Jakarta, nomorsatukaltim.com - Blok East Natuna belum menjadi salah satu prioritas pengembangan blok migas yang dikelola oleh PT Pertamina (Persero). Tingkat kesulitan dalam memproduksikan gas Natuna dinilai masih tinggi. Sehingga jika dikembangkan dalam waktu dekat, maka masih belum memenuhi keekonomian.
Direktur Pengembangan dan Produksi Pertamina Hulu Energi (PHE), subholding hulu Pertamina, Taufik Aditiyawarman mengatakan, Pertamina tetap memiliki rencana pengembangan Blok East Natuna yang sekarang pengelolaannya di bawah Pertamina EP. Namun kelanjutannya harus menunggu beberapa kegiatan di blok lain yang rencananya akan dijadikan sebagai acuan.
Menurut Taufik, untuk mengembangkan East Natuna, Pertamina akan menerapkan metode Enhance Oil Recovery (EOR). Dengan melakukan injeksi kembali CO2 yang terkandung tinggi di dalam gas East Natuna.
Proyek EOR Lapangan Sukowati PEP Aset 4 akan menjadi basis untuk mulai mengembangkan Blok East Natuna. EOR di Sukowati diperkirakan bisa dijalankan secara penuh pada 2025.
“East Natuna harus uji coba CO2 EOR Sukowati dulu 2025. Skala terukur lebih controlable,” kata Taufik baru-baru ini.
Blok East Natuna diyakini menyimpan cadangan migas dalam jumlah besar. Hanya saja untuk memproduksi migas di sana, juga terbilang sulit. Karena karakteristik gas yang mengandung CO2 sangat tinggi hingga mencapai 70 persen.
Sudah lebih dari tiga tahun terakhir tidak ada lagi kelanjutan pengembangan Blok East Natuna. Hal ini seiring keputusan ExxonMobil yang sebelumnya merupakan bagian dari konsorsium East Natuna bersama Pertamina dan PTT EP memilih hengkang dan tidak melanjutkan kerja sama.
Tidak berapa lama kemudian PTT juga memutuskan keluar dari konsorsium. Alhasil, tersisa Pertamina yang kini menjadi andalan untuk mengelola blok yang ditaksir memiliki total cadangan gas sebesar 46 TCF atau empat kali cadangan Blok Masela yang mencapai 10,7 TCF.
Teknologi pemisahan gas ini yang masih belum bisa dikembangkan di dalam negeri. Sehingga perlu mitra yang sudah berpengalaman untuk lakukan pemisahan CO2.
Selain CO2 yang tinggi, dibutuhkan teknologi yang tepat. Pengembangan blok East Natuna juga perlu dipersiapkan konsumen gasnya untuk meningkatkan keekonomian proyek. Dengan tingkat CO2 mencapai 70 persen, konsumen yang cocok untuk menyerap gas East Natuna berasal dari sektor industri petrokimia.
“Mesti siapkan downstream industri petrochemical (petrokomia) yang bisa mengolah huge (kandungan tinggi) CO2 seperti ini,” kata Taufik. (de/qn)