Sulitnya Menekan Angka Perceraian di Kota Beriman

Sulitnya Menekan Angka Perceraian di Kota Beriman

Amir Husin saat ditemui di Pengadilan Agama Balikpapan. Ia menyebut angka perceraian terus meningkat setiap tahun. (Andrie/Disway) === Balikpapan, Diswaykaltim - Angka perceraian di Kota Beriman terus melonjak. Peningkatannya antara 1-3 persen sejak 2018 dan 2019 lalu. Bahkan dalam satu bulan, angka tersebut mencapai 200-300 kasus. Demikian yang diungkapkan Humas Pengadilan Agama Balikpapan Amir Husin saat ditemui di Pengadilan Agama di Jalan Kolonel H Syarifuddin Yoes, Sepinggan Baru, Kecamatan Balikpapan Selatan. Amir mengatakan, pada 2018, ada 2.314 kasus. Kemudian pada 2019 ada 2.530 kasus. Namun jika dirata-rata per bulan, ada sekitar 200 kasus atau sidang. Tapi, katanya, angka itu mencakup sidang perceraian, harta bersama, pengasuhan anak, waris, sah nikah, ekonomi syariah. “Tidak fokus pada perceraian saja, cuma yang mendominasi ya perceraian," ujarnya. Lanjut Amir, tingginya angka perceraian ini dilatarbelakangi beberapa faktor. Seperti faktor ekonomi, beda pendapat, perselisihan antar keluarga, hingga pasangan yang terlibat narkoba. Namun khusus faktor ekonomi, disebutnya yang paling banyak diajukan penggugat. "Hampir 80 persen itu ekonomi," jelasnya. Disinggung mengapa angka perceraian di Kota Beriman masih tinggi, Amir menjelaskan rata-rata tingkat emosional pasangan masih labil dan belum matang terhadap usia pernikahan yang dibina. Hal ini didasari usia pasangan yang masih tergolong sangat muda. "Usia yang bercerai ini rata-rata 25 sampai 30 tahun. Masih usia produktif. Tingkat emosionalnya masih tinggi," jelasnya. Padahal menteri agama sudah merevisi usia nikah, untuk meminimalisasi angka perceraian. Namun faktanya masih saja tinggi. "Usia dinaikkan. Tadinya UU Nomor 1 Tahun 2004, yang pria 19 tahun, dan wanita 16 tahun. Sekarang dinaikkan berdasarkan Peraturan Kementerian Agama Nomor 20 Tahun 2019 dinaikkan menjadi 19 tahun untuk keduanya. Tujuan intinya agar pernikahan sudah agak dewasa, sehingga kerentanan bercerai bisa dihindari," tambahnya. Diakui Amir, hingga saat ini pihak perempuan yang paling banyak mengajukan gugatan perceraian. Bahkan angka ini disebutnya mencapai 75 persen lebih. Alasannya, pihak pria disebut tidak ingin direpotkan dan kurang bertanggungjawab. "Sebanyak 75-80 persen diajukan wanita di Balikpapan," tegasnya. Untuk menekan angka perceraian, sejumlah langkah dilakukan. Kementerian Agama memberlakukan pra nikah. Yakni masing-masing pasangan ditatar lebih dulu soal pembinaan rumah tangga. Setiap awal sidang, seluruh hakim wajib melaksanakan mediasi antar pasangan. "Banyak sudah yang dilakukan agar perceraian ini berkurang. Contoh saja mediasi. Ini yang paling penting," jelasnya. Amir berharap, pasangan nikah di Balikpapan bisa menjadi dewasa saat melakukan komitmen pernikahan. Kedua pasangan juga sama-sama mengendalikan emosinya. "Orang sekarang tingkat kedewasaan dan kecerdasan semakin tinggi, mengatasi permasalahan rumah tangga belum bisa dikuasai. Padahal pernikahan adalah menyatukan dua kubu. Setiap kubu pasti beda pendapat. Ini yang harus bisa dipahami pasangan," jelasnya. Sebelum cerai, pasangan harus pikirkan dampak. Yakni psikis anak, harta bersama, dan banyak dampak negative lainnya. "Sidang perceraian itu paling lama lima bulan. Paling cepat dua bulan. Tapi dampaknya bisa seumur hidup," tutup Amir. (bom/hdd)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: