Gerakan Dokter Semesta, Antisipasi Kekurangan Spesialis Paru
Jumlah dokter spesialis paru di Kaltim ini jauh dari kata cukup. Hanya 24 orang jumlahnya. Bayangkan. Itu menurut data Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kaltim. Lalu bagaimana jika pasien Coronavirus Disease (COVID-19) membeludak? Apakah dokter umum bisa dilibatkan? Oleh: Michael F Yacob Editor : Devi Alamsyah KETUA Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Nataniel Tandirogang terus memutar otak. Jika wabah Coronavirus Disease merebak bagaimana penanganannya. Sejauh data yang ia miliki. Dokter spesialis paru jumlahnya hanya sedikit. Bahkan sedikit sekali di Kalimantan Timur ini. Kemudian ia diskusikan kegelisahaannya itu dengan Majelis Kehormatan Kedokteran Indonesia. Dalam diskusi tersebut, sepakat agar semua tenaga dokter diperbolehkan untuk menangani COVID-19. Selama ini, penanganan virus corona masih dilakukan oleh dokter spesialis paru. Jumlahnya di Bumi Etam sebanyak 24 orang. Dari total dokter yang terdata di IDI Kaltim sebanyak 2.700 orang. Sebanyak 616 orang di antaranya adalah dokter spesialis. Jumlah dokter umum paling banyak. Ada 2.084 orang. Namanya, kata dia, Dokter Semesta. Artinya bahwa ketika lonjakan sudah tidak bisa dibendung. Dokter spesialis paru, penyakit dalam, anak, semuanya sudah kewalahan menangani. Diharuskan dokter-dokter spesialis lain pun dilibatkan. Termasuk dokter umum. Yang jumlahnya paling banyak. Tapi, sebelum para dokter yang bukan jurusannya itu melayani pasien COVID-19, harus dibekali terlebih dahulu. “Tentu itu melalui pelatihan-pelatihan agar betul-betul melayani pasien yang terjangkit virus corona dengan baik,” terangnya. Hingga saat ini, kata dia, tidak ada dokter yang menolak penugasan. Seluruh dokter itu wajib untuk melayani pasien. Tapi, dokter juga harus menjaga keselamatannya. Hanya saja, yang sangat mengkhawatirkan ialah minimnya Alat Pelindung Diri (APD). Karena, dokter berkontak langsung dengan penderita virus tersebut. “Jadi ketika berhadapan dengan pasien dan yang nyatanya COVID-19, terus tidak memakai APD, tentu saja tidak perlu dilakukan. Karena itu saja sama dengan membahayakan dirinya dan juga membahayakan orang lain. Justru itu yang melanggar etika kedokteran,” tegasnya. Jika dokter tidak menggunakan APD, dokter tidak bisa melakukan penanganan. Karena, tidak hanya membahayakan diri sendiri. Melainkan juga orang lain. Soal APD ini yang sangat riskan. Itu juga yang dirasakan Dokter Richard di RSUD Taman Husada Bontang. Sudah dua pekan ia menangani pasien COVID-19. Selama itu pula ia harus menjalani karantina. Dan yang paling diperhitungkan adalah ini; APD hanya sekali pakai. Karenanya ia sangat berhitung jika akan mengenakan APD. Baju astronot yang terdiri 7 lapis, kata dia, hanya dipakai apabila diperlukan dan mendesak. Jika hanya pemeriksaan, APD dipakai sekenanya saja. Masker dan gaun bedah. Tak bisa lengkap. Agar ada persiapan untuk ke depan. Hitungannya rasional. Juga berisiko. Karena untuk mendapatkan APD standar petugas medis, saat ini kondisinya sulit sekali. Kemudian Richard juga belum bisa memprediksi hingga kapan wabah ini berakhir. **** SERANG ORANG TUA Menurut Nataniel, tenaga kedokteran hingga kini belum mengetahui dengan pasti karakteristik virus ini. Pasalnya, mudah sekali berubah-ubah. Umumnya virus ini menyerang orang tua. Jarang terjangkit kepada anak-anak. Sementara virus lain, pada umumnya, selalu menyerang anak-anak. Sudah itu, kasus meninggal dunia akibat virus ini paling sering terjadi di atas usia 50 tahun. Untuk itu, tantangan besar bagi para dokter untuk meneliti lebih dalam mengenai virus tersebut. Tentu dengan rentang waktu yang panjang. “Virus ini seperti bom. Daya ledak yang luar biasa. Awalnya dikira biasa saja, tapi setelah menyebar ke seluruh dunia, bahkan ke negara-negara maju, tidak kurang Amerika diporak-porandakan. Sistem kesehatan yang bagus seperti Jerman, juga diporakporandakan,” terangnya. Namun, sampai saat ini, kelemahan virus corona berada di strukturnya. Pasalnya, kata dia, virus ini memiliki struktur dinding sel bernama Kapsid. Pelindung tersebut mengandung lemak dikoprotein. Sehingga mudah dilarutkan. “Makanya kan dianjurkan untuk rutin lakukan penyemprotan disinfektan, cuci tangan dengan sabun, alkohol 60 sampai 65 persen sudah cukup,” cetusnya. Selanjutnya, ciri khas dari virus tersebut juga dapat menular antar manusia dan melalui drop plate. Pemutusan virus ini dilakukan ketika pasien yang positif tidak menularkan ke orang lain lagi. “Ketika itu sudah terjadi, berarti sudah tidak ada lagi yang tertular. Artinya menjaga jarak itu perlu,” tegasnya. Beredar informasi pancaran sinar matahari dapat membunuh virus. Ia menyebut itu memang bisa. Tapi, hanya dipermukaan kulit manusia saja. Tidak dapat membunuh virus yang hidup dalam sel tubuh manusia. Karena, pancaran sinar matahari, tidak dapat menembus tubuh. “Itu juga sebagai pencegahan jika ada yang melengket di permukaan tubuh kita, bisa dibunuh oleh sinar matahari. Sebenarnya penyemprotan zat disinfektan itu tidak baik, karena hanya perlu cahaya matahari untuk membunuh virus yang menempel di permukaan kulit,” pungkasnya. PASIEN POSITIF BERTAMBAH Pasien Dalam Pengawasan (PDP) yang ditetapkan menjadi positif terjangkit virus corona baru atau COVID-19 di Bumi Etam bertambah tiga. Semuanya dirawat di RSUD Kanudjoso Balikpapan. Ketiganya tidak masuk dalam klaster manapun. Sementara, kasus PDP sendiri bertambah enam kasus. Saat ini menjadi 175 orang. Kemudian kasus Orang Dalam Pantauan (ODP) tertambah 127 kasus. Sehingga, total ODP menjadi 3.224 kasus. Sementara kasus yang dinyatakan negatif juga tertambah 36 kasus. Plt Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kaltim Andi M Ishak menjelaskan, tiga orang positif di Balikpapan itu bukan dari klaster manapun. Mereka baru melakukan perjalanan dari Semarang. Tapi, dua di antaranya tidak memiliki gejala. Sementara terkait 6 orang PDP baru. Satu orang ditemukan hasil tracing dari klaster Gowa. Tapi memang tidak memiliki gejala. “Jadi, mereka diisolasi di rumah. Satu orang lain dari Jakarta. Di rawat di RSUD AWS. Satu orang dari Depok. Juga diisolasi di AWS,” katanya, Selasa (31/3). Ia pun meminta, kepada masyarakat untuk saat ini lebih banyak melakukan kegiatan di rumah. Mulai bekerja, belajar sampai beribadah. Rajin olahraga. Jauhi kerumunan. Terpenting dari itu, lebih sering membersihkan diri menggunakan sabun di air mengalir. “Kenapa harus menjaga jarak dengan orang. Karena, sekarang juga ada kategori orang tanpa gejala (OTG). Dia tidak merasakan apapun. Tapi, dia bisa saja sudah terjangkit virus tersebut. Tapi, dia tidak merasakan ciri-ciri yang diakibatkan dari virus tersebut,” terangnya. Virus ini akan menyebar ketika ada kontak fisik dari orang ke orang. Untuk itu, harus terapkan jaga jarak satu sama lain. Itu tindakan paling efektif untuk menjaga penularan. Itulah alasan pemerintah meminta masyarakat tidak melakukan aktivitas sementara waktu di luar rumah. “Tapi kita lhiat, masih ada saja pergerakan orang antar pulau. Mulai menggunakan pesawat hingga kapal laut. Jadi, menurut saya, kalau pergerakan ini tidak dapat dibatasi, saya rasa, penyebaran virus ini tidak dapat dibendung. Tetap masih ada penularan,” tegasnya. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: