RASA MEMILIKI
Ketika rasa memiliki ada, tentu tekad untuk menjaga dan merawatnya juga tumbuh dengan sendirinya. Prinsip inilah yang dipegang teguh oleh sang operator PLTS di Pulau Saugi, Muh Ilham.
Meski hanya mendapat upah sebagai operator sekitar Rp 500 ribu per bulan bersama dengan rekannya Muh Yusman yang turut merawat PLTS itu, ia masih dapat mengoperasikan dan merawat PLTS di Pulau Saugi.
Pekerjaannya diyakini akan menjadi ladang amal jariyah. Dengan bekerja ikhlas untuk membantu warga di pulau ini agar tetap dapat menikmati listrik dengan harga terjangkau.
Kendati demikian, ia tidak menutup realita kebutuhan rumah tangganya bersama isteri dan seorang anak yang membutuhkan biaya hidup lebih dari upah yang diterima sebagai operator.
Karena itu, Ilham mencari pekerjaan sambilan untuk menutupi biaya hidup keluarganya. Kondisi serupa juga dilakukan Yusman yang di sela tugasnya turun melaut mencari kepiting rajungan.
Mengenai teknis perawatan PLTS tersebut, ia mengaku hanya mendapatkan pelatihan sekitar dua minggu di Ciracas dari Kementerian ESDM saat terpilih sebagai operator 2018.
Berbekal pelatihan itu, lelaki lulusan pesantren ini dengan telaten merawat semua perangkat PLTS itu. Terutama panel surya yang kerap dijatuhi sampah dedaunan ataupun kotoran burung saat melintas di atas 250 unit panel itu.
Untuk ketahanan baterei, daya yang dikeluarkan harus diatur dengan baik. Sehingga masih ada cadangan daya. Baik dalam kondisi normal maupun pada saat musim hujan.
Pada musim hujan, ketika pencahayaan matahari berkurang, terpaksa ia memadamkan listrik PLTS satu hingga dua hari. Jika daya yang tersimpan tidak mencukupi untuk disalurkan ke masing-masing rumah tangga dengan daya 600 Wh.
Perawatan yang telaten inilah yang membedakan dengan PLTS di daerah lain yang biasanya hanya mampu bertahan setahun dinikmati warga.
Agar PLTS ini lebih berkembang dan memiliki kapasitas lebih, Kepala Bappeda Kabupaten Pangkep Abd Gaffar mengatakan, dapat dirembukkan dengan pemerintah desa dalam pengelolaannya dengan bentuk kemitraan. Misalnya dengan koperasi atau Bumdes.
PERUBAHAN SOSIAL
Keberadaan PLTS di Pulau Saugi ini sedikit banyak telah mempengaruhi kondisi sosial warga yang mayoritas berprofesi nelayan.
Ketika listrik belum dinikmati selama 12 jam per hari, animo bersekolah dan belajar tidak setinggi saat ini. Dengan hanya memiliki satu fasilitas sekolah dasar dan satu PAUD, anak-anak ketika taman SD lebih memilih ikut mencari ikan dengan orang tuanya.
“Tapi sekarang seiring dengan berkembangnya informasi yang sudah mudah diakses karena ada fasilitas listrik, maka anak-anak lebih banyak melanjutkan pendidikan di ibu kota kabupaten,” kata Ketua Badan Perwakilan Desa di Mattiro Baji, Anas.