Biduk-Biduk dan Kisah Putri Suluk, Runtuhnya Kerajaan Kayu

Biduk-Biduk dan Kisah Putri Suluk, Runtuhnya Kerajaan Kayu

Silih berganti investor masuk menyokong BUMN tersebut memproduksi hasil hutan kayu logging di Biduk-Biduk. "Investor asal Jepang, Arab Saudi, Cina pernah masuk ke wilayah ini. Sebagian mereka juga menikah dan memiliki keturunan di sini," tambahnya.

Keberadaan PT Daisy Timber ikut mewarnai peradaban Biduk-Biduk. Perusahaan pelat merah itu mempekerjakan warga lokal dari sebagian besar pekerjanya.

Sehingga menjadi sumber pendapatan utama masyarakat kampung. Pekerjanya yang berasal dari luar daerah, banyak yang menikah dan menetap di Biduk-Biduk. "Salah satunya ipar saya, yang mantan pekerja di Daisy Timber. Dia menikah dengan adik saya," ucapnya.

Namun kini, PT Daisy Timber tak lagi memproduksi kayu sebanyak dahulu. Kayu-kayu besar sudah hampir habis ditebang. Meski perusahaan tersebut berproduksi, namun dengan skala yang lebih kecil. Tak lagi banyak warga lokal yang bekerja.

Sebagian besar warga lokal eks pekerjanya, merantau ke luar daerah. Mencari pekerjaan lain. Yang memilih bertahan di kampung, tak punya banyak pilihan. Selain kembali ke laut, mengikuti jejak nenek moyangnya.

Mereka menjadi nelayan lokal. Karena kaya akan sumber daya perikanan. Oleh karena itu, Biduk-Biduk menjadi salah satu daerah penghasil ikan hingga sekarang.

Bahkan hasil tangkapan nelayan lokal itu, surplus jika hanya untuk memenuhi kebutuhan lokalnya. Sehingga ikan-ikan tangkapan nelayan sebagian di pasarkan ke Sangatta, Bontang, Samarinda, Balikpapan dan Tarakan.

Selain perikanan, sejak dulu Biduk-Biduk dikenal sebagai penghasil kelapa. Kelapa-kelapa itu pun dipasarkan ke kota-kota besar di Kaltim. Dalam bentuk kelapa bulat dan kopra.

Milla menceritakan, dahulu belum ada akses darat ke Sangatta, Bontang Samarinda dan Tarakan. Jalur distribusi untuk membawa hasil pertanian dan hasil laut dari Biduk-biduk dilakukan melalui jalur laut. Menggunakan kapal-kapal kayu. Yang menempuh perjalanan berhari-hari untuk sampai di tujuan.

 "Tidak sekali dua-kali kapal pemuat ikan dan kelapa itu karam di lautan, dihantam badai kencang" Milla meneruskan.

Begitu juga dengan proses mendatangkan logistik kebutuhan sembako, dilakukan melalui jalur laut.

Baru sekitar 10 tahun terakhir, akses darat terbuka, katanya. Itu pun karena ada bekas jalanan perusahaan kayu yang kini menjadi perkebunan kelapa sawit untuk dilalui. Sehingga kini, proses distribusi dilakukan melalui jalur darat dengan mobil-mobil pick up.

Dalam perjalanannya kemudian. Sejumlah objek wisata alam dikembangkan secara swadaya oleh masyarakat di kecamatan itu. Di antaranya yang paling terkenal ialah danau dua rasa Labuan Cermin, Air Terjun Bidadari dan Pulau Kaniungan.

Objek wisata itu mulai dikenal masyarakat luar setelah akses jaringan telekomunikasi terbuka di Biduk-Biduk. Tower BTS dibangun sekitar 2009. Sejak saat itu, masyarakat mulai mengenal media sosial. Melalui dunia maya, lokasi-lokasi yang menjadi tempat wisata lokal itu terpublikasi ke dunia luar.

Dan kini, wisata tersebut telah menjadi tumpuan ekonomi bagi warga sekitarnya. Ratusan penginapan dan homestay  dalam beberapa tahun terakhir dibangun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: