Balikpapan, nomorsatukaltim.com - Maraknya kasus terkonfirmasi positif di perkantoran, jadi alasan Work From Home (WFH) jilid dua.
Wali Kota Balikpapan Rizal Effendi menyebut, kebijakan yang dituangkan dalam surat edaran merupakan upaya pemkot. Mengantisipasi tingginya angka penularan. Khususnya bagi mereka yang bekerja di perusahaan swasta. Dalam edaran tersebut dianjurkan separuh karyawan bekerja dari rumah.
Kebijakan itupun sudah dimulai sejak Senin (3/8) lalu. "Selalu evaluasi. Kalau satu minggu sudah tenang, ya minggu depan sudah bisa mulai lagi (bekerja normal). Kalau tidak, ya dua minggu," ujarnya.
Selain kasus-kasus baru di perusahaan swasta, Rizal juga mengatakan bahwa kebijakan itu berlaku bagi Aparatur Sipil Negara (ASN). Mereka yang WFH disesuaikan. Diutamakan bagi yang berusia di atas 50 tahun. Itu karena dianggap rentan terpapar. Dengan risiko lebih tinggi dibandingkan bagi mereka yang usianya lebih muda. "Sudah. DKK (Dinas Kesehatan Kota) ada dua kena, pendidikan rasanya sudah ada sepuluh. Itu (COVID-19) sudah meluas," ungkapnya.
Bahkan tenaga medis di salah satu rumah sakit juga terpapar. Sehingga Rizal merasa perlu mengeluarkan kebijakan WFH jilid dua. "Rumah sakit kita kan 17 orang yang kena," katanya.
Ia tak menampik kebijakan itu berdampak bagi sektor ekonomi. "Kalau pemerintahan nggak terlalu, tapi kalau perusahaan kan mungkin terasa," katanya.
Sebagai konsekuensi. Perusahaan yang menerapkan WFH, bagi setengah karyawannya, akan menurunkan kegiatan produksi. Namun Rizal sendiri tampaknya belum membuat kebijakan lain untuk mengatasi hal tersebut. "Sementara tidak. Karena kan pergerakan ekonomi mulai jalan," katanya.
Ia yakin kondisi perekonomian Kota Minyak akan membaik dalam waktu dekat. "Pendapatan daerah kan juga mulai besar. Mungkin kita belum sampai ke sana," imbuhnya.
Sebelumnya, Ketua DPRD Balikpapan Abdulloh tak setuju. Menurutnya kebijakan eksekutif terkait WFH karyawan swasta, merupakan suatu kemunduran. Apalagi di saat fase kedua new normal sedang berlangsung.
Selain merugikan pengusaha, kata dia, WFH juga akan berdampak meningkatkan beban anggaran yang ditanggung pemkot dalam pemberian subsidi.
Sementara dari sisi lain, karyawan yang dirumahkan akan merasakan dampak sosial dan ekonomi. Sebab tidak memiliki penghasilan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. "Kalau dilakukan (kebijakan SE) itu mau makan apa, mau kerja apa, dan itu akan menjadi beban pemerintah," katanya.
Legislator Golkar Dapil Balikpapan Utara (Balut) itu menegaskan. Tidak sepakat dengan surat edaran tersebut. Menurutnya tidak efektif dalam menangani penyebaran COVID-19. Ia sepakat jika pemerintah dan pihak swasta sama-sama menerapkan protokol COVID-19.
"Ini saya tidak sepakat. Di daerah lain, normal sudah berlaku, dan ini mengarah kepada kemajuan bukan kemunduran. Seharusnya adalah upaya penegakan pelaksanaan protokol kesehatan," urainya.
Ia juga tak setuju WFH kembali diberlakukan di kalangan Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan pemkot. "Di klaster saja daerah mana yang terjangkit, di situ diketatkan dan awasi, terapkan protokol," imbuhnya. (ryn/eny)