Kaos Jukut Samarinda yang Enggan Meredup
Khajjar Rohmah - Samarinda
Industri pariwisata menjadi salah satu sektor yang paling terpukul selama pendemi COVID-19. Pergerakan wisatawan baik domestik dan mancanegara menurun tajam. Bahkan berada di titik nadir. Kondisi ini juga berimbas pada sektor pendukungnya. Yakni industri ekonomi kreatif.
Hal itu dirasakan Novi Medyani, pemilik Kaos Jukut Samarinda. Toko oleh-oleh khas Kaltim ini, mengaku harus menutup tokonya selama 2 bulan. Karena sepinya pembeli.
"Tutup sejak Maret sampai akhir Mei kemarin. Baru buka lagi awal Juni ini," sebut Novi kepada Disway Kaltim, Senin (15/6). Namun jauh sebelum COVID-19 melanda, bisnisnya tak mengalami perkembangan signifikan. Novi menyebut sejak 2017 kondisi usahanya stagnan. Hal ini karena bisnisnya sangat tergantung pada industri pariwisata. Sementara, Samarinda bukan kota wisata utama.
Sebab lain kata dia, bisnisnya juga terkena imbas oleh krisis ekonomi saat harga batu bara jatuh antara tahun 2015 hingga 2016. Banyaknya perusahaan pertambangan yang tutup, menyebabkan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) besar-besaran. Sejak itu, tingkat penjualan pun melesu.
"Sebelumnya kan banyak pekerja dari luar Kaltim hilir mudik. Jadi mereka pasti belanja oleh-oleh. Saat mereka di PHK, ya kami terdampak," keluhnya.
Meski begitu, industri kreatif yang telah ia rintis sejak 2012 silam itu tetap bertahan. Kuncinya adalah pandai melihat peluang dan menjalin mitra kerja sama dengan berbagai pihak. Apalagi kata dia, Kaos Jukut Samarinda merupakan pionir produksi brand t-shirt lokal khas Kaltim. Layaknya brand kaos Dagadu di Jogja atau Joger dari Bali.
Novi juga optimistis, bisnisnya bisa kembali bangkit pasca pandemi. Ia kini tengah bersiap untuk memperluas segmen pasar dengan bergabung di marketplace nasional. Seperti BukaLapak, Shoppee dan Tokopedia. Karena ia menyadari, bisnisnya tak bisa hanya bergantung pada tingkat wisatawan yang datang ke Kota Tepian. Selain itu, ia juga harus mengikuti perkembangan zaman. Dimana saat ini ekonomi digital sedang berkembang pesat.
"Ini adalah upaya membuat produk bisa sampai ke konsumen. Tanpa datang kemari. Walau pun bagusnya memang harus ada experience ke sini," ujar pria yang memiliki hobby traveling ini.
Selain menjual kaos khas oleh-oleh khas Kaltim. Store Kaos Jukut yang terletak di Jalan A.M Sangaji Nomor 123 Samarinda ini juga menyediakan pernak-pernik lainnya. Seperti gantungan kunci, gelang, dan tempelan kulkas. Selain di store pribadi miliknya.
Produknya juga sudah tersedia di Gerai Panglima, Bandara APT Pranoto dan Galeri Dekranasda Samarinda. Harga jualnya pun beragam. Mulai dari Rp 10 ribu hingga Rp 50 ribu untuk produk souvenir. Dan Rp 75 ribu hingga 150 ribu untuk produk kaos.
Novi menyebut ia biasa memproduksi 100 hingga 150 pcs kaos per bulan. Proses produksi ia lakukan dengan sistem maklon di Pulau Jawa. Karena berbicara bisnis, ia menyebut lebih efisien melakukan produksi di Jawa. Walau ia mengatakan, sebenarnya ia ingin melakukan produksi di Kaltim. Namun dunia fashion Kaltim disebutnya belum mendukung untuk produksi dalam daerah.
"Pertama, di Kaltim ini, pabriknya gak ada. Toko kain, gak banyak. Konveksi kurang. Dan rata-rata barangnya dari luar juga semua.”
Alumni Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Unmul ini berupaya menjadikan Kaos Jukut Samarinda menjadi local brand yang bisa menjadi keunggulan daerah. Sehingga bisnisnya bisa berkembang dan dapat membuka peluang kerja bagi warga sekitar. (krv/yos)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: