Pekerjaan Rumah dalam Pengembangan Pendidikan Vokasi

Pekerjaan Rumah dalam Pengembangan Pendidikan Vokasi

Aspek K3 merupakan bagian yang sangat penting dan harus diajarkan sedini mungkin kepada peserta didik. Karena dampak kecelakaan kerja bisa memiliki efek domino yang merugikan pekerja, keluarga pekerja, perusahaan, dan masyarakat. Hal yang juga perlu ditekankan dari awal adalah keselamatan kerja merupakan tanggung jawab setiap individu dan harus menjadi budaya yang mandarah daging dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari.

Dasar-dasar teknik diberikan sesuai dengan kurikulum yang diselaraskan dengan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) dan dirancang bersama-sama dengan praktisi industry. Sehingga menghasilkan kurikulum yang matching dengan kebutuhan industri.

Dalam pelaksanaan pemberian materi dan praktek bisa dibuat skema 50 persen diberikan akademisi dan 50 persen diberikan praktisi industri. Skema ini hanya sebagai contoh. Bisa disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi masing-masing institusi pendidikan vokasi.

Pembekalan proses bisnis dilakukan oleh praktisi industri yang telah menjalin Program Kerja Sama (PKS) dengan institusi pendidikan vokasi. Pelaksanaan bisa dilakukan selama 1-2 semester. Dengan mendatangkan Subject Matter Expert (SME) dari industri yang dapat mengenalkan proses bisnis (business process) dari hulu (upstream) sampai hilir (downstream).

Proses bisnis ini tergantung jenis industri yang disesuaikan dengan jurusan/program studi di institusi pendidikan vokasi tersebut. Dalam prakteknya bisa juga dilakukan cross type industry. Agar lebih komprehensif pemahamannya terhadap proses bisnis di berbagai industri. Pembekalan ini harus dilakukan secara intensif dan tidak musiman atau hanya formalitas saja. Karena kegiatan ini sangat penting dan dapat memberikan pemahaman sejak dini tentang proses bisnis.

***

Setelah tahapan pertama dilengkapi dengan pembekalan mental dan fisik, dasar K3, dasar teknik, dan proses bisnis, maka tahapan berikutnya pembekalan soft skills dan penempaan dalam dunia industri untuk menghasilkan peserta didik yang kreatif, inovatif, dan tangkas (agile).

Pembekalan soft skills bisa dimulai dari character building, communication skills, presentation skills, dan leadership skills. Setelah mengikuti dasar-dasar soft skills tersebut, peserta didik diharapkan mampu beradaptasi dan survive pada saat melakukan On the Job Training (OJT) di industri. Pelaksanaan soft skills bisa dilakukan mandiri dan berkolaborasi dengan praktisi industri yang telah menjalin PKS.  

Dalam penempaan creativity, innovation & agility memerlukan beberapa kondisi yang harus mendukungnya: PKS dengan berbagai industri dan kesiapan Teaching Factory (TEFA) pada institusi vokasi tersebut. Mengapa tahapan pertama harus dilakukan dengan benar dan terukur? Karena jika tahapan pertama dilakukan dengan benar dan terukur, maka peserta didik yang melakukan OJT di industri akan lebih siap untuk beradaptasi dan memberikan nilai tambah (added value) bagi industri. Jika tahapan pertama tidak dilakukan dengan benar dan terukur, maka peserta didik yang melakukan OJT justru akan menjadi beban dan merugikan bagi industri.

Program OJT harus dirancang dengan baik, pelaksanaan yang terorganisir dan sistematis, serta sistem evaluasi yang terukur dengan jelas. Masing-masing peserta didik akan dititipkan kepada mentor dari industri. Mereka akan diberikan penilaian sesuai kinerja yang dihasilkan.

Dalam prakteknya, mentor industri tidak akan melepas peserta didik sepenuhnya. Melainkan akan selalu dipantau dan dibimbing. Agar semakin matang dalam ‘belajar bekerja’ untuk mengasah kreativitas, inovasi dan ketangkasan dalam menghadapi dunia kerja yang nyata dengan banyak masalah yang harus diselesaikan.

***

Setelah melalui tahapan pembekalan soft skills dan penempaan creativity, innovation dan agility, tahapan berikutnya fokus pada penempaan kualitas, budaya industry, dan kewirausahaan pada peserta didik. Tujuan tahapan ini adalah terciptanya kebiasaan bekerja secara sistematis, efektif, efisien dan memiliki jiwa kewirausahaan.

Peserta didik diberikan pelatihan tambahan seperti kualitas proses dan hasil kerja, total quality management (TQM), 5R, dan kewirausahaan yang telah dipelajari dan dipraktekkan melalui Teaching Factory (TEFA). Selain itu, peserta didik juga diberikan proyek-proyek untuk peningkatan kualitas dan produktivitas serta dilatih untuk mempresentasikan kepada mentor, pimpinan institusi pendidikan vokasi, dan pimpinan perusahaan di akhir semester.

Hasil dari proyek-proyek tersebut dapat dijadikan karya tulis ilmiah maupun diangkat menjadi tugas akhir sebagai persyaratan kelulusan. Untuk hal yang lebih jauh lagi, harapannya produk-produk dari peserta didik tersebut dapat memiliki hak paten yang bisa diproduksi secara massal.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: