PN Samarinda Tegaskan Mekanisme Restitusi: Bayar, Sita, atau Kurungan
Juru Bicara PN Samarinda, Jemmy Tanjung Utama-Mayang Sari/ Nomorsatukaltim-
SAMARINDA, NOMORSATUKALTIM - Pengadilan Negeri (PN) Samarinda memutuskan untuk mengabulkan sebagian permohonan restitusi dalam perkara tindak pidana penganiayaan yang berujung pada kematian.
Putusan itu dibacakan dalam sidang dengan Nomor Perkara 1/Res.Pid/2025/PN Smr yang dipimpin oleh Hakim Agung Prasetyo, Kamis, 21 Agustus 2025 lalu.
Perkara ini bermula dari tindak pidana penganiayaan yang dilakukan seorang terdakwa terhadap korban hingga meninggal dunia.
Keluarga korban kemudian mengajukan permohonan restitusi atau ganti kerugian melalui jalur peradilan.
BACA JUGA: PN Samarinda Kabulkan Restitusi Korban Pembunuhan, Istri Dapat Ganti Rugi Rp306 Juta
Juru Bicara PN Samarinda, Jemmy Tanjung Utama menjelaskan, bahwa majelis hakim menilai permohonan yang diajukan sah menurut hukum, namun hanya sebagian yang bisa diterima.
"Pertama, mengabulkan permohonan sebagian. Kedua, menyatakan perbuatan tindak pidana penganiayaan yang mengakibatkan kematian yang dilakukan termohon telah menimbulkan kerugian kepada pemohon. Ketiga, membebankan termohon untuk membayar restitusi kepada pemohon sejumlah Rp306.303.000," ujar Jemmy.
Majelis hakim merinci mekanisme pembayaran agar putusan restitusi tidak berhenti di atas kertas. Uang ganti rugi wajib diserahkan terdakwa kepada pihak korban paling lambat 14 hari setelah adanya peringatan tertulis dari pengadilan pasca putusan berkekuatan hukum tetap.
Apabila dalam tenggat waktu tersebut terdakwa tidak melakukan pembayaran, jaksa diberi kewenangan untuk menyita dan melelang harta benda terdakwa. Hasil lelang kemudian akan diserahkan kepada korban untuk menutupi nilai restitusi.
BACA JUGA: Penerapan Restitusi untuk Korban Pidana Masih Lemah, Ini Alasannya Menurut Ketua PERADI
"Kalau terdakwa tidak membayar secara sukarela, jaksa punya kewenangan menyita dan melelang aset-asetnya. Uang hasil lelang itu langsung diserahkan kepada korban untuk menutupi restitusi. Jadi ada jaminan konkret bahwa putusan restitusi ini bisa dijalankan," terang Jemmy.
Namun, apabila nilai harta benda terdakwa tidak mencukupi, sisanya akan diganti dengan pidana kurungan enam bulan. Menurut Jemmy, skema tersebut dirancang agar ada kepastian bahwa hak korban benar-benar dipenuhi.
"Skema ini menjadi bentuk jaminan hukum agar restitusi benar-benar dipenuhi, tidak hanya berhenti sebagai putusan di atas kertas," tegasnya.
Selain itu, majelis hakim juga menyatakan bahwa biaya perkara nihil, sesuai ketentuan Pasal 12 ayat (3) Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 2022 tentang tata cara penyelesaian permohonan restitusi dan kompensasi.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
