RUU Minerba Dikebut Pengesahannya, Apa Dampaknya untuk Kaltim?

RUU Minerba Dikebut Pengesahannya, Apa Dampaknya untuk Kaltim?

Konferensi pers Koalisi Masyarakat Sipil Kaltim secara daring menolak pengesahan RUU Minerba. (Bayong/Disway Kaltim) Samarinda, DiswayKaltim.com - RUU Minerba dikebut pengetukannya. Rencana ini memicu banyak penolakan ditengah masih mewabahnya COVID-19. Lantas, apa imbasnya bagi Kaltim? Koalisi Masyarakat Sipil Kaltim satu suara. Menolak. Alasannya tegas. Negara sedang darurat penanganan COVID-19. KMS Kaltim sendiri merupakan gabungan dari sejumlah LSM. Seperti Walhi, Jatam, Pokja 30 dan LBH Samarinda. Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim Pradarma Rupang menuturkan harusnya pemerintah memberikan kepastian pemberian diskon tarif PLN untuk pelanggan 450 VA dan 900 VA. Termasuk memastikan ketersediaan BBM dan gas elpiji tiga kilogram. Terutama warga miskin yang terkena dampak pertambangan. RUU Minerba sendiri lanjutnya memiliki efek berantai. Terutama di Kaltim. Industri dan ekplorasi tambang dimanja. Sebagai contoh perubahan pada pasal 42 ayat 1,2 dan 3. IUP ekplorasi untuk logam diberikan masa hingga delapan tahun. Itu pun masih bisa digunakan opsi perpanjangan selama satu tahun. Sedangkan IUP ekplorasi non logam diberi masa hingga tujuh tahun. "Secara substansi tak layak dibahas. 8 April nanti akan dibahas. Harusnya fokus untuk COVID-19," jelas Darma saat konferensi per via daring melalui zoom, Minggu (5/4/2020). Yang parah, pasal 165. Pasal tentang pemberian sanksi kepada pemberi izin yang ternyata menyalahi aturan, dihapus. Kalau pun ada penegakkan aturan, sanksi akan diterapkan kepada korporasi. Bukan pemerintah. Sebagai aktor pemberi izin. Kata Darma. Cukup? Belum. Usut punya usut, percepatan ini diduga berkaitan dengan akan segera habisnya kontrak sejumlah Perjanjian Karya Pertambangan Batu bara (PKP2B) pada tahun ini hingga tahun depan. Utamanya yang banyak beroperasi di Kaltim. Masih kata Darma, langkah itu dianggap memudahkan PKP2B tersebut melakukan perpanjangan kontrak tanpa harus ikuti lelang. Disamping itu tanggung jawab lingkungan perusahaan batu bara pun selalu menuai kritikan. Karena hampir jarang dilakukan. Contoh nyata: jaminan reklamasi dan penindakan hukum terkait lingkungan. Kritikan itu disampaikan perwakilan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Samarinda Bernard. Pemerintah pusat dan daerah sama-sama acuh. Terhadap korban dari industri pertambangan batu bara. "Tidak pernah ada tindakan konkret dari pemerintah terkait korban lubang tambang. Belum ada penegakkan hukum lingkungan," sesalnya. "Nyawa manusia dianggap remeh," sambung Bernard. Lagi-Lagi rakyat kalah dengan kepentingan investasi korporasi kata Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kaltim Yohana Tiko. Terutama yang berhubungan dengan industri ekstraktif batu bara. Salah satu korbannya masyarakat adat. Lahan tanam tergusur. Dan terancam dikriminalisasi. RUU masyarakat hukum adat pun diusulkan pada 2009 lalu. Tapi urung diketuk dan disahkan hingga kini. Tiba-tiba saja RUU Minerba, yang baru seumur jagung, buru-buru hendak disahkan. "Padahal yang duluan didorong adalah RUU masyarakat adat tapi tidak dibahas. Masyarakat adat selalu timpang," tegasnya. (boy2) Bagaimana kelanjutan RUU Minerba di Kaltim? Pantau terus beritanya di Disway Kaltim.   

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: