Perlu Perda Peredaran Kayu

Perlu Perda Peredaran Kayu

Samarinda, DiswayKaltim.com - Sebagai pengelola sektor hulu hasil hutan kayu, Dinas Kehutanan Provinsi Kaltim terus meningkatkan produktivitas kawasan hutan. Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Kaltim Amrullah menyebut, produktivitas hutan Kaltim masih memadai untuk menyediakan bahan baku industri kayu. "Luasan hutan kita ini 8,2 juta hektare. Dan rata-rata hampir 4 juta meter kubik per tahun produksi kayu kita. Jadi kenapa tidak?" katanya, Selasa (4/2). Ia optimistis, sesuai dengan visi transformasi ekonomi Kaltim yang akan beralih dari sektor tambang dan migas, ke sumber daya alam terbarukan. Industri kayu menjadi salah satu alternatif prioritas. "Kayu ini sifatnya renewable. Kita bisa tanam terus. Yang penting kita bisa pelihara," sambungnya. Apalagi menangkap peluang IKN, kata dia, industri kayu seharusnya juga bisa diusahakan untuk kembali menggeliat. Diakui Amrullah, industri kayu di Kaltim saat ini sedang mengalami penurunan. Paling terasa dalam tiga tahun terakhir. Penyebabnya, tak lepas dari situasi ekonomi global. "Situasi ekonominya begini, apalagi dampak corona ini. Jepang saja sudah tidak menerima ekspor kayu dari kita sekarang," keluhnya. Hal lain yang menjadi penyebab lemasnya industri kayu di Kaltim adalah kondisi industri hilir yang belum tersedia. Akibatnya, kayu bulat Kaltim terpaksa diedarkan keluar daerah. "Kayunya dibawa keluar. Nggak mengolah sendiri, karena industri kita gak ada di sini," ungkapnya. Dan terakhir, adalah harga. Menurunnya harga kayu log di pasaran membuat permintaan akan komoditas ini juga menurun. Amrullah menyebut, harga kayu normal jenis Meranti misalnya, senilai Rp  1,8 juta per meter kubik. Saat ini, hanya dikisaran Rp 1,2 juta hingga Rp 1,4 juta per meter kubik. "Industri itu akan tumbuh kalau permintaan dan harga itu meningkat. Sesuai dengan hukum permintaan dan penawaran," ujarnya. Namun, Amrullah menolak membahas lebih lanjut terkait industri hilirisasi kayu di Kaltim. Pasalnya, itu adalah kewenangan Disperindagkop Provinsi Kaltim. "Kami mainnya di hulu aja, bukan hilir," tegasnya. Terpisah, Binsar Simangunsong, Analis Kawasan Industri Bidang Industri Disperindagkop Kaltim mengkritisi peredaran kayu log. Kata dia, kayu log Kaltim banyak diedarkan keluar daerah yang menyebabkan kelangkaan bahan baku pada industri lokal. "Perlu regulasi yang mengatur ketersediaan bahan baku kayu di Kaltim. Misalnya melalui perda peredaran kayu," katanya, Senin (2/3). Isinya, pengenaan tarif kayu log yang keluar dari Kaltim. Hal itu ia ungkapkan, untuk membatasi peredaran kayu keluar daerah. Agar pengolahannya bisa diproduksi secara optimal di Kaltim. "Jadi pengusaha mikir buat kirim kayu dari Kaltim karena tarifnya mahal. Mending buat saja industrinya di sini," sebut Binsar. Ia menyebut, fenomena industri kayu saat ini adalah banyaknya pengusaha di Pulau Jawa yang sudah mengijon produksi kayu log Kaltim untuk dikirim ke sana. "Maksudnya mengijon, mereka kasih dulu duitnya di awal, biar kayu kita dikirim ke sana," jelasnya. Jika hal ini terus menerus dibiarkan, Binsar menyebut, industri kayu di Kaltim bisa mati. Padahal, kayu adalah komoditas unggulan kedua untuk hilirisasi industri setelah sawit. "Kondisi sekarang, industri existing kan ada. Mereka tidak bisa memproduksi sesuai kapasitasnya karena bahan bakunya terbatas," ujarnya. Sehingga pemerintah harus melakukan upaya-upaya untuk mempertahankan dan kembali mengembangkan industri kayu dengan instrumen regulasi yang tepat. Salah satunya dengan perda peredaran kayu. Dari data yang dirilis Balai Pengelolaan Hutan Produksi (BPHP) Wilayah XI Samarinda, peredaran kayu Kaltim tahun 2019, 33,13 persen atau sebanyak 397. 350 meter kubik dikirim ke Jawa Timur. Dan 13,74 persen atau sebanyak 164.758 meter kubik dikirim ke Jawa Tengah. Sisanya dikirim ke sebagian daerah di Kalimantan dan Sulawesi. "Keterbatasan kayu kita ini relatif. Sebenarnya ada barangnya, tapi dikirim ke sana. Makanya harus diterapkan tarif," tegas Binsar. Binsar juga menyebut, selain perihal regulasi, Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Kariangau - Buluminung juga harus dipersiapkan untuk menunjang pengembangan industri hilir kayu di Kaltim. Mengonfirmasi terkait Perda peredaran kayu, Kadishut Kaltim Amrullah menyebut pihaknya sedang membahas rancangan tersebut. Ia mengatakan, saat ini rancangan perda peredaran kayu masih dalam kajian akademik. "Betul, masih dibahas masalah uji publiknya," pungkasnya. Bertabrakan dengan Isu Lingkungan  Kaltim sempat memiliki industri kayu yang cukup besar. Pada periode 1990 hingga 2000 an.  Sebelum akhirnya, pertambangan mineral dan batu bara (minerba) mengambil alih kejayaan industri kayu. Hal ini ditandai dengan banyaknya perusahaan industri kayu yang gulung tikar. "Era 20 atau 25 tahun yang lalu, di Loa Janan banyak perusahaan plywood. Sekarang kapasitasnya sudah berkurang. Berkaitan dengan raw material (bahan baku, Red)" ujar Bagus Susetyo, sekretaris Komisi II Bidang  Keuangan dan Perekonomian DPRD Kaltim. Dari data Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) di Kaltim sampai dengan Desember 2018. Ada 38 perusahaan industri kayu skala besar yang memiliki izin usaha. Dengan kapasitas produksi di atas 6.000 meter kubik. Namun saat ini, hanya 16 perusahaan yang masih berproduksi. Delapan di antaranya memproduksi plywood. Sisanya memproduksi veneer, kayu gergajian, serpih kayu, dan moulding. Salah satu kendalanya, kata Bagus, adalah kesulitan bahan baku yang terbatas. Ini menyebabkan perusahaan industri kayu, harus memasok bahan baku dari luar Kaltim. "Jadi kapasitas produksinya juga kecil. Itu sekarang yang membuat usaha kayu ini, kalau nggak siap betul, akan sulit," keluhnya. Terlebih lagi, kata anggota DPRD dari Fraksi Gerindra ini, industri kayu berkaitan erat dengan isu lingkungan. Ia menyebut banyak regulasi skala global yang mengatur terkait penebangan kayu hasil hutan. Seperti jenis kayu, ukuran diameter pohon yang boleh ditebang, dan luasan areal tertentu yang boleh diambil hasil hutannya. Serta sertifikasi produk kehutanan untuk orientasi ekspor yang dikeluarkan oleh konsultan global. "Tidak banyak yang menyiapkan itu. Karna ongkosnya tinggi," sebutnya. Apalagi dengan status Kalimantan sebagai paru-paru dunia. Sehingga keberadaan fungsi hutan di Kaltim turut menjadi perhatian internasional. "Karena kuat sekali isu lingkungan itu. Kelapa sawit sudah dikecam, kita dimoratorium. Jadi kayu ini, harus hati-hati juga,"  pesannya. Meski begitu, kata Bagus, industri kayu di Kaltim masih tetap memiliki peluang untuk dikembangkan. Mengingat potensi luas kawasan hutan produksi Kaltim yang mencapai 5, 98 juta hektare. Apalagi, melihat peforma harga batu bara yang cenderung menurun, bukan mustahil para pelaku usaha kembali ke bisnis industri kayu. "Sebagian dari mereka, saya dengar banyak membeli HPH (Hak Pengusahaan Hutan) yang mati," terang Bagus. Bagus pun mendukung untuk pembangunan hilirisasi kayu di Kaltim. Karena baginya, semua sektor ekonomi Kaltim harus digenjot untuk menaikkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). "Kita mengarahkan semua yang raw material-nya ada di sini untuk dihilirisasi. Termasuk sawit, kayu, dan karet," sebutnya. Dalam rencana kegiatan hilirisasi di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Buluminung di Penajam Paser Utara, akan dibangun industri pengelolaan kertas, pulp and paper PT Agrabareksa. Semua Biaya Mahal, Ragu Bisa Bertahan Salah satu pelaku industri kayu di Kaltim mengeluhkan lesunya industri saat ini. Menurutnya, kayu adalah usaha sunset business. Ibarat matahari terbenam. Hanya sedikit industri kayu yang bisa survive di pasar dunia yang sedang lesu saat ini. Penyebabnya, kata dia, pasar global memang sedang melemah. Ditambah lagi harga jual bahan baku yang rendah. Sehingga tidak menutupi biaya operasional pabrik. "Jadinya kerja bakti. Makanya banyak industri yang memilih untuk wait and see," ujar pengusaha yang tidak mau disebutkan namanya ini. Hal lain yang menjadi kendala industri kayu di Kaltim, lanjutnya, adalah tingginya upah minimum pekerja di Kalimantan.  Sehingga banyak  pebisnis lokal yang hijrah ke kota dengan upah minimum rendah. Jawa misalnya. Padahal persediaan bahan baku di Kalimantan sangat mendukung untuk memenuhi kebutuhan industri. Walaupun fenomena saat ini para pengusaha lokal harus bersaing dengan pembeli dari Pulau Jawa. Yang ia sebut memiliki dana segar untuk diberikan kepada pemasok. "Jadi mereka biasanya sudah menaruh uang kepada supplier kayu yang ada di Kaltim. Di mana perusahaan kita memiliki keterbatasan," keluhnya. Melihat kondisi tersebut, ia pun sangsi industri kayu di Kaltim bisa menggeliat lagi. "Menurut saya sudah berat sekali.  Karena semua biaya mahal, tidak ada keringanan dari pemerintah untuk membuat usaha perkayuan lebih bergairah," keluhnya lagi. Ia menyebut pemerintah belum mengambil peran sama sekali untuk memperbaiki kondisi melemahnya industri kayu. Selama ini, perusahaan dibiarkan untuk mengurus masalahnya sendiri. Jika ini terus dibiarkan, ia memprediksi industri perkayuan dalam dua tahun akan mati. "Apabila pasar global terus menurun banyak pabrik yang gulung tikar seperti beberapa pabrik yang ada di Pulau Jawa," ujar pengusaha log procurement (pembelian log) di salah satu perusahaan kayu plywood di Kaltim ini. (krv/eny)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: