Berwisata setelah WFH, Menikmati Pantai Pamedas dan Sungai Air Hitam
Ada beberapa jenis mangrove di sisi sungai itu yang buahnya menjadi makanan bekantan. Seperti jenis mangrove api-api, rambai, nipah dan tumbuhan paku-pakuan. Pohon mangrove juga telah menjadi habitat utama hewan endemik Kalimantan itu.
Sungai Air Hitam bukan hanya tentang wisata bekantan dan mangrove. Tapi juga ada wisata bahari, yaitu perkampungan nelayan dengan rumah-rumah di atas air. Wisatawan juga akan dibawa melihat situasi perkampungan atas air di muara sungai itu dalam satu paket wisata.
Perkampungan itu adalah Kelurahan Samboja Kuala. Menurut Aidil, Samboja Kuala adalah salah satu kampung tertua di pesisir Kutai Kartanegara. Rumah-rumah nelayan di kelurahan itu berjejer di Bantaran Sungai. Pemandangan klasik itu semakin ciamik dengan kapal-kapal nelayan yang bersandar lansung di teras rumah warga.
Selain itu, Sungai Air Hitam juga menyimpan cerita sejarah perlawanan masyarakat Samboja pada masa penjajahan Belanda dan Jepang. Oleh karena itu, rencana pengembangan wisata bekantan Sungai Air Hitam dintegrasikan dengan wisata bahari beserta sejarahnya.
Aidil menceritakan, masyarakat telah mengelola kawasan itu sebagai objek wisata sejak medio 1900-an. Kala itu, wisatawan asinglah yang justru sering datang berkunjung. Bahkan sampai sekarang, objek wisata itu, masih menjadi primadona bagi wisatawan dari Eropa seperti Jerman, Prancis, Belanda. Kemudian wisatawan dari Amerika dan Australia. Dan negara-negara Asia seperti Jepang, Korea Selatan dan Tiongkok.
"Dulu kami membawa tamu (pengunjung) menyusuri sungai hanya menggunakan perahu dayung. Tarifnya Rp 60 ribu. Belum punyak kapal yang pakai mesin motor waktu itu," tuturnya.
Baru pada 2004, seorang wisatawan asing dari Jerman, namanya Helmut. Ia menyumbangkan sebuah perahu bermesin kepada kelompok masyarakat pengelola wisata tersebut. Sejak saat itu, masyarakat secara bergantian membawa tamu-tamu asing yang berkunjung.
Seiring berjalannya waktu, wisata bekantan Sungai Air Hitam kian dikenal. Wisatawan dalam negeri pun mulai sering datang berkunjung. Seperti dari Jakarta, Sumatera dan kota-kota lainnya. Aidil menyebutnya sebagai wisatawan lokal.
"Saya sebenarnya lebih senang orang lokal yang berkunjung. Ketimbang orang asing. Karena bekantan ini kan endemik Kalimantan," ujar Aidil.
Namun nyatanya, kawasan wisata itu baru mendapat perhatian wisatawan lokal dari Samarinda dan Balikpapan sejak setahun lalu. Setelah Aidil dan 20 anggota Pokdarwis dilantik. Mereka kemudian menyusun rencana pengembangan wisata. Di dalam struktur Pokdarwis ada yang memang bertugas mempublikasikan objek wisata itu melalui media sosial.
Pemerintah selain membentuk Pokdarwis, juga membangun Dermaga dan mendorong keterlibatan sejumlah BUMN di sekitar untuk terlibat dalam pengembangan. Akhirnya perusahaan seperti Pertamina EP, Pertamina Hulu Mahakam (PHM), Pertamina Hulu Sangasanga (PHSS) turut menempatkan dana CSR nya untuk pengembangan wahana wisata tersebut.
Kini, kata Aidil, hampir setiap akhir pekan ada pengunjung. Paling tidak 25 orang. Baik dari luar daerah maupun dari Samarinda dan Balikpapan. "Armadanya juga memang masih terbatas. Hanya ada lima. Jadi kalau banyak pengunjung juga akan sulit dilayani," ungkap dia.
Pokdarwis pun kini tengah bersiap. Untuk kembali menerima kunjungan wisata. Setelah tiga bulan mereka menutup objek wisata itu. Karena pandemi COVID-19. "Kita buka sudah seminggu. Setelah mendapat izin dari pemerintah setempat. Dan kita buka dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan," pungkasnya.
BALIKPAPAN MASIH TUTUP
Minggu (5/7) Disway Kaltim juga melanjutkan mengunjungi dua objek wisata di Balikpapan. Yaitu Pantai Segara Sari Manggar dan Pantai Lamaru. Kadua lokasi wisata itu, terlihat masih ditutup.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: