Tepian Mahakam Kini Lebih Bersih, Yakin Bertahan?
Kawasan Tepian Mahakam di Jalan Gajah Mada terlihat lengang sejak COVID-19 mewabah. Tidak ada sisa sampah mau pun gerobak PKL. (Dian Adi/Disway Kaltim) Samarinda, DiswayKaltim.com - Kawasan Tepian Mahakam bersih dari PKL lantaran dilarang berjualan semantara waktu sejak wabah COVID-19 melanda Samarinda. Namun itu diprediksi tidak bisa bertahan lama. Lantaran keramaian Tepian Mahakam sudah menjadi ikon yang melekat. Pengamat Tata Kota Farid Nurrahman mengomentari hal itu. Meski sepi, ia tidak sepakat jika PKL selamanya dilarang berjualan di sana. Pasalnya, PKL dan tepian Mahakam sudah menjadi ikon dan destinasi kunjungan. Yang perlu dibenahi adalah manajerialnya. Boleh berjualan tanpa menghilangkan makna taman pada area itu. Farid sendiri mengakui tepian Mahakam saat ini jauh lebih bersih. Dan rapi. Meski disisi lain para pedagang itu kehilangan mata pencaharian. Ia menuturkan keberadaan PKL di situ jangan dihilangkan. Sebab masih ada pasarnya. Tapi jika ingin menjaga kebersihan dan kerapian, solusinya adalah ditata. "Harus benar-benar ditata dan diniatkan agar PKL punya titik khusus di Tepian Mahakam. Karena perencanaan Tepian Mahakam yang sekarang bisa dilihat secara fasad (kasat mata) tidak memberi ruang khusus untuk PKL," ujar Farid kepada Disway Kaltim, Selasa (31/3/2020). Hal itu kata Farid selaras dengan kondisi Promenade (tempat berjalan-jalan) di Tepian Mahakam yang berukuran panjang. Sehingga lebih memungkinkan jika para PKL disusun secara terbatas hingga di titik tertentu. Agar tidak mengganggu pemandangan dan merusak makna tepian Mahakam sebagai tempat hiburan mata. Muncul ide lama. Para PKL direlokasi ke Kawasan pelabuhan Samarinda. Di Jalan Yos Sudarso. Karena Kawasan itu termasuk ramai. Farid justru tidak sependapat. Alasannya pemilihan lokasi itu tidak cocok dijadikan tempat berjualan para PKL. “Karena secara fungsi sudah berbeda. Pelabuhan didesain bukan untuk tempat PKL. Jika dipindahkan, itu hanya bersifat memindahkan masalah, bukan menyelesaikan masalah,” tambah alumnus Greenwich University itu. Justru relasi tepat adalah PKL dengan taman. Karena keduanya saling berkaitan. Memisahkan PKL dan taman lanjutnya malah tidak relevan. "Betul, dalam mendesain sebuah kawasan terlebih itu bersifat taman, perlu juga diperhatikan budaya lokal. Dan PKL tidak bisa dipisahkan begitu saja. Tapi kalau di tata dengan rapi masih bisa dan memungkinkan. Bukan hanya fisiknya, tetapi juga manajerialnya sehingga konsisten," tegasnya. Farid juga mengaitkan keberadaan PKL dengan pariwisata Samarinda. Dalam pariwisata dikenal istilah how to buy. Artinya tempat tujuan wisata harus terdapat fasilitas berbelanja. Terutama souvenir dan kerajinan rakyat sebagai oleh-oleh untuk dibawa pulang. Nah, PKL punya peran di sini. Malah keberadaany PKL bisa menjadi pundi-pundi menaikkan PAD. Lantas, apa perlu dilakukan relokasi PKL? "Kalau sudut pandang saya ini tidak susah. Komunikasi yang baik adalah kunci. Kebijakan yang jelas, sikap yang tegas, dan keberpihakan untuk menemukan win-win solution. Jadi dikembalikan lagi political will government nya bagaimana," pungkasnya. (ar/boy).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: