Tetapi, hal ini kerap terulang. Untuk itu, para korban juga berhak menuntut haknya sebagai warga negara dan jurnalis yang pekerjaannya sudah dijamin oleh undang-undang.
Kekerasan fisik dan intimidasi terhadap pewarta bisa diproses pidana karena secara nyata dan terbuka menghalangi-halangi kerja-kerja pers.
Pasal 18 ayat 1 UU Nomor 40/1999 tentang Pers, "Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi kerja pers, dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun atau denda sebanyak Rp 500 juta". “Setiap orang” dalam pasal itu termasuk polisi.
Sepanjang April 2019-Mei 2020, AJI mencatat ada 31 kasus yang dilakukan oleh anggota Polri.
Dua momen kekerasan terjadi ketika jurnalis meliput demonstrasi besar di bulan Mei dan September tahun lalu. Ditarik lebih jauh, medio 2006-September 2020, AJI mencatat ada 785 jurnalis jadi korban kekerasan.
Kekerasan fisik nangkring di nomor satu kategori jenis kekerasan (239 perkara); disusul pengusiran/pelarangan liputan (91); dan ancaman teror (77). Dalam ranah pelaku, 65 orang merupakan anggota polisi, 60 massa, dan 36 orang tidak dikenal.
AJI juga meminta kepolisian menghormati Nota Kesepahaman Dewan Pers-Polri terdaftar dengan Nomor: 2/DP/MoU/II/2017 dan Nomor: B/15/II/2017 tentang Koordinasi dalam Perlindungan Kemerdekaan Pers dan Penegakan Hukum Terkait Penyalahgunaan Profesi Wartawan. (mic/sam)