Sukarela untuk Sang Guru

Sukarela untuk Sang Guru

Puncak peringatan wafatnya ulama kharismatik, KH Muhammad Zaini bin Abdul Ghani berlangsung Minggu (1/3) di Martapura, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan. Zikir dan doa dilantunkan ribuan masyarakat dari berbagai daerah. Termasuk para ulama dari dalam dan luar negeri. Guru Sekumpul, begitu masyarakat menyebutnya, wafat pada 10 Agustus 2005. ---------------- PERINGATAN haul Guru Sekumpul ke-15 berlangsung selama tiga hari. Dimulai pada Jumat (28/2) malam, di komplek Ar-Raudhah, Jalan Sekumpul, Martapura, Kalimantan Selatan. Meski acara ini untuk keluarga, jamaah dari berbagai daerah sudah mendatangi kompleks itu. Mereka menggelar tikar, sajadah, hingga  terpal, menempati ruas-ruas jalan, gang-gang sekitar, sampai lapangan. Di hari kedua. Keluarga, ulama dan para habib berdoa di Kubah (makam) Guru Sekumpul yang berada di musala Ar-Raudhah. Jumlah massa semakin banyak. Jalan sepanjang 2 kilometer tak mampu menampung Jamaah. Akibatnya, mereka memenuhi area sekitarnya. Di Lapangan Ratu Zalecha misalnya, jamaah mengikuti rangkaian zikir mengikuti para ulama dan putra Guru Sekumpul, yakni Muhammad Amin Badali, dan Ahmad Hafi Badali. Zikir nasyid merupakan ciri khas dari Sekumpul sebagai bagian tarekat Sammaniyah yang diajarkan ulama yang akrab disapa Abah Guru Sekumpul semasa hidup. Lafaz zikir nasyid yang diajarkan Guru Sekumpul berbunyi, “Lailahailallah dan Allah Hu”. Sambil melantunkan zikir tersebut, jemaah secara teratur menggelengkan kepala mereka ke kanan dan kiri. Zikir tersebut merupakan warisan tarekat Sammaniyah yang dibawakan Abah Guru Sekumpul semasa hidup. Kemudian dibumikan Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari atau Datuk Kelampayan di Tanah Banjar. Sebelum zikir nasyid, jamaah terlebih dulu membacakan syair Maulid Simtudduror, kemudian ditutup dengan doa haul. Pada hari ketiga. Minggu (1/3) merupakan puncak pelaksanaan haul Guru Sekumpul yang bersifat umum. Komplek Ar-Raudah yang diperkirakan hanya mampu menampung 2.500 orang, telah ditutup sejak sehari sebelumnya. Jamaah yang telah berada di dalam kompleks bertahan hingga puncak pelaksanaan haul. Lautan manusia terlihat di sepanjang Jalan Ahmad Yani atau 5 kilometer dari kompleks Ar-Raudhah. Jamaah menggelar sajadah sepanjang jalan poros Banjar Baru-Martapura itu sepanjang sekira 10 kilometer, dimulai dari tugu simpang empat Banjar Baru ke arah utara di Martapura. Sepanjang sekitar lima kilometer. Lalu berbelok ke arah timur sepanjang sekira 5 km. Jalan utama tersebut berada di sisi barat dan utara mengelilingi kompleks Ar-Raudah yang menjadi pusat kegiatan haul. Sedangkan jalan utama komplek Ar-Raudah, Jalan Sekumpul, dari jalan Ahmad Yani ke arah timur sekitar lima kilometer. Juga dipenuhi jemaah beserta gang-gang di sekitar komplek. Di belakang komplek Ar-Raudah sisi timur, jamaah mencapai stadion Demang Lehman sekitar 3 km. Acara dimulai dengan salat berjamaah. Peziarah yang berada di jalan dan gang-gang difokuskan mengikuti pelaksanaan salat magrib di masjid dan musala terdekat. Telah tersambung menggunakan pengeras suara. Usai salat magrib, acara dilanjutkan dengan zikir bersama. Kemudian pembacaan ayat suci Alquran dan dilanjut dengan pembacaan wirid, maulid, nasyid dan tahlil. Lalu ada pula doa khusus untuk almarhum Guru Sekumpul. Kegiatan tersebut, dipimpin imam musala Ar-Raudhah, Guru Haji Sya'duddin, putra Guru Salman Jalil. Yang disaksikan langsung jamaah melalui tampilan videotrone lengkap dengan pengeras suara. Lautan manusia hanyut dalam keharuan lantunan ayat-ayat suci Alquran salawat, maulid, nasyid dan tahlil tersebut. Haul Guru Sekumpul yang meninggal pada usia 63 tahun menjadi kegiatan yang luar biasa. Karena dihadiri banyak jamaah. Mereka tidak hanya dari Pulau Kalimantan, namun juga dari penjuru nusantara. Bahkan mancanegara. Kegiatan haul ulama yang dilahirkan pada 11 Februari 1942 atau 27 Muharram 1361 di Tunggul Irang, Martapura, Kabupaten Banjar menjadi arus terbesar di Kalsel, sehingga kegiatan sudah dipersiapkan tiga sampai empat bulan sebelumnya. Seperti tahun-tahun sebelumnya, parkir jamaah mencapai Lapangan Murjani depan kantor Pemerintah Kota Banjarbaru, berjarak sekitar 5 Km dari pusat kegiatan. Tapi Jamaah tak perlu khawatir, karena relawan menyediakan kendaraan khusus. Untuk haul ke-15 ini, kepolisian dan relawan sudah melakukan rekayasa lalu lintas untuk menghindari terjadinya kemacetan panjang. Dengan adanya acara haul ini, jalan poros trans Kalimantan yang melewati Kabupaten Banjar dan Banjarbaru ditutup. Bahkan hanya diberlakukan jalan satu arah untuk Sekumpul. Acara haul Guru Sekumpul mengundang perhatian para tokoh nasional. Tahun lalu misalnya, Presiden Joko Widodo menghadiri acara ini. Termasuk Sandiaga Uno. Tahun ini, presiden tak tampak hadir, hanya Sandiaga Uno yang diberitakan hadir. Meski begitu, acara ini tidak boleh ditunggangi kepentingan politik apapun. Sehingga petinggi negara pun tidak diperkenankan menyampaikan sambutan. Acara hanya diisi pembacaan zikir, maulid Habsyi dan doa, di mana kedua putra almarhum KH Muhammad Zaini bin Abdul Ghani yang memimpin didampingi para ulama dan habib. Setelah itu semuanya kembali ke tempat asalnya masing-masing. 161 DAPUR UMUM Haul Guru Sekumpul tahun ini mendapat perhatian besar dari masyarakat. Selain banyaknya jamaah, juga tingginya antusiasme masyarakat untuk menyedekahkan hartanya. Sedikitnya ada 600 ekor sapi disiapkan untuk konsumsi pada acara puncak. Sumbangan ratusan ekor sapi dari para jamaah tersebut disebar di 161 dapur umum. Sumbangan itu kemudian dimasak dengan menu ala khas timur tengah, yakni, nasi samin. Salah satu dapur Dapur Umum Sektor Taufik menerima 37 ekor sapi. Jumlah itu belum termasuk sumbangan dalam bentuk daging potong yang juga tak sedikit. "Alhamdulillah, Haul Abah Guru Sekumpul setiap tahunnya terus meningkat sumbangan masyarakat. Tahun lalu kami hanya menerima sekitar 30 ekor sapi. Bahkan, tahun ini, banyak masyarakat dari jauh turut menyumbang, ada yang kirim uang dan sebagainya," kata Hadianorr yang tergabung di Dapur Umum Sektor Taufik bersama sekitar 500 relawan. Sumbangan tersebut datang tidak karena diminta, misalnya karena dibuatkan proposal, tapi murni datang sendiri. "Karena kecintaan dengan Abah Guru Sakumpul, semua berlomba-lomba ingin menyumbang, kita hanya menerima amanah mereka," ujarnya. Tidak hanya sumbangan daging sapi, dapur umum Haul Guru Sakumpul juga banyak menerima sumbangan bentuk beras, bahkan sampai ratusan ton. Jauh-jauh hari sebelumnya, dapur-dapur umum Haul Guru Sakumpul juga sudah dibanjiri sumbangan dalam bentuk kayu bakar untuk masak, hingga tertumpuk seperti gunung. Salah satu penyumbang kayu bakar untuk memasak itu dari Desa Padang Panjang, Kecamatan Karang Intan, Kabupaten Banjar. Jumlahnya beberapa truk. Hasil gotong royong. "Sudah kebiasaan, haul Abah Guru Sakumpul, kami gotong royong untuk menyumbang kayu bakar. Tahun ini juga, warga desa kami menyumbang satu ekor sapi. Kami juga jadi relawan untuk menyambut jamaah," kata warga Desa Padang Panjang, Junaidi. ULAMA PRODUKTIF Selain ceramahnya mengena di hati Jamaah, Guru Sekumpul juga dikenal sebagai ulama yang produktif menulis. Beberapa karyanya ditulis dengan memakai aksara Arab Melayu. Beberapa buah karyanya yakni; Manaqib Wali Allah Ta’ala Syekh Muhammad bin Abdul Karim al-Qadiry al-Hasani as-Samman al-Madani. Kemudian Al-Risalah al-Nuraniyyah fi Syarhi al-Tawassulat al-Sammaniyah; dan Al-Imdad fi Aurad Ahl al-Widad. Selain itu, dia juga mengajarkan buku-buku yang ditulis para pengarang dari beragam fokus keilmuan Islam. Sebut saja Ihya Ulumuddin karya Imam Ghazali, Kitab Sifat 20 karya Utsman bin Abdullah bin al-Alawi, Al-’lmu An-Nabras fi at-Tanbih ’Ala Manhaj al-Akyasi karangan Sayyid Abdullah bin Alawi bin Hasan Al-Athas; serta Tanbih al-Mughtarin oleh Abdul Wahab Asy-Sya'rani. Melalui buku tersebut belakangan itu, Guru Sekumpul mengajarkan pentingnya meniru akhlak generasi emas yang dekat dengan zaman Rasulullah SAW. Di antaranya adalah keteguhan meyakini Alquran dan Sunnah. Baik dalam perkataan maupun perbuatan; berserah diri kepada Allah; serta ikhlas dalam berilmu dan beramal. Hal lain yang dianjurkannya adalah tekad untuk berhijrah kepada kondisi yang lebih baik; meninggalkan perbuatan munafik karena Allah; bersabar atas ujian; bersemangat ibadah; sedikit tertawa dan sering-sering mengingat kematian (dzikrul maut); banyak takut kepada Allah; merenungi makna kematian; serta berhati-hati (wara) terhadap dunia dan syahwat. Di Kalimantan Selatan, Guru Sekumpul masyhur sebagai pengajar tarekat Sammaniyah. Aliran salik ini didirikan Muhammad bin Abdul Karim, sosok dari awal abad ke-18 yang lahir di Madinah. Beberapa sumber menyebutkan, tokoh yang membawa tarekat ini ke Banjar adalah Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari, kendati itu bukan satu-satunya tarekat yang diperkenalkannya kepada masyarakat setempat. Salah satu fokus dalam aliran ini adalah pentingnya berzikir kepada Allah. Di Martapura dan sekitarnya, Guru Sekumpul mengajarkan tarekat Sammaniyah kepada para muridnya. Setidaknya mulai semarak sejak 1994. Sanad yang disambungkan dia berasal pula dari Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari. Seperti disarikan Ahmad Zakki Mubarak, Guru Sekumpul memiliki sejumlah pengikut dalam kajian tarekat ini. Di antaranya adalah KH M Syukeri Unus (Amuntai), KH Sofyan Noor bin H Ahmad Sya'rani, KH Syamsuri bin H Muhrid, dan KH Munawar Gazali. Sejak 1970-an, pengajian-pengajian yang digelar Guru Sekumpul memang menjabarkan tarekat Sammaniyah. Kegiatan ini dilaksanakan setiap pagi Rabu, Kamis dan Ahad, serta pada malam Rabu, Sabtu dan Minggu. Para pesertanya dapat mencapai 2.000 orang. Mereka kebanyakan terdiri atas laki-laki dan sisanya perempuan pada malam Rabu ketika pengajian khusus kaum hawa dihelat. Pengajian ini juga menjadi wahana untuk mengembangkan ajaran Islam di tengah masyarakat, khususnya Kalimantan Selatan. Materi-materi yang disampaikan berkaitan dengan persoalan kehidupan masyarakat sehari-hari, termasuk di antaranya ihwal akidah, tauhid, fiqih, akhlak, tasawuf, dan tafsir. Budayawan Banjar, Setia Budhi kepada Disway Kaltim mengatakan, tingginya antusiasme masyarakat menghadiri haul Guru Sekumpul merupakan salah satu indikasi kuatnya pengaruh sang ulama. “Ceramah beliau sangat sederhana, mudah dipahami, dan mengena di hati masyarakat,” kata dosen Universitas Lambung Mangkurat ini. Setia Budhi menambahkan, fenomena ini mengisyaratkan sosok ulama yang mampu merangkul semua kelompok masyarakat. (das/yos/dah)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: