Menimbang Risiko Lokal Lockdown

Menimbang Risiko Lokal Lockdown

Misna Ariani. (ist) Balikpapan, DiswayKaltim.com - Dampak wabah COVID-19 telah memukul hampir seluruh aspek kehidupan masyarakat. Terutama sektor bisnis dan ekonomi. Baik dalam skala global maupun lokal. Khusus di Kaltim, angka perkembangan kasus ini masih menunjukkan peningkatan. Dalam situasi seperti ini, jika disimulasikan, ada dua kemungkinan pilihan kebijakan yang dapat dipertimbangkan pemerintah daerah. Pertama, mengambil langkah karantina wilayah dengan kemungkinan berhasil memutus penyebaran wabah. Ekonomi bisa bangkit dalam waktu singkat meski harus terpuruk dahulu. Yang kedua, tidak melakukan karantina wilayah untuk mempertahankan kondisi perekonomian namun akan penuh ketidakpastian dan berjangka waktu panjang, mengingat tren perkembangan wabah virus ini. Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Balikpapan Misna Ariani berpendapat, pemerintah harus berusaha untuk mengambil langkah atau kebijakan yang memiliki dampak risiko paling kecil. Baik dari segi kesehatan dan juga perekonomian. "Pasti akan terjadi cut off atau kebijakan yang segera diambil pemerintah yang diprioritaskan untuk meminimalisasi dampak dan kerugian," katanya, Minggu (29/3). Pemerintah, lanjutnya, bisa belajar dari beberapa negara yang lebih dulu "disinggahi" virus berkode COVID-19 ini. Sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan. Dia menambahkan, lokal lockdown atau karantina wilayah adalah pilihan berat bagi Kaltim. Sebab sebagian besar kebutuhan pokok warganya didatangkan dari luar daerah, terutama bagi Kota Balikpapan. Ini mesti menjadi catatan penting untuk menyusun kerangka kebijakan itu. "Pilihan lokal lockdown atau karantina wilayah bagi Kaltim sangat berisiko tinggi, jika di bandingkan karantina di rumah atau social distancing," ucap doktor bidang ekonomi ini. Meskipun, kata dia, kebijakan pemerintah Kalimantan Timur tentu akan mengikuti arahan dari pemerintah pusat. Sejauh ini, tambahnya, pemerintah daerah menyatakan bahwa akses keluar masuk untuk angkutan kebutuhan logistik tetap berjalan dengan pengawasan ketat. "Jadi tinggal peran masyarakat untuk tertib pada imbauan pemerintah, agar tidak berkumpul lebih dari 10 orang," imbaunya. Misna menyarankan agar masyarakat mau bekerja sama. Ikut serta berperan aktif untuk self distancing. "Social distancing mutlak harus diikuti, Karena penularan si COVID-19 sangat cepat. Masyarakat bisa proaktif dengan melakukan penyemprotan disinfektan mandiri di lingkungan rumah," tambah dia. Jika harus lokal lockdown, pemerintah harus menyediakan anggaran cukup besar, baik untuk kesehatan, pengobatan pasien. "Maupun juga menyediakan kebutuhan pokok masyarakat," sebutnya. Hal lain yang harus diperhatikan pemerintah dan masyarakat adalah agar tidak panic buying. Hal itu menurutnya hanya akan memperburuk situasi. Yakni, hilangnya keseimbangan ketersediaan pasokan di pasaran. "Dan jika panic buying terjadi, maka akan terjadi pula kenaikan harga terhadap bahan pokok," imbuhnya. Namun, dia meyakini masih ada peluang bagi Kaltim untuk mengendalikan situasi ini. Keyakinannya itu, didudukkan pada karakteristik ekonomi lokal dan perilaku pasar yang sudah terbiasa pada harga tinggi. "Beberapa berita yang saya lihat di media, ketersediaan pasokan bahan pangan menjelang bulan puasa dan Lebaran sudah terpenuhi. Karena Kaltim sebelum ada COVID-19 sudah relatif tinggi tingkat harganya. Sehingga masyarakat Kaltim kemungkinan tidak panic buying, yang justru menyebabkan harga bahan pokok semakin naik," ulasnya. Misna berharap, pemerintah tidak menempuh risiko besar menerapkan lockdown nasional maupun lokal. Dan memilih pendekatan yang lebih low risk, yaitu mengimbau masyarakat tidak panik dan mengikuti aturan pola hidup bersih dan sehat dan edaran-edaran yang bersifat mengajak masyarakat tetap tenang. "Tunggu pemerintah saja mas, yang pasti pak Presiden kita tidak mau melakukan lockdown". "Semoga pak Gubernur Kaltim juga tidak memilih lockdown," pungkasnya. (das/eny)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: