Bankaltimtara

Asal Usul Senjata Kasus Penembakan di THM Samarinda Didapat, Ternyata dari Mantan Brimob

 Asal Usul Senjata Kasus Penembakan di THM Samarinda Didapat, Ternyata dari Mantan Brimob

Rekonstruksi adegan penembakan oleh eksekutor yang menembak korban menggunakan senjata api revolver.-Mayang/Disway Kaltim-

SAMARINDA, NOMORSATUKALTIM - Senjata yang digunakan pelaku penembakan di depan THM Crown Samarinda ternyata ilegal.

Fakta itu disampaikan Kapolresta Samarinda Kombes Pol Hendri Umar. Senjata tersebut bukan berasal dari institusi Polri maupun TNI.

Hasil uji balistik dan forensik menegaskan bahwa senjata itu merupakan jenis pabrikan non-organik, yang diperoleh pelaku secarta ilegal.

Kasus penembakan yang terjadi pada awal Mei 2025 itu sempat menggemparkan warga Samarinda. Insiden berdarah di kawasan Jalan Imam Bonjol tersebut menyebabkan satu korban, yakni Dedy Indrajit Putra meninggal dunia.

Polisi kemudian menetapkan Sepuluh tersangka. Termasuk pelaku utama berinisial J alias I, yang bertindak sebagai eksekutor yang melepaskan tembakan ke arah korban Dedy Indrajit Putra.

Dalam perkembangan terbaru, Kapolresta Hendri Umar mengungkap hasil penyidikan mendalam, guna menelusuri asal-usul senjata api yang digunakan dalam aksi penembakan tersebut.

"Dapat kami sampaikan bahwa senjata api yang digunakan dalam penembakan ini, setelah dilakukan pengecekan balistik dan forensik, merupakan jenis senjata pabrikan. Tapi senjata itu bukan organik dari TNI maupun Polri," ujar Hendri, Kamis 13 November 2025.

Dari hasil penyidikan, polisi menemukan bahwa senjata api tersebut semula dimiliki oleh seorang oknum anggota Brimob di Samarinda Seberang, berinisial D.

Ia terbukti menjual senjata itu kepada pihak yang tidak berwenang, yakni kepada pelaku utama penembakan berinisial J alias I.

"Yang bersangkutan, yaitu D, sudah mendapatkan putusan pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH). D Sempat mengajukan banding, tapi hasil banding juga menguatkan putusan kode etik. Jadi yang bersangkutan tetap diberhentikan tidak dengan hormat," jelas Hendri.

Menurut Hendri, D dijatuhi sanksi berat karena melakukan jual-beli senjata api tanpa izin dan kepada orang yang bukan aparat negara.

Hendri menjelaskan kronologi panjang perjalanan senjata tersebut. Hasil penyidikan menunjukkan, Pada 2018, D memperoleh senjata itu saat bertugas sebagai personel bantuan kendali operasi (BKO) di Jakarta.

Di sana, D ditawari oleh seorang sipil untuk membeli senjata api yang saat itu dalam kondisi rusak dan tidak layak pakai.

"Senjata itu diperoleh pada tahun 2018 dari seorang warga sipil di Jakarta. Waktu dibeli, kondisinya sudah rusak dan tidak layak digunakan," ungkap Hendri.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: