Produktivitas Perkebunan Nonsawit Kaltim Masih Rendah

Produktivitas Perkebunan Nonsawit Kaltim Masih Rendah

Perkebunan diharapkan bisa menjadi sektor ekonomi yang bisa menggantikan peran migas. Namun sampai saat ini produktivitas tanaman perkebunan nonsawit seperti karet, kelapa, lada, kakao dan aren, masih rendah. Meski memiliki kecenderungan meningkat setiap tahun.

“Produktivitas perkebunan nonsawit masih di bawah potensi genetiknya. Misalnya potensi genetiknya bisa produksi 10 buah.  Tapi kenyataannya hanya bisa produksi 2 buah,” kata Kepala Dinas Perkebunan Kaltim, Ujang Rahmad, baru-baru ini.

Beberapa hal menjadi penyebab rendahnya produktivitas tanaman. Pertama, pembibitan. Para petani mengambil bibit asal tanam yang tidak bersertifikat. Bibit yang kurang baik akan berpengaruh pada produksi hasil panen. Sementara, tanaman umumnya baru bisa berbuah di usia 4 tahun.

Sehingga, jika menggunakan bibit yang tidak baik, petani akan mengalami kerugian materi dan waktu. Karena hasil panen tidak sesuai harapan. “Itu kenapa bibit komoditas perkebunan harus benar-benar berkualitas tinggi dan bersertifikasi. Agar produktivitas sesuai potensi genetiknya,” lanjut Ujang.

Dalam rangka peningkatan produksi perkebunan, Disbun memiliki 4 program. Yakni perluasan, peremajaan, rehabilitasi, dan intensifikasi. Perluasan adalah program untuk menambah luasan lahan perkebunan. Sementara peremajaan adalah penggantian tanaman yang sudah memasuki umur tua dengan tanaman baru. 

“Kalau rehabilitasi itu misalnya dalam 1 hektare ada 140 tanaman. Kita sisipi tanaman baru untuk merehab tanaman yang rusak atau produktivitasya rendah,” jelas ujang.

Sedangkan intensifikasi adalah memperbaiki produktivitas tanaman melalui peningkatan faktor-faktor input dan konsitensi pemeliharaan. Semua program tersebut dikatakan Ujang untuk meningkatkan produksi. “Produksi itu faktor dari luas dikali produktivitas. Makanya kita lakukan  program-program tersebut,“ sambungnya.

Oleh karena itu Ujang menyebut, dalam program penanaman baru baik rehabilitasi atau pun peremajaan, pihaknya selalu memastikan menggunakan bibit berkualitas unggul dan bersertifikasi. Ia menambahkan, bibit unggul bisa didapatkan dari Disbun mau pun dari masyarakat yang memiliki izin usaha produksi pembibitan benih perkebunan. Hal ini dapat mendorong ekonomi kerakyatan di tingkat petani. Karena pekebun berpartisipasi menyediakan bibit tanaman perkebunan.

Produtivitas rendah bisa juga disebabkan oleh kurangnya asupan pupuk pada tanaman. Yang menyebabkan tanaman rentan terserang hama penyakit. Untuk memenuhi kebutuhan pupuk bagi para pekebun, Ujang menyebut pihaknya sudah menyediakan penyediaan pupuk.

Pengajuan pupuk subsidi dapat diajukan melalui Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok Tani (RDKK). Yakni semacam pengajuan kebutuhan kelompok untu satu musim tanam. Sementara untuk pupuk non subsidi bisa diadakan melalui bantuan proyek dalam program intensifikasi.

“Kami juga sudah melakukan kerjasama dengan PT. Pupuk Kaltim untuk menyediakan pupuk dekat dengan kebutuhan petani. Tepat jumlahnya dan tepat harganya.”

Selain itu, Ujang mengatakan teknik budidaya perkebunan masing-masing petani juga menentukan kualitas produksi. Dalam konteks meningkatkan produktivitas tersebut, semua harus saling berkaitan.  “Mulai dari pembibitan, pupuk, dan dijaga dari hama penyakit. Begitu juga dengan ketersedian air dan perlindungan dari risiko kebakaran lahan perkebunan,” terang Ujang.

Jika semua hal tersebut dilakukan secara optimal. Maka produktivitas tanaman akan meningkat sesuai dengan potensi genetiknya. Upaya inilah yang dilakukanoleh Disbun untuk memastikan produktivitas komoditas perkebunan maksimal. (krv/yos)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: