Lingkaran Setan Demokrasi Pesanan

Senin 10-08-2020,09:09 WIB
Reporter : Devi Alamsyah
Editor : Devi Alamsyah

HASIL survei yang dilakukan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) memprediksi bakal ada 31 daerah berpotensi menghadirkan calon tunggal di Pilkada 2020. Rinciannya 26 kabupaten dan 5 kota, termasuk Balikpapan.

Perludem memprediksi calon tunggal bisa saja bertambah mengingat proses pencalonan masih berlangsung hingga September. Pilkada dengan menghadirkan calon tunggal dinilai sebagian kalangan membawa 'ancaman' terhadap demokrasi.

Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraini menyatakan, calon tunggal hanya sekadar jawaban atas kebuntuan politik, namun menghindari kompetisi dalam demokrasi.

Ia menilai orientasi pragmatisme elektoral untuk menang pilkada lebih dominan. Akhirnya yang terjadi adalah borongan dukungan. Sambil membangun bargaining politik untuk mendapat insentif atau benefit politik tertentu.

Undang-undang Nomor 8 Tahun 2015 mengatur kalau pilkada hanya ada satu pasangan calon yang mendaftar, maka ditunda sampai gelombang pilkada serentak berikutnya. Hal inilah yang dimanfaatkan penantang dengan sengaja tidak mengusung calon agar petahana tidak lagi menjabat.

Atas kondisi itu, dilakukanlah uji materi. Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusannya Nomor 100/PUU/XIII/2015 menyatakan bahwa calon tunggal adalah konstitusional.

Pada tahun-tahun berikutnya, calon tunggal semakin marak. Selain untuk mengunci kemenangan sejak awal, kata Titi, beratnya persyaratan pencalonan menjadi salah satu pemicu kehadiran calon tunggal.

Di antaranya mengenai ketentuan syarat dukungan kursi DPRD 20 persen atau 25 persen Pemilu DPRD, serta berat dan mahalnya syarat untuk menjadi calon perseorangan.

Demokrasi Tak Bergizi

Pengamat Politik Muhammad Noor tak menyangkal jika paradigma yang terbentuk dalam masyarakat, tentang pesta demokrasi, berkaitan dengan uang. Bacalon kontestan pilkada harus punya banyak uang, rakyat memilih juga karena keuangan. Seakan-akan hal ini menciptakan lingkaran setan, yang tak tahu akan berakhir dimana. 

“Memang realitasnya seperti itu,”  kata Dekan Fisipol Universitas Mulawarman itu. Bila ditengok dari makna harfiah, demokrasi, kekuasannya berada di tangan rakyat.

Berita Terkait:

Ketika Mahar Sulit Terbukti

Rahmad Calon Tunggal

"Bahwa dalam praktiknya, ada kesenjangan, ada asumsi, ada penilaian yang berbeda, saya pikir sah-sah saja. Kalau masyarakat kondisinya seperti itu, ya karena mereka melihat, merasakan, kondisi-kondisi itu. Kita tidak bisa menyalahkan persepsi masyarakat yang beragam tentang demokrasi. Tapi itu tadi, bila kembali ke arti harfiah, kekuasaan (harusnya) di tangan rakyat," katanya.

Tags :
Kategori :

Terkait