Soal Tarif Tol Balsam, Tunggu Menteri Basuki
Pada 1 Juli 2020. Komisi V DPR RI menggelar rapat kerja (raker) bersama tiga instansi. Yakni Kementerian PUPR, Kementerian Perhubungan dan Kakorlantas Polri. Ketika itu, agendanya evaluasi sarana dan prasarana arus mudik dan arus balik Hari Raya Idulfitri 2020.
Sayang ketika rapat tersebut, Meteri Basuki tidak hadir. Kementerian PUPR diwakili Sekjen Kementerian PUPR Anita Firmanti Eko Susetyowati. Hadir pula Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dan Kakorlantas Polri, Irjen Pol. Istiono.
Namun Irwan tetap menyampaikan kepada perwakilan Kementerian PUPR. Tepatnya menagih obrolan pada rapat sebelumnya. Kali ini ia memberi sedikit penegasan. Soal apa yang dirasakan masyarakat Kaltim. Menurut Irwan, mempertanyakan tarif tol menjadi hal wajar bagi warga Kaltim. Kenapa wajar? Karena inisiasi jalan tol itu, mulanya hasil kontribusi dari APBD Kaltim.
“Sehingga ini agar benar-benar dibijaki. Pak Menteri (PUPR) janji segera membicarakan ini dengan BUJT, mudah-mudahan ada jawaban dan progresnnya. Mudah-mudahan ini jadi prioritas kawan-kawan PUPR," kata Irwan dalam raker tersebut.
Sebagai perwakilan Kementerian PUPR, Anita menjawab bahwa pihaknya masih membahas penurunan tarif tersebut. Adanya kontrubusi APBD Kaltim terhadap pembangunan jalan tol pertama di Kalimantan itu, akan menjadi pertimbangan besar. Khususnya untuk merumuskan keputusan penurunan tarif.
"Kontruksi dari APBD dan APBN ini, dapat memberikan kontribusi yang cukup besar untuk menurunkan tarif. Kami merasa, sebenarnya tarif sudah masuk perhitungan. Namun mungkin sekarang perlu (diturunkan) dengan kemampuan masyarakat menurun. Sehingga perlu ada pendekatan-pendekatan di dalam perhitungan tarif," ungkapnya.
Kepada Disway Kaltim, Irwan menyampaikan bahwa pada perinsipnya Menteri Basuki sepakat. Menurunkan tarif dengan pertimbangan adanya kontribusi APBD Kaltim. "Tinggal menunggu realisasi oleh menteri. Yang dijadikan acuan kan jawaban menteri," ungkap Irwan.
Masih soal tarif. Awal Januari lalu, media ini juga bertemu dengan Awang Faroek Ishak (AFI). Di ruangannya di DPR RI, Senayan. Mantan gubernur Kaltim dua periode itu salah satu motor dari terwujudnya jalan tol tersebut.
Ia bercerita. Mulanya memang tidak ada yang melirik. Baik DPRD Kaltim saat itu hingga pemerintah pusat. Menurut mereka tidak ada nilai keekonomiannya membangun jalan tol Balikpapan-Samarinda itu. Awang keukeuh. Maka mulailah dengan menggunakan APBD. Khususnya dalam pembebasan lahan tersebut.
Bahkan, proyek ini sempat mangkrak. Sebelum akhirnya pemerintah pusat, ketika itu masih Presiden SBY, mulai memberi angin segar kelanjutan proyek tol pertama di Kalimantan ini. “Pada masa Jokowi, lebih mudah lagi. Lebih didukung lagi,” imbuh Awang.
Untuk diketahui, Jalan Tol Balsam resmi beroperasi sejak 17 Desember 2019. Diresmikan Presiden RI Joko Widodo. Namun belum semua seksi dibuka. Baru seksi 2, 3 dan 4 yang beroperasi. Dari 5 seksi yang ada.
Setelah digratiskan selama kurang lebih 6 bulan. Per 14 Juni 2020, tol tersebut mulai barbayar. Keputusan itu berdasarkan SK Menteri PUPR Nomor 534/KPTS/M/2020 tentang Penetapan Golongan Kendaraan Bermotor dan Besaran Tarif Tol pada Jalan Tol Balikpapan-Samarinda seksi 2, 3 dan 4 (Samboja-Simpang Pasir dan Jembatan Mahkota II).
Berdasarkan SK menteri tersebut, rute dari Samboja-Simpang Pasir untuk golongan 1 Rp 75.500, golongan II Rp 113.000, golongan III Rp 113.000, golongan IV Rp 151.000 dan golongan V Rp 151.000. Rute sebaliknya, tarif tolnya sama.
Sementara rute Samboja-Simpang Jembatan Mahkota II, untuk golongan I Rp 83.500, golongan II Rp 125.500, golongan III Rp 125.000, golongan IV Rp 167.500 dan golongan V Rp 167.500. Rute sebaliknya, tarifnya sama.
Sejumlah masyarakat Kaltim, termasuk anggota DPRD Kaltim menilai tarif tersebut kemahalan. Mencapai Rp 1.000-an lebih per kilometer. Sebagian anggota DPRD Kaltim menginginkan agar tarif tol diturunkan menjadi Rp 500 per kilomenter. (sah/dah)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: