Kejenuhan dan Kerinduan yang Nyata
OLEH: KHEYENE MOLEKANDELLA* Jika puluhan tahu dunia diramal akan terjadi perubahan besar, di mana semua kehidupan manusia digantikan oleh mesin, mungkin pemikiran tak logis kala itu menjadi bahan cemoohan. Namun lambat laun semuanya terbukti. Saat dunia sangat terbantu kehadiran mesin. Tidak ada lagi manusia dalam sebuah bangunan kecil yang bertugas membagikan karcis parkir. Kini terganti mesin. Tidak ada lagi manusia di balik layanan telepon sebuah perusahaan. Semua digantikan oleh mesin penjawab otomatis. Artinya, dunia telah berubah sangat dinamis. Melibas apa pun di hadapannya. Hampir dua bulan Indonesia ‘beristirahat’ dari hiruk pikuk kemacetan dari angkuhnya dunia. Wabah COVID-19 mengharuskan manusia berdiam diri di rumah. Nampaknya ini salah satu cara yang ampuh melawan virus ini. Hampir semua aktivitas manusia dibantu oleh peran teknologi. Tak dapat dimungkiri teknologi kini berada di puncak kejayaan. Kita pun pada akhinya membiasakan diri hidup bersama mesin: absen kerja online, rapat online, hingga pesan makanan pun online. Namun, saat semua sedang berjalan, apakah kita tidak merindukan pertemuan langsung dengan kawan? Hubungan yang terbangun di ruang digital sementara dapat menggantikan pertemuan nyata. Manusia pun dimanjakan dengan teknologi. Terutama, kini interaksi yang terjadi dalam ruang virtual semakin beragam. Mulai dari meninggalkan pesan di kolom komentar dan interaksi yang lebih intens serta cepat. Keunggulan teknologi ini menjadi alasan bagi lembaga pemerintahan melakukan program kerja. Baik di bidang pendidikan maupun pelayanan. Semuanya beramai-ramai beralih ke konsep digital. Meski begitu, pada akhirnya masih banyak juga orang yang rindu pada kantor, rindu bertemu langsung, rindu mengajar di kelas, rindu belajar di kelas, dan sebagainya. Sisi ini yang kini belum bisa tergantikan oleh mesin-mesin canggih. Kerinduan bertemu bisa jadi sebagai sebuah proses adaptasi menuju gerbang di mana sebuah dunia akan sesak dengan keberadaan mesin. Mungkin saja kini kita masih berada pada gerbang tersebut. Masih ada di pintu masuk. Kita rindu untuk kembali dan menjauh dari gerbang teknologi tersebut. Pertanyaan selanjutnya pun muncul saat teknologi dipersiapkan dengan sangat baik untuk memudahkan kehidupan kita. Apakah kita sebagai manusia sudah siap menerima kehadiran teknologi dalam kehidupan kita? Interaksi manusia secara langsung jauh lebih kaya. Meski di satu sisi teknologi sangat membantu pekerjaan manusia. Namun komunikasi secara langsung nampaknya masih tetap ada di urutan teratas. Meski ini termasuk salah satu jenis komunikasi paling tua, namun ternyata berkomunikasi secara face to face masih dianggap paling nyaman dibandingkan komunikasi di media daring. Jika sebelum pandemi COVID-19 komunikasi menggunakan bantuan teknologi digunakan sebagai pelengkap saja, kini posisinya berputar. Wabah corona menjadikan komunikasi media sebagai kebutuhan primer atau utama. Sudah seharusnya kita terbuka dengan perkembangan teknologi yang sangat cepat. Kita tidak bisa memprediksi apa yang akan terjadi pada dunia 10 tahun ke depan. Apakah kebijakan bekerja di rumah ini akan terealisasi dan berlanjut meski wabah COVID-19 telah usai? Secanggih apa pun teknologi, ia adalah alat yang dirancang manusia. Teknologi pun tak selamanya berjalan mulus. Karena alat berupa robot, laptop, handphone memungkinkan adanya eror yang menyebabkan terjadinya noise. Sehingga suatu saat kita akan sangat merindukan komunikasi secara langsung. Sentuhan saat berjabat tangan. Interaksi nyata itu lebih elok dan masih diidamkan. Hal terpenting yang bisa kita petik dari masa pandemi COVID-19 ini, kita sangat beruntung hidup di zaman teknologi. Kala wabah COVID-19 yang tak bisa dilihat dengan mata telanjang. Imbauan untuk beraktivitas di rumah wajib ditaati. Untuk memutus mata rantai penyebaran virus yang membahayakan manusia. Kini teknologi adalah satu-satunya alat yang masih bisa kita gunakan untuk terus berkomunikasi untuk menyambung silahturahmi kita. Silahturahmi virtual. (*Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Mulawarman)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: