Pemerintah Bubar saat Krisis Ekonomi dan Politik di Lebanon

Rabu 12-08-2020,09:30 WIB
Reporter : Y Samuel Laurens
Editor : Y Samuel Laurens

Seorang demonstran yang terlibat dalam unjuk rasa di Lebanon menuntut perubahan mendasar terhadap pemerintahan. (Int)

Beirut, nomorsatukaltim.com - Perdana Menteri (PM) Lebanon Hassan Diab pada Senin (10/8) mengundurkan diri dan membubarkan pemerintahannya. Setelah masyarakat menggelar rangkaian aksi protes. Menuntut otoritas setempat bertanggung jawab atas ledakan yang menghancurkan Kota Beirut.

Diab, lewat pidatonya, juga menyebut ledakan itu dan aksi kemarahan warga merupakan buah dari korupsi yang telah mendarah daging di Lebanon.

Ledakan yang disebabkan oleh lebih dari 2.000 ton amonium nitrat di gudang pelabuhan pada 4 Agustus menyebabkan 163 orang tewas dan lebih dari 6.000 warga luka-luka, serta merusak sebagian besar bangunan di Beirut, ibu kota Lebanon. Insiden itu memperburuk krisis ekonomi dan politik yang telah terjadi selama berbulan-bulan di Lebanon.

“Kami mengikuti kehendak masyarakat yang menuntut tanggung jawab otoritas terkait terhadap bencana ini. (Mereka) yang memilih untuk bersembunyi selama tujuh tahun. (Dan kami akan mengikuti) keinginan mereka yang menuntut perubahan,” kata Diab saat mengumumkan pengunduran dirinya.

Presiden Lebanon Michel Aoun menerima pengunduran diri pemerintahan Diab. Tetapi ia meminta pihak tersebut untuk sementara ini menjadi pelaksana tugas sampai kabinet baru terbentuk. Pemerintahan Diab terbentuk pada Januari dan ia mendapat dukungan dari kelompok Hezbollah di Lebanon.

Menjelang pengunduran diri Diab, aksi protes massa di Kota Beirut memasuki hari ketiga. Beberapa pengunjuk rasa melempar batu ke aparat keamanan yang berjaga di pintu masuk depan gedung parlemen. Aparat pun membalas dengan melempar gas air mata.

Bagi banyak warga Lebanon, ledakan itu menjadi peristiwa terakhir yang menyulut kesabaran rakyat. Mengingat mereka menghadapi krisis yang disebabkan oleh terpuruknya sektor ekonomi, korupsi, dan tata kelola pemerintahan yang buruk. Rangkaian kekecewaan itu yang akhirnya mendorong warga turun ke jalan. Menuntut perubahan hingga ke akar.

“Seluruh rezim harus berubah. Tidak ada artinya ada pemerintahan baru (jika rezim tak berubah),” kata seorang insinyur asal Beirut, Joe Haddad. “Kami menuntut segera ada pemilihan umum,” tegasnya.

Sistem pemerintahan di Lebanon mewajibkan Presiden Aoun untuk berdiskusi dengan parlemen sebelum menentukan PM yang akan menggantikan Diab. Ia diwajibkan untuk mengusulkan calon PM dan mengumpulkan dukungan dari anggota parlemen.

Sebagian besar masyarakat telah lama menuntut pemerintahan yang dipimpin Diab dibubarkan. Sejumlah menterinya mundur lebih dulu pada akhir minggu lalu sampai Senin (10/8).

Sementara sisanya, termasuk menteri keuangan, berencana mengikuti langkah tersebut. Pada Sabtu (8/8) lalu, Diab meminta pemilihan parlemen diselenggarakan lebih cepat.

TUNTUT PERUBAHAN

Presiden Aoun mengatakan bahan peledak itu disimpan dalam kondisi yang tidak aman selama bertahun-tahun di pelabuhan. Ia juga menjelaskan, pihaknya akan mendalami beberapa kemungkinan sebab ledakan. Di antaranya kecelakaan, kelalaian, atau pengaruh dari luar.

Kabinet memutuskan menyerahkan penyelidikan itu ke Dewan Yudisial. Dewan Yudisial merupakan lembaga peradilan tertinggi di Lebanon yang vonisnya tidak dapat naik banding. Dewan tersebut biasanya menangani kasus keamanan tingkat tinggi.

Sementara itu, masyarakat Lebanon masih berjuang untuk menghadapi luasnya dampak dari ledakan yang menghancurkan keseluruhan wilayah kota.

Tags :
Kategori :

Terkait