Catatan Kemerdekaan: “Merdeka Belajar” Baru Sebatas Semboyan

Selasa 18-08-2020,21:54 WIB
Reporter : Disway Kaltim Group
Editor : Disway Kaltim Group

Wartawan Disway Kaltim area Kukar, Muhammad Rafi'i.

Oleh: Muhammad Rafi’i

SAYA ingin membuka catatan ini dengan sebuah pertanyaan klasik. Yang muncul setiap tahun. Sudahkah Indonesia merdeka di segala lini?

Atau, jangan-jangan hari kemerdekaan hanyalah sebuah seremoni tahunan. Yang dirayakan dengan upacara dan lomba 17-an.

Jika pertanyaan saya di atas terlalu rumit dijawab. Bagaimana dengan, sudahkan pendidikan kita merdeka?

Mungkin saya pikir belum. Pendidikan belum sepenuhnya merdeka. Seperti harapan besar Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud). Dengan dicanangkannya "Merdeka Belajar". Tapi buktinya belum benar-benar terasa bagi pelajar. Secara keseluruhan.

Ditambah kondisi pandemi COVID-19 yang menyerang Bumi Pertiwi. Seperti saat ini. Pola belajar berubah. Memang sih, masih saling menatap antar guru murid. Bedanya, jika dulu bisa tatap-tatapan secara langsung. Sekarang tatap-tatapannya harus lewat gadget plus kuota.

Makin menambah kesenjangan pendidikan yang dirasakan. Ada jarak antara si kaya dan si miskin. Si kaya yang makin nyaman belajar dirumah. Si miskin makin dipusingkan dengan kebutuhan dasar kuota.

Belum lagi selesai masalah kuota, terbitlah masalah jaringan. Ini yang dirasakan seorang siswa di salah satu desa di Kukar. Yang pernah saya wawancarai. Perlu waktu satu minggu untuk bisa berkomunikasi dengannya. Perlu kesabaran ekstra besar. Menunggu dirinya mencari jaringan ke atas bukit yang tinggi.

Ceritanya kepada saya, untuk mengikuti kelas dari guru pengajar. Butuh perjuangan yang keras. Terik matahari pun seolah makanan sehari-hari. Hanya saja harus mengalah dengan hujan. Tidak ada atap yang menaungi. Saat tetap bersikeras untuk mengikuti pelajaran.

Ada juga fasilitas penunjang yang tidak bisa dijangkau masyarakat secara luas. Banyak berseliweran berita-berita. Saat asyik berselancar dunia maya. Kerap saya jumpai berita kriminal, yang intinya orang tua rela mencuri ponsel pintar hingga laptop.

Bukan untuk dijual kembali agar bisa memenuhi kebutuhan perut. Tapi untuk bisa dipakai belajar anaknya. Harapannya satu, agar anaknya bisa lebih baik. Dan menjadi orang yang sukses. Mungkin saja bisa memperbaiki kondisi ekonomi mereka di masa depan.

Namun ada juga yang berupaya menempuh jalan yang lebih baik. Seperti dua bocah yang memilih berjualan kue keliling. Masih kelas 5 Sekolah Dasar (SD). Dengan semangat dibawah terik matahari. Mereka jajakan beberapa macam kue kering. "Buat beli HP om, buat belajar online," ujarnya dengan tatapan polos.

Terpaksa kah mereka berjualan. Tidak. Mereka tulus membantu orang tua. Memang unik, disaat anak seusai mereka lebih memilih bermain. Malah merelakan waktu untuk bisa membeli smartphone. Buat belajar lho ya. Bukan buat main game online. Belajar online.

Oh iya, ada lagi. Sebagian anak-anak di salah satu desa di Kukar. Sebut saja Desa Enggelam. Jangankan mau belajar daring di masa pandemi. Sekolah saja di sana masih berupa sekolah filial. Untung saja. Masih ada orang yang berbaik hati mengajari anak-anak di sana. Yakni seorang Babinsa Koramil 0906-09/Kota Bangun. Serda Munir namanya.

Tags :
Kategori :

Terkait