Said Muchdar: Merancang Aplikasi, Memberdayakan Petani

Said Muchdar: Merancang Aplikasi, Memberdayakan Petani

Sudah jadi pengetahuan umum: jumlah petani dan lahan pertanian terus merosot saban tahun. Entah karena alih fungsi lahan, atau minimnya tenaga kerja. Di Balikpapan, Kalimantan Timur, seorang lulusan Kejar Paket C mencoba menarik milenial mau bekerja di sektor itu. Caranya dengan membangun aplikasi yang mempertemukan para petani penggarap, investor, dan pembeli hasil pertanian. Dalam beberapa tahun terakhir, jumlah tenaga kerja sektor pertanian memang terus merosot. Para milenial lebih suka mengadu nasib di kota, ketimbang menggarap sawah atau ladang. Fenomena itu tidak hanya terjadi di Pulau Jawa. Di Balikpapan, semakin sulit mencari tenaga kerja di bidang itu. Data Dinas Pangan, Pertanian dan Perikanan (DP3) Kota Balikpapan tahun lalu, hanya ada 9.341 tenaga kerja sektor pertanian. Jumlah itu masuk dalam 262 kelompok tani. Yang terdiri dari 147 kelompok tani pangan, 56 kelompok nelayan, 14 kelompok wanita tani, 5 kelompok Pengolah Hasil dan 4 kelompok Pembudidaya Perikanan. “Ada penurunan sekitar 2.500 kepala keluarga dibandingkan tahun sebelumnya,” kata Kepala DP3 Kota Balikpapan, Heria Prisni. Sejak memangku jabatan ini sekitar dua tahun lalu, Heria pening karena SDM di bidang ini terus menyusut. Sekadar gambaran, berdasarkan Survei Pertanian Antar Sensus (Sutas) tahun 2018 oleh BPS Kota Balikpapan, jumlah rumah tangga pertanian berdasarkan jenis usaha utama adalah tanaman padi sebanyak 30 rumah tangga (ruta), palawija 633 ruta, hortikultura 2.342 ruta, perkebunan 1.246 ruta, peternakan 1.173 ruta, budidaya ikan 263 ruta, penangkapan ikan 1.218 ruta, budidaya tanaman kehutanan 2 ruta, kehutanan 25 ruta dan jasa penunjang pertanian 3 ruta. Banyak  milenial tak tertarik menggarap sektor pertanian. Pertama karena upah murah. Kemudian alih fungsi lahan, ketiga masih kurangnya teknologi bidang pertanian. “Buruh tani di Balikpapan dalam sehari diberikan honor Rp 90 ribu - Rp 100 ribu. Sehingga mereka lebih memilih sektor lainn,” kata Heria Prisni. Pemerintah Kota Balikpapan berupaya menarik minat milenial terjun di sektor pertanian. Salah satu caranya ialah pemanfaatan teknologi. Para petani Balikpapan diarahkan menggunakan alat dan mesin pertanian modern. Salah satunya Kultivator yang fungsinya mengaduk dan menghancurkan gumpalan tanah sebelum penanaman. Punya Kebun Minimnya tenaga kerja di bidang pertanian ternyata membuka celah bisnis. Adalah Said Muchdar yang melihat peluang itu. Lulusan Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Balikpapan Timur itu memanfaatkan teknologi informasi untuk memberdayakan sektor pertanian. Terutama para petani itu sendiri. Ia mengkombinasikan teknologi informasi dengan bisnis pertanian. Hasilnya bakal meningkatkan produktivitas sektor agrarian ini. Pemuda 27 tahun itu ingin memodernisasi pertanian di Kalimantan Timur. “Kita butuh pemuda petani. Saat ini semakin sedikit orang mau bertani. Dengan pertanian modern, saya yakin akan banyak yang tertarik,” katanya.   Kecintaan pemuda berijazah Kejar Paket C di bidang pertanian memang cukup besar. Inilah yang mendorongnya membuat aplikasi khusus pertanian. Aplikasi itu dibuat untuk petani, pedagang, sekaligus buat masyarakat yang ingin berinvestasi di sektor pertanian. Sejak tiga tahun lalu, ia membangun aplikasi Punya Kebun untuk mengakomodasi masyarakat yang tertarik menanamkan modal di pertanian. Aplikasi ini merupakan platform berbasis digital untuk mengajak masyarakat punya kebun produktif. Investasi itu tidak hanya berdampak bagi kesejahteraan petani, tetapi juga lingkungan. Melalui aplikasi ini, ia ingin menjadi layanan investasi modern berkebun, demi mewujudkan pertumbuhan ekonomi melalui sumber daya alam hayati. Di Play Store, aplikasi itu sudah diunduh lebih dari 100 kali dengan ulasan 5 bintang. Menurut Said, aplikasi tersebut selain menguntungkan investor, juga menyejahterakan petani. “Karena mereka (petani) yang akan mengelola kebun milik investor dengan cara bagi hasil,” katanya. Aplikasi  tersebut juga dapat menghubungkan para investor yang disebut juragan, dengan para mitra, petani, sekaligus konsumen. Sehingga investor bisa langsung mengetahui siapa yang menggarap kebunnya, apa hasil kebunnya, serta siapa pembelinya.  Pemilik kebun bisa memilih komoditas yang akan ditanam. Namun ia memberikan saran sesuai dengan karakteristik atau jenis tanaman yang cocok dengan tanah. Biasanya, jenis sayuran macam terong, tomat, atau cabai dan buah lebih direkomendasikan. Mengingat jenis tanaman itu cepat menghasilkan buah dan segera diserap pasar. Sebagai gambaran, untuk kebun di Kilometer 12 Kelurahan Karang Joang Balikpapan Utara misalnya, investor dapat membeli dengan harga Rp 30 juta secara tunai. Namun bisa juga diangsur sebesar Rp 500 ribu selama 60 bulan. Selama masa mengangsur itu, investor bisa langsung menanami kebun dengan potensi penghasilan pada saat panen sebesar Rp 1 juta – Rp 2 juta perbulan.  Untuk mendaftar, investor cukup mengunduh aplikasi punya kebun dan mengikuti panduan di dalamnya. Saat 60 juragan telah bercocok tanam.  Aplikasi itu juga membantu para petani menggarap. Mereka tidak hanya bergantung dengan satu orang, tetapi bisa menggarap lahan milik para ‘juragan’. Punya Kebun menawarkan lahan di Kelurahan Karang Joang, Balikpapan Utara, Teritip, dan Lamaru Balikpapan Timur, Samboja Kabupaten Kutai Kartanegara, dan Buluminung Kabupaten Penajam Paser Utara yang bakal menjadi Ibu Kota Negara. Said optimistis strategi mengaplikasikan pertanian dengan teknologi bisa bersaing di era 4.0. Merujuk laporan Digital Competitiveness Index 2020 yang dirilis East Ventures,  perekonomian berbasis penguasaan teknologi dapat mengambil peran sentral dalam membangun ekonomi digital bersama korporasi raksasa dan perusahaan multinasional. “Para founder lokal membangun perusahaannya di atas kecepatan adaptasi penduduk Tanah Air dengan aplikasi mobile,” kata Wilson Cuasa, Co-Founder & Managign Partners East Ventures. “Ada sekitar 140 juta penambahan pengguna Internet di Indonesia ditahun 2009-2019.  Dengan melibatkan mereka ke dalam perekonomian digital, Indonesia bisa mengubah bonus demografi menjadi dividen demografi. Mengubah potensi menjadi realisasi.” Peluang aplikasi Punya Kebun untuk tumbuh di daerah cukup besar. Berdasarkan sigi DCI 2020, Kalimantan Timur menempati posisi 8 nasional dengan skor EV-DCI 37,9. Keberadaan provinsi ini melebihi ekspektasi karena melebihi Bali dan Jawa Tengah. Kaltim punya performa paling baik pada pilar penggunaan ICT (Teknologi informasi dan komunikasi) dengan skor 72,8 (ke-4). Hal tersebut didukung karena rasio kepemilikan handphone dan komputer di provinsi ini tergolong tinggi. Selain penggunaan ICT, Kaltim skor cukup tinggi diraih dalam hal regulasi dan kapasitas pemda (43,7; ke-9). Pilar ini mendapatkan dukungan dari indikator angka partisipasi kasar SMA/ SMK yang memiliki skor tertinggi di Indonesia (100). (*)  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: