Balikpapan, nomorsatukaltim.com - Pemerhati Kebijakan Hukum Wawan Sanjaya mengatakan, hak bebas lebih awal bukanlah hal baru dalam aspek regulasi. Di Lapas dan Rutan, tentu tidak asing dengan pemotongan masa tahanan. Pada setiap menjelang peringatan kemerdekaan.
Selain itu, kata Wawan, dalam sistem pemidanaan, dikenal mekanisme pembebasan bersyarat dan cuti bersyarat. Yang memungkinkan napi tertentu, bebas lebih awal dari waktu yang diputuskan pengadilan.
Namun, persoalan kemudian muncul ketika napi yang telah diberi fasilitas bebas lebih dini itu. Kembali melakukan perbuatan melanggar hukum. Padahal, pemidanaan ditujukan untuk menimbulkan efek jera pada pelaku.
Menurut dosen Fakultas Hukum Uniba itu ada beragam faktor penyebab seseorang memiliki kecenderungan melakukan tindak kriminal berulang kali. "Di antaranya faktor pendidikan, lingkungan sekitar, faktor penegakan hukum, perkembangan global dan faktor ekonomi," ungkapnya.
Faktor ekonomi disebut sebagai salah satu yang paling signifikan mendorong seseorang melakukan tindak pidana berulang. Ia mengatakan, dalam ilmu hukum dikenal Economic Theory of Law. Atau lebih tepat disebut The Economic Analysis of Law. Yaitu, sebuah pendekatan studi kritis ekonomi terhadap penegakan hukum.
Pendekatan itu, berkaitan dengan teori psikologi yang diperkenalkan oleh Abraham Maslow dalam makalahnya, "A Theory of Human Motivation". Psychological Review Tahun 1943.
Abraham Maslow dalam teorinya, beranggapan bahwa kebutuhan-kebutuhan di tingkat rendah harus terpenuhi lebih dahulu. Sebelum kebutuhan-kebutuhan di tingkat lebih tinggi menjadi hal yang memotivasi.
"Salah satunya misalnya, kebutuhan paling mendasar pada setiap orang adalah kebutuhan fisiologis. Yakni kebutuhan untuk mempertahankan hidupnya secara fisik," papar Wawan Sanjaya menjelaskan teori Abraham Maslow.
Lebih lanjut dijelaskannya, kebutuhan-kebutuhan dasar itu seperti makanan, minuman, tempat berteduh, tidur dan oksigen (sandang, pangan, papan). Kebutuhan fisiologis adalah potensi paling dasar dan besar bagi semua pemenuhan kebutuhan di atasnya.
Artinya tidak terpenuhinya kebutuhan dasar itulah yang dapat menggerakkan seseorang melakukan perbuatan menabrak batas-batas hukum. Jika ditelisik lebih lanjut, pengulangan tindak pidana yang dilakukan oleh sejumlah napi. Yang bebas karena asimilasi itu, cenderung dilakukan untuk pemenuhan kebutuhan hidup dasar. Walaupun belum ada penelitian yang dilakukan. "Meskipun dengan itu tetap tindakan tersebut tidak dapat dibenarkan," kata dia.
Di samping itu, ada sebuah kecenderungan lain. Yakni ketika napi yang setiap harinya di dalam Rutan atau Lapas mendapatkan fasilitas makan dan tidur gratis. Maka ketika dia bebas dan kehilangan hak dan fasilitas tersebut. Kemungkinan itulah memicu pengulangan perbuatan kejahatan yang dilakukannya. (das/eny)