Petani Mau Dukung Asal Untung

Kamis 16-07-2020,20:58 WIB
Reporter : Disway Kaltim Group
Editor : Disway Kaltim Group

Pun, perubahan harga ini masih belum terealisasi pada Maret lalu. Ia berharap harga ini sudah digunakan untuk masa panen di akhir Juli nanti. "Ya semoga saja," tandasnya.

KUALITAS PENGGILINGAN

Yang terakhir ialah soal Rice Milling Unit  (RMU). Mesin penggilingan. Menurutnya, penggilingan yang ada di PPU masih belum sesuai standar. Itu yang menyebabkan beras petani tidak mendapatkan harga bagus.

Padahal, ia meyakini beras Babulu tak kalah dengan beras asal Sulawesi dan Jawa. Beras itu yang biasa dibeli masyarakat. Jika beras tidak lagi utuh, bulirnya patah, harga beli jelas rendah. Tidak masuk klasifikasi beras premium. Lebih banyak yang patah, turun jadi kelas medium bahkan konsumsi.

Akhirnya, rata-rata gabah hasil panen petani tak sedikit yang menghasilkan menir. “Nah, menir saja di sini dihargai Rp 2.000 saja. Jelas tidak untung,” sebutnya.

Sutardi mengungkapkan, pengaruh besar hal ini terjadi pada proses pengupasan. "Ibaratnya, penggilingan yang ada di sini dikupas dengan paksa. Beda dengan RMU yang ada di selatan (Banjarmasin), di sana sudah standar industri. Jadi hasilnya bagus. Menirnya hanya kira-kira 10 persen," urainya.

Itulah kenapa para pedagang di Banjarmasin berani membeli hingga ke PPU. Mereka bisa jual harga lebih bagus. Karena kualitas penggilingan padi di Kalsel sudah sesuai standar.

Rahmad, petani padi asal Desa Sumber Dari, Kecamatan Babulu menambahkan. Benar hasil gabah Babulu banyak terjual ke pengusaha luar daerah. Dari sudut pandang petani gaya sederhana. "Kami jelas cari harga yang paling bagus," sebut Rahmad.

Makanya tak jarang beras Babulu yang dibeli pengusaha asal luar daerah, kembali lagi ke PPU dengan harga yang lebih baik. Jika dibanding beras hasil penggilingan lokal. "Padahal beras Babulu. Tapi kalau datang dari Banjar, harganya bisa Rp 9.000," imbuhnya.

TIPIS  UNTUNG

Sutardi menguraikan, biaya kebutuhan petani dari persiapan lahan, tanam hingga panen sampai menjadi beras berkisar Rp 11 juta - Rp 13 juta per hektarenya. "Satu hektar mungkin hanya untung Rp 2 juta. Itu juga kalau hasil panennya bagus," katanya.

Kebutuhan untuk persiapan awal. Penyemprotan. Lalu penggarapan lahan menggunakan traktor atau hand tractor. Kemudian pengapuran untuk mengurangi keasaman tanah.

Selanjutnya benih. Biasanya masih ada bantuan benih dari pemerintah. Gratis. Namun yang tidak memperoleh harus beli sekira Rp 5.000 rupiah per kg. Kebutuhan per hektare sekira 30-100 kg. Tergantung cara tanam. Tebar atau semai. Ada lagi kebutuhan pestisida dalam perawatan. Bergantung hama dan penyakit yang dihadapi.

Terakhir ialah ongkos panen. Menggunakan alat mesin pertanian (alsintan). Ongkosnya berkisar Rp 20 ribu - 25 ribu per karungnya. Ukuran 50 kg. Per hektare bisa mencapai 60 sampai 100 karung.

Ongkos tambahan masih diperlukan untuk angkat gabah dari sawah ke rumah atau penggilingan. Rata-rata biaya Rp 10 ribu per karung. Lalu jemur. Biayanya Rp 8 ribu per karungnya. Usai tahap penjemuran GKP menjadi GKG akan susut sekira 10 persen.

Untuk upah giling, berlaku 10 banding 1 karung. Jadi, dari 10 karung yang digiling ongkosnya 1 karung.

Tags :
Kategori :

Terkait