penipuan tidak melaporkan secara resmi.
Padahal, menurut informasi yang dihimpun Disway-Nomor Satu Kaltim ada 35 kasus serupa yang terjadi di Kota Tepian. Pengamat Hukum Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah mengatakan, kasus itu masuk kategori penipuan. Meski begitu, ia menambahkan, "Bisa dikenakan pasal 35 juncto pasal 51 UU 11/2008 tentang ITE," ungkap Castro, sapaan akrabnya, Selasa (27/10/2020).
Baca juga: Serangan Siber Makin Ngeri!
Pasal 35 UU ITE itu berbunyi. "Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dengan tujuan agar Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik tersebut dianggap seolah-olah data yang otentik."
Dan Pasal 51 ayat 1 UU ITE. "Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah)."
Namun, Castro memang menyebut. Berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung (MA) Nomor 2 Tahun 2012. Kasus pencurian, penggelapan, dan penipuan dengan nilai uang di bawah Rp 2,5 juta. Termasuk dalam tindak pidana ringan. Pelaku tidak boleh ditahan dan hanya diadili dengan acara pemeriksaan cepat.
Hal ini lah yang kemungkinan, membuat para korban. Enggan melapor ke pihak kepolisian. Karena kurang memberikan efek jera kepada para pelaku.
JANJI MENGUSUT
Dalam pernyataan terbaru, aparat kepolisian akan mengusut kasus itu. Kepala Satuan Reserse Kriminal Polresta Samarinda, Kompol Yuliansyah menyarankan para korban melapor secara resmi ke Mapolresta Samarinda.
"Silakan melaporkannya ke kami, akan kami tindak. Korban bisa langsung melaporkan bersamaan atau perorangan," ungkapnya. Berdasarkan laporan itulah, polisi akan melakukan penyelidikan.
Menurut Yuliansyah, kasus penipuan ini bisa langsung ditindak kendati nominal kerugian yang dialami korban di bawah Rp 2,5 juta, seperti yang telah diatur di dalam Peraturan Mahkamah Agung (Perma).
Baca juga: 35 Driver Ojek Daring Jadi Korban Order Fiktif
"Jadi nggak perlu tunggu ruginya sampai dengan nominal Perma. Apabila kasusnya sudah berulang dan dianggap meresahkan, maka kasusnya bisa langsung kami tindak."
Ia pun menduga, pelaku seorang narapidana yang sedang menjalani masa tahanannya di Lembaga Permasyarakatan (Lapas) ataupun Rumah Tahanan (Rutan).
Dugaan itu berlandaskan atas kasus yang sudah beberapa kali sudah dia ungkap. Kebanyakan pelaku penipuan via online, dilakukan napi dari dalam sel tahanannya. "Kalau dilaporkan terus kita track, paling pelakunya ada di dalam Lapas. Saya sudah sering ungkap yang beginian," ucapnya.
Sementara itu, Yuli memastikan bahwa pelaku penipuan itu adalah polisi gadungan. Hal ini dikarenakan tidak ada anggota Polri bernama Wijaya yang bertugas di Polsek Samarinda Kota.
Selain menyarankan korban segera melaporkan secara resmi, ia juga mengimbau para pengemudi lebih berhati-hati menerima order-an.
Salah satu pengemudi daring, Rustam yang pernah menjadi korban order fiktif, segeranya melaporkan kasus tersebut.
"Kalau memang bisa melapor, nanti saya koordinasikan ke teman-teman agar segera melapor bersama-sama," ujarnya. (krv/aaa/yos)
Tags :
Kategori :