Seleksi Ketat di Tempat Rawat

Selasa 28-07-2020,20:08 WIB
Reporter : Disway Kaltim Group
Editor : Disway Kaltim Group

Sementara itu, Kepala Bagian Humas RSUD AWS Samarinda dr Arysia Andhina menjelaskan, pembedaan pasien itu pasti ada. Gejala COVID-19 dengan yang non-COVID-19. Triage. Proses penentuan atau seleksi pasien. Ada beberapa kategori Triage. Tertuang dalam empat garis berwarna.

Ada kategori merah. Pasien kategori ini membutuhkan penanganan prioritas pertama. Karena, kondisinya sudah kritis. Ada juga kategori kuning. Kalau ini prioritas kedua. Tapi, juga membutuhkan pertolongan segera. Hanya saja, pasien tidak kritis.

Kalau kategori hijau, pasien dengan cedera ringan. Biasanya mampu berjalan atau mencari pertolongan sendiri. Sementara hitam untuk pasien yang meninggal. “Habis dari triage ini, langsung ruang COVID-19. Kalau indikasinya ke ciri-ciri penderita virus ini,” tuturnya.

Dalam pemisahannya pun, tim medis tetap menggunakan alat pelindung diri (APD). Sehingga, tenaga medis aman. Pasien juga aman dari paparan virus tadi. Kalau masalah stok APD, di RSUD AWS masih sangat cukup. “Masih ada,” singkatnya.

Sama halnya di RSUD IA Moeis, di Jalan Rifaddin, Samarinda Seberang. Direktur RSUD IA Moeis Syarifah Rahimah menjelaskan, juga menggunakan sistem triage tadi. Mereka juga menggunakan form skrining dari Kementerian Kesehatan. Untuk pembedaan penanganan pasien.

Pun sampai sekarang, rumah sakit ini tidak mengenal namanya protokol kesehatan. Mereka menggunakan standar prosedur operasional (SPO). Banyak yang diatur di dalamnya. Salah satunya penggunaan APD saat melayani pasien. Dalam kondisi apapun.

APD ini juga terbagi menjadi tiga level. Kalau level satu, dipakai oleh tim keamanan. Atau, karyawan non-medis. Atau tidak bersentuhan langsung dengan pasien. Kalau APD level dua untuk ruang poliklinik.

Sementara kalau APD level tiga, diperuntukkan tim medis bersentuhan langsung dengan pasien. Seperti di ruang IGD Triage, ruang isolasi dan ruang operasi. “Setiap level ada aturannya juga. Itu ada tertulis. Saya tidak hafal,” ungkapnya.

Ada komite K3RS yang memantau SPO tadi. Mereka juga yang menjamin kesehatan dan keselamatan kerja. Seluruh karyawan pun harus melakukan rapid test. Pengujian ini rutin dilakukan. “Pemeriksaan swab ke karyawan juga kami lakukan,” tambahnya.

Di waktu yang berbeda, Juru Bicara Tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, Andi M Ishak mengungkapkan, protap penanganan pasien COVID-19 dan non memang ada.

Pastinya dibedakan kedua kategori tadi. Penanganannya juga berbeda. Tenaga medis, alat medis semua dipisah. Tidak dicampur. “Semua sudah diatur dalam aturan dari Kementerian Kesehatan,” celetuknya.

Tapi terkait penilaian atau evaluasi untuk itu belum ada. Ada yang mengawasi sendiri. Karena, setiap rumah sakit memiliki protap sendiri. Kalau mereka tidak melakukan aturan tersebut akan berpengaruh terhadap akreditasi rumah sakit.

“Akreditasi mereka akan turun. Itu sudah berjalan secara sistem. Itu akan selalu di evaluasi oleh tim akreditasi. Jadi, pasti mereka akan lebih taat dengan aturan tersebut,” pungkasnya. (mic/eny/dah)

Tags :
Kategori :

Terkait