Memajukan Ekowisata, Menjaga Kehidupan Bekantan
Senin 26-10-2020,14:51 WIB
Reporter : Benny
Editor : Benny
Kaltim ke depan akan fokus mengembangkan ekowisata. Sebagai andalan sektor pariwisata. Berwawasan lingkungan dan menyentuh sosial budaya dan ekonomi masyarakat. Sudah memasuki tahun kedua, PEP Asset 5 melalui CSR-nya terus berpartisipasi. Mengembangkan Wisata Ekoriparian Bekantan Sungai Hitam, Samboja, Kutai Kartanegara.
Tengah hari tampak cerah. Meski di beberapa bagian langit terlihat sedikit mendung. Aidil sudah mengamini untuk menyusuri sungai. Dia tahu betul kapan waktu yang tepat untuk berangkat.
Mesin perahu bertenaga 15 Paardenkracht (PK) itu pun dinyalakan. Perahu mampu memuat tiga hingga empat orang. Kemudi berada di bawah kendali Fatur. Anak SMA yang sudah hafal mati dengan medan perairan. Perahu dengan panjang sekira lima meter itu turut menjadi saksi bisu keanekaragaman hayati Sungai Hitam.
Disebut Sungai Hitam lantaran pada waktu tertentu air sungai berwarna hitam. Warna hitam dihasilkan dari pembusukan lahan gambut dan dedaunan yang membusuk di tepi sungai. Hingga terbawa arus. Tapi sekarang jarang ditemui. Warnanya lebih kecokelatan. Sungai Hitam merupakan sub Daerah Aliran Sungai (DAS) Sungai Merdeka yang kemudian bermuara di Selat Makassar.
Sungai yang berada di Kecamatan Samboja, Kutai Kartanegara itu punya arti penting. Terutama warga Kelurahan Kampung Lama. Sebagai tangkapan air, penampungan limpasan air hujan, pengembangbiakan ikan komersil, hingga indikator banjir.
Perjalanan menuju hilir sungai dimulai. Kanan kiri ditemani tanaman mangrove. Mulai dari jenis rambai laut, nipah, hingga daruju. Ketiga jenis tanaman itu menjadi tameng kehidupan habitat bekantan. Terutama rambai laut. Pucuk daun hingga buah muda jadi sumber pakan bekantan.
Mamalia yang dilindungi itu masih tetap bertahan hidup. Di tengah ancaman perambahan hutan, monyet hidung panjang itu menjadikan Sungai Hitam sumber kehidupannya. Mereka hidup berkelompok. Biasanya terbagi dua jenis kelompok. One male group yaitu jantan dewasa dengan beberapa betina dewasa beserta anak-anaknya. Ada pula all male group yang terdiri dari beberapa jantan. Ketika beranjak remaja, bekantan jantan mulai meninggalkan one male group menuju all male group. Itu juga cara agar tak terjadinya perkawinan sedarah.
Cara membedakan jantan dan betina sangat mudah. Jantan hidungnya besar dan panjang. Perutnya juga buncit. Postur badan lebih besar. Biasanya berbobot 24 kg dengan ukuran tubuh mencapai 75 cm. Sedangkan betina hidungnya tak besar dan panjang. Bekantan betina berukuran 60 cm dengan berat sekitar 12 kg. Jumlah monyet dalam satu kelompok bisa 10 sampai 30 ekor.
Berdasarkan data dari Badan Penelitian dan Pengembangan Teknologi Konservasi Sumber Daya Alam (Balitek KSDA) Samboja, populasi bekantan yang teramati 2013 lalu sebanyal 143 ekor. Pembagiannya, 98 ekor yang terbagi dalam sembilan kelompok dan 45 ekor tidak bisa dipastikan jumlah kelompoknya.
Bekantan sangat bergantung pada Sungai Hitam. Bagaimana tidak, hutan mangrove di sungai ini berada di tengah-tengah permukiman warga, perkebunan, peternakan, tambak, industri pertambangan, jalan raya, dan aktivitas lainnya. Bekantan pun terisolasi di Sungai Hitam. Tapi beruntung, Aidil Amin bersama Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Sungai Hitam Lestari mencoba melestarikan habitat bekantan.
“Jumlahnya kalau pengamatan kami bisa 500-an ekor. Alhamdulillah masyarakat di sini semakin sadar. Harus menjaga kelestarian bekantan,” kata Aidil sambil mengamati pergerakan bekantan dari jauh.
Seketika Aidil memberikan kode pada pengemudi untuk mematikan mesin. Perlahan-lahan mendayung mendekati tempat bekantan bersantai. Pohon rambai laut yang rindang jadi kesukaannya. Rupanya betina sedang bercengkrama bersama bayinya. Kedatangan kami tak dihiraukan keluarga kecil bekantan itu. Terpenting, pengunjung tidak boleh berisik. Mereka bisa lari.
“Ini yang saya khawatirkan. Mereka terus berkembang biak. Ada anak-anak bekantan juga. Jadi perlu perhatian dari semua pihak,” harap Aidil.
Keberadaan bekantan Sungai Hitam memang saat ini masih aman. Tapi tidak ada yang tahu 10-20 tahun ke depan masih ada atau sudah punah. Dengan luasan sekira 67 hektare, di sekitar DAS Sungai Hitam sebagai Area Peruntukan Lain (APL). Terlebih status kepemilikan lahan milik warga. Khusus di sempadan sungai.
Sebagai Ketua Pokdarwis, Aidil selalu siap pasang badan. Andai ada perusahaan yang coba menyentuh hutan mangrove beserta isinya. Itu pernah dia alami sekitar tahun 2005. Ketika itu ada perusahaan sawit yang ingin meluaskan area kerja. Mangrove Sungai Hitam juga termasuk di dalamnya.
“Alhamdulillah kami warga sadar hingga lurah saat itu menolak rencana perusahaan itu. Nilai yang mereka tawarkan untuk pembebasan lahan miliaran,” ingatnya.
Kehidupan bekantan di Sungai Hitam menjadi nilai tersendiri bagi masyarakat. Maka tak sia-sia perjuangan Aidil menjadikan mangrove Sungai Hitam bersama bekantan sebagai ekoriparian. Secara swadaya Aidil membangun kawasan mangrove sebagai tempat wisata pinggir sungai dengan konsep edukasi.
Aidil ingat betul perjuangannya membuat wisatawan tertarik singgah. Dia mesti mendayung perahu untuk mengantarkan tamu ke lokasi bekantan. Karena mendayung harus menunggu arus deras ketika pergi. Tapi sekarang mulai ada kemajuan.
Sudah ada 10 perahu dengan tenaga mesin bahan bakar solar. Selebihnya, dua perahu besar dan perahu kecil. Setiap hari wisatawan akan dipungut ongkos. Biasanya untuk perahu kecil muat empat hingga lima orang dikenakan ongkos Rp 300 ribu. Sementara perahu besar bisa sampai 15 orang. Biayanya Rp 750 ribu.
“Uang dari wisatawan untuk beli solar, bayar jasa guide lokal, dan sebagian masuk kas. Kalau ada lebih kita bagikan ke warga yang membutuhkan. Tapi setiap bulan sumbang ke masjid. Sudah rutin,” ujar Aidil kepada Disway nomorsatukaltim.com
Kunjungan didominasi wisatawan asing. Perlahan diikuti wisatawan lokal yang ingin tahu lebih dekat kehidupan bekantan di Sungai Hitam. Selama ini, kebanyakan orang mengenal Samboja karena keindahan pantainya. “Padahal kita punya wisata bekantan ini yang jauh lebih indah. Menyatu dengan alam,” kata Aidil.
Keberadaan bekantan turut membangun kesadaran. Baik warga, pemerintah daerah, hingga perusahaan sekitar. Terutama Pertamina EP Asset 5 Sangsanga Field yang menjalankan tanggung jawab sosial. Mempunyai area kerja di Samboja tentu sudah menjadi kewajiban Pertamina menjalankan program Corporate Social Responsibility (CSR). Wilayah kerja area Samboja memberikan kontribusi minyak bumi sekitar 1.141 barrel oil per day (BOPD) dari total produksi minyak bumi Pertamina EP Asset 5 Sangasanga Field yang mencapai sekitar 5.120 BOPD.
Sudah sewajarnya, Pertamina EP Asset 5 Sangasanga Field memberikan perhatian untuk menjaga kelestarian flora dan fauna Sungai Hitam. “Sesuai dengan visi misi CSR-nya terus berusaha menjadi perusahaan di sektor hulu migas yang berorientasi terhadap kelestarian lingkungan serta memberikan nilai tambah bagi pemangku kepentingan di sekitar wilayah kerja operasi perusahaan,” kata Frans Alexander A. Hukom, Legal & Relation Assistant Manager Pertamina EP Asset 5 Sangasanga Field.
Perusahaan itu membantu pembangunan jembatan, gapura, pelatihan guide, hingga pemanfaatan buah nipah sebagai panganan. Adanya jembatan dan gapura menjadi daya tarik tersendiri. Karena cukup mencolok. Dengan desain yang sederhana nan klasik, gapura sudah bisa menjelaskan wisata alam yang eksotik.
Untuk menemukan wisata ekoriparian bekantan Sungai Hitam cukup mudah. Berada di kiri jalan. Dari Bandara Sultan Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan Balikpapan hanya butuh waktu sekira 1,5 hingga 2 jam. Itu kalau melewati daerah timur Balikpapan atau pesisir. Sementara jika lewat jalur Jalan Soekarno Hatta, diperlukan waktu sekira satu jam.
Banyaknya wisatawan membuat pokdarwis sedikit kewalahan. Karena terbatasnya guide. Pertamina EP Asset 5 Sangasanga Field berinisiatif memberdayakan anggota pokdarwis. Agar bisa memandu wisatawan. Bahkan melibatkan Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) Cabang Balikpapan. Awal September lalu, 17 anggota pokdarwis diberi bekal. Hari pertama, diberikan materi mengenai pengetahuan dasar pemandu wisata. Hari kedua diberikan materi SOP pemandu wisata dan pendalaman materi ekosistem Sungai Hitam. Berselang sehari langsung dipraktikkan.
“Diajak Pak Aidil gabung di sini (pokdarwis). Karena memang senang dengan alam. Sekarang alhamdulillah bisa menjelaskan secara detail apa yang ada di Sungai Hitam. Tidak cuma soal bekantan saja. Hewan lain bahkan tumbuhan juga. Jadi senang banget,” kata Lidya, salah satu anggota pokdarwis.
Gadis asli Samboja itu juga terlibat dalam mengelola buah nipah menjadi panganan mewah. Sejenis kue basah atau klappertaart. Biasanya dipanggang bersama wadah berbahan aluminium foil. Jadi cukup disendok untuk menyantapnya. Karena baru mendapat pelatihan, Lidya dan kawan-kawan menjajakannya secara online. Produksi ketika ada yang pesan. Maklum, tanpa bahan pengawet. Jadi, tidak bertahan lama.
“Semoga nanti bisa berdiri semacam outlet kecil di tempat wisata ini. Jadi pengunjung bisa lihat langsung produksi dari pokdarwis,” harapnya.
Kontribusi Pertamina EP Asset 5 Sangasanga Field perlu diapresiasi. Setidaknya turut membuka kesadaran pemerintah daerah. Terutama Pemkab Kutai Kartanegara maupun Pemprov Kalimantan Timur. Ketua Pokdarwis, Aidil, sangat bersyukur dengan keberadaan bekantan Sungai Hitam. Karena bisa menarik perhatian perusahaan sekitar hingga pemkab.
“Senang sekali ada perhatian dari Pertamina EP Asset 5 ini. Pemprov juga kemarin bantu perahu. Semoga ini berkelanjutan. Karena Sungai Hitam milik kita semua,” ujar Aidil usai mengantarkan rombongan balik ke dermaga.
Wisata ekoriparian Sungai Hitam ini kelak turut menggerakkan perekonomian masyarakat sekitar. Tapi butuh dukungan dari semua pihak. Pertamina EP Asset 5 Sangasanga Field pun bakal menjadikan pokdarwis bisa mandiri. Diharapkan secara perlahan kelompok tersebut bisa mandiri mengelola wisata bekantan Sungai Hitam.
Tahun ini memasuki tahun kedua Pertamina EP Asset 5 Sangasanga Field dalam program CSR berkelanjutan dengan rencana strategis program Lima Tahun. “Sangat berharap 2023 kelompok ini sudah mencapai kemandirian dengan membentuk koperasi wisata,” tutup Frans. (Arif Fadillah/eny)
Tags :
Kategori :