Kejati Kaltim Lanjutkan Penyelidikan Royalti Pengusaha Batu Bara
Satuan Tugas (Satgas) Pengamanan Usaha Pertambangan dan Kehutanan (PUPK) saat konferensi pers. (M5/Disway Kaltim) Samarinda, DiswayKaltim.com – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kaltim kembali melakukan penelusuran dan pendalaman terhadap berbagai laporan kasus penambangan ilegal. Melalui Satuan Tugas (Satgas) Pengamanan Usaha Pertambangan dan Kehutanan (PUPK), Kejati Kaltim menemukan adanya praktik ilegal penambangan batu bara di kawasan Taman Hutan Raya (Tahura). Dalam penelusuran itu, Kejati Kaltim turut mengungkapkan adanya penyalahgunaan penjualan batu bara oleh sejumlah pemegang izin usaha pertambangan (IUP). Kepala Kejati (Kajati) Kaltim Chaerul Amir membeberkan, dari sekian banyak pemegang IUP, ditemukan adanya indikasi penyimpangan dalam pengelolaan izin yang diberikan. Antara lain, adanya penggunaan IUP yang tidak melaksanakan kewajiban, seperti pembayaran royalti, pajak, dan kewajiban dalam merehabilitasi pasca tambang. “Dari sekian yang sudah dilakukan pendataan, ada yang sudah ditingkatkan ke penyelidikan ditindak pidana khusus. Sebagian besar masih dilakukan olah data oleh tim intelijen,” ucapnya di kantor Kejati Kaltim, Jumat siang (22/5/20). Dari data yang dipaparkan oleh Chaerul, Kejati Kaltim tengah menyorot Bendungan Semboja yang masuk dalam kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Soeharto, Kutai Kartanegara (Kukar). Di sana, Kejati Kaltim menemukan adanya penambang liar. "Kami sudah ke lokasi, dan memang ada penambangan. Cuman, orang yang melakukan penambangan sudah tidak ada. Tetapi masih ditemukan alat-alat menambang yang ditinggalkan di lokasi,” katanya. Selain itu, dari hasil inspeksi mendadak (sidak) itu, tim PUPK Kejati Kaltim juga mendapatkan ada beberapa kontainer dengan isi batu bara yang telah dikarungkan dan siap diangkut. Sebagai upaya pengembangan, tim PUPK mengikuti alur pengangkutan batu bara yang berakhir di Pelabuhan Kariangau, Balikpapan. Secara prosedural, tim PUPK Kejati Kaltim mendapati ternyata ada sejumlah tahapan dan prosedural yang mesti dilewati. Sebelum batu bara diangkut dan dikirim. Baik itu dari para pelaku penambang ilegal maupun legal. “Di pelabuhan ini kami mengumpulkan data dan keterangan dari sejumlah orang, semuanya mengindikasikan adanya dugaan konspirasi di antara orang-orang itu untuk melegalkan batu bara ilegal supaya dapat diangkut,” sebutnya. Chaerul memastikan, setelah lebaran Idulfitri, pihaknya akan melakukan penajaman kasus melalui keterangan supervisor, pihak KSOP, dan beberapa pihak lainnya yang terkait dengan proses pengiriman batu bara ilegal tersebut. “Nanti akan ditindaklanjuti lebih mendalam oleh tim intelijen. Karena ada beberapa data yang sudah ditingkatkan tim intelijen ke tindak pidana khusus," terangnya. Dari beberapa kasus tersebut, sudah ada satu oknum yang ditetapkan tersangka dalam kasus penyimpangan pembayaran royalti oleh CV JAR. Pelaku disebut telah melakukan penjualan batu bara yang diduga mengakibatkan kerugian negara berupa PNBP tidak terbayarkan sebagaimana mestinya. Pelaku yang ditetapkan sebagai tersangka yakni berinisial H (50). “Memang baru satu orang yang ditetapkan sebagai tersangka. Tetapi ini nanti akan berkembang. Karena tidak mungkin hanya satu orang dalam perkara ini. Dan kemungkinan, yang terlibat tidak hanya dari swasta, tetapi juga dari pihak penyelenggara,” sebutnya. Kajati Kaltim Chaerul Amir menjelaskan, dalam perkara itu, tersangka H bukan pemilik perusahaan. Namun tersangka bekerja atas nam perusahaan. Yang bersangkutan ditetapkan tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi berupa penyimpangan pembayaran royalti, dalam hal ini penjualan batu bara. “Tidak menutup kemungkinan dalam kasus ini, akan ada tersangka-tersangka lain yang akan kami tetapkan, karena proses penyelidikan masih sedang terus dilakukan oleh tim kami,” ucapnya. Kejati Kaltim akan sangkakan dengan pasal 2 ayat 1 dan pasal 3 junto pasal 18 UU No 31 tahun 1999 sebagai mana telah dirubah dan ditambah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang perubahan atas perubahan UU No 31 tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi junto pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. Kerugian negara dalam kasus tersebut sedang dihitung oleh Badan Pengawasan Keuangan Pembangunan (BPKP) Kaltim. Namun yang pasti, dari tindak pidana ini, BPKP telah menyimpulkan adanya dugaan kerugian negara. Sekarang tinggal menunggu berapa besar kerugian negara dari praktik tersebut. “Selain itu, ada manipulasi data kualitas daripada batu bara, yang semestinya kualitas 6 dan 7, tetapi dimanipulasi seolah-olah hanya berkualitas 3. Sehingga yang dibayarkan hanya berkualitas 3. Selisih ini yang menimbulkan kerugian negara,” pungkasnya. (M5/boy)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: