Seleksi Ketat di Tempat Rawat

Selasa 28-07-2020,20:08 WIB
Reporter : Disway Kaltim Group
Editor : Disway Kaltim Group

Andri Nova awalnya waswas kalau saat harus ke rumah sakit. Pandemi COVID-19 membuatnya khawatir tertular. Meski rumah sakit menerapkan protokol ketat. Termasuk pemisahan pasien non covid. Bagaimana penerapannya?

----------------

WARGA Muara Jawa ini harus rutin ke rumah sakit. Menemani sang ayah berobat. Sebulan sekali. Berobat ke RSUD Abdul Wahab Syahrani (AWS) Samarinda. Tidak mengenal adanya COVID-19. Bahkan, harus menginap di sana.

“Awalnya takut. Tapi mau nggak mau. Saya menemani bapak saya,” ungkapnya. “Lama kelamaan sudah biasa. Karena, sudah menjadi rutinitas saya. Selasa nanti (hari ini), saya akan kesana lagi,” katanya lagi.

Ia bercerita protokol di sana ketat. Sejak awal ia datang. Harus melalui antrean di luar. Itupun menggunakan nomor. Dibedakan antara nomor yang ambil langsung di tempat (offline) dan yang online.

Protokol kesehatan wajib dilakukan. Jaga jarak, harus mencuci tangan, pemeriksaan suhu tubuh dan wajib menggunakan masker. “Ribet lah pokoknya. Panas-panasan di luar. Nanti akan dipanggil pakai pengeras suara,” ungkapnya.

Belum lagi berkas harus lengkap. Mulai dari rapid test, KTP dan surat rujukan. Karena ia dari luar kota. Jadi harus menggunakan rapid test yang menunjukan hasil non-reaktif. Beda halnya kalau masyarakat Samarinda. Hanya menggunakan KTP dan surat rujukan.

Jadi selama bolak-balik ke rumah sakit itu, ia harus membuat surat domisili. Karena jika setiap jaga harus dilengkapi syarat rapid test, akan menambah beban biaya lagi.

Itu tahapan pertama. Mereka harus memastikan semua steril dulu baru bisa masuk. Kalau tidak steril tidak boleh masuk. Kalau sudah di dalam, sudah pasti steril. “Itu sih bulan lalu. Nggak tahu sekarang seperti apa,” celetuknya. “Kalau berkas tidak lengkap, mereka tidak mau dilayani. Terutama surat rapid test,” katanya lagi.

Setelah itu, barulah ke ruang poli yang dituju. Kalau orangtuanya ke poli hematologi (penyakit dalam). Nanti di situ baru ditentukan akan rawat inap atau rawat jalan. Karena, orangtuanya mengidap penyakit leukimia (kanker darah) jadi pasti rawat inap.

Karena harus dilakukan penambahan sel darah merah. Tapi, tim medis menggunakan APD. Walaupun tidak selengkap di ruang isolasi. Yang boleh menjaga itupun hanya satu orang. Bisa bergantian. Tapi, harus didata. Saat awal akan dilakukan rawat inap.

“Nanti akan ada yang data saat pendaftaran rawat inap. Kalau beda orang yang didaftarkan tidak boleh masuk. Karena ada kartu penjaga yang kita pegang,” ucapnya.

Ketakutan itu pun yang dirasakan oleh Direktur Politeknik Negeri Samarinda Ramli. Sekarang ini, seandainya dirinya sakit. Ia lebih memilih untuk beristirahat di rumah. Ataupun mencari obat herbal. Menurutnya, rumah sakit bisa lebih mengancam kesehatannya.

“Syukur saja selama COVID-19 ini, saya tidak pernah sakit,” kata Ramli, Jumat (24/7). “Tapi, saya takut ke rumah sakit selama wabah ini melanda,” tambahnya.

SELEKSI PASIEN

Tags :
Kategori :

Terkait