Harga TBS Kelapa Sawit Terus Naik karena Permintaan Ekspor Masih Tinggi

Rabu 14-10-2020,14:15 WIB
Reporter : Benny
Editor : Benny

Samarinda, nomorsatukaltim.com - Harga kelapa sawit terus mengalami peningkatan. Tercatat, harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit sudah Rp 1.634 per kilogram. Hal ini lebih tinggi dibandingkan titik terendah harga TBS di tingkat petani. Yang tentunya tak jauh dari peningkatan harga Crude Palm Oil (CPO).

Harga CPO pada September kemarin meningkat. Sehingga harga TBS juga terkerek naik. Diketahui, harga CPO mencapai USD 738 per metrik ton (MT) di September. Meningkat 12,34% dibandingkan Agustus kemarin yang hanya USD 656 per MT.

"Kinerja ekspor menurun karena pandemi, sehingga harga CPO sempat jatuh di Juni kemarin. Kini wabah tersebut masih belum selesai, harus ada perubahan dalam bisnis kelapa sawit," ungkap Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia Kalimantan Timur (GAPKI Kaltim) Muhammadsjah Djafar, Senin (12/10).

Ia menjelaskan, fluktuasi perkebunan kelapa sawit merupakan hal yang wajar terjadi. Namun pastinya akan ada peningkatan. Karena, kelapa sawit perlu dituntut harus memiliki daya saing. Tujuannya tak lain agar harganya tidak turun terus-menerus.

Kewaspadaan perlu ditingkatkan di sektor ini. Karena minyak nabati lainnya seperti minyak rapeseed, minyak kedelai, dan minyak bunga matahari saat ini sedang berlomba-lomba merebut pasar di negara konsumen yang menjadi tujuan ekspor Bumi Etam. "Saat ini harga (kelapa sawit) masih terus meningkat karena masih sangat dibutuhkan berbagai negara," tambahnya.

Menurutnya, banyak tantangan yang dihadapi industri ini. Tak ada pilihan lain bagi pengusaha sektor ini selain makin produktif juga lebih efisien. Ia juga menyampaikan bahwa pihaknya sangat optimis harga CPO akan terus membaik hingga akhir tahun. "Selain ekspor kini serapan domestik juga sudah semakin membaik," katanya.

Baca Juga: 80 Persen Perkebunan Ditanami Sawit

Terpisah, Wakil Ketua Bidang Investasi Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kaltim Alexander Sumarno menyampaikan dampak kenaikan harga kelapa sawit ini tak jauh dari konsumsi lokalnya yang kuat. Masyarakat juga menerima dampak yang baik dari kenaikan harga tersebut.

"Untuk produk hilirisasi untuk CPO yang arahnya ke minyak goreng memang belum ada. Tetapi untuk pengolahan kilangnya, di Balikpapan dan di Bontang saat ini sedang dikerjakan," ucapnya, Selasa (13/10).

Para petani di sektor ini pun, disebut Alex, tidak merasa adanya penurunan ekonomi akibat pandemi. Lantaran daya beli masyarakat juga tinggi. "Di Kembang Janggut, di Wahau, tidak terasa. Mereka, 95 persen keterkaitannya dengan sawit itu tinggi," tegasnya.

Kepala Dinas Perkebunan (Disbun) Kaltim Ujang Rachmad juga ikut berkomentar. Baginya, peningkatan TBS ini akan dirasakan secara langsung oleh pekebun kelapa sawit Kaltim. Ujang menjelaskan, dengan peningkatan ini tentu terjadi peningkatan Nilai Tukar Petani (NTP). "Hal ini akan meningkatkan NTP sub-sektor perkebunan bulan lalu yang sudah mencapai 122," lanjutnya.

Tidak hanya itu, kata Ujang lagi, peningkatan harga ini juga akan membantu ekonomi Kaltim secara makro. Juga bisa membantu menahan laju penurunan ekonomi Kaltim selama COVID-19.

Ia memastikan Pemprov Kaltim dan seluruh stakeholder yang ikut terlibat, akan berusaha menjaga sinergitas perkebunan sawit di wilayah Kaltim. Ia menuturkan, penerapan protokol kesehatan juga sangat ketat dijalankan di areal perkebunan sawit. "Ini untuk menjaga. Jangan sampai roda ekonomi pada sektor perkebunan terhenti," pungkas Ujang. (nad/eny)

Tags :
Kategori :

Terkait