Waspada Judi Online Ternyata Memiliki Dampak Kecanduan yang Mirip dengan Narkoba
ilustrasi judi onlien-(istimewa)-
NOMORSATUKALTIM - Selain memberikan kerugian ekonomi, ternyata judi online juga berdampah buruk pada kesehatan mental seseorang.
Bahkan judi online dikatakan memiliki dampak kecanduan yang lebih parah dibanding dengan mengonsumsi narkoba.
Dr. Kristiana Siste Kurniasanti, seorang dokter spesialis kesehatan jiwa dan konsultan adiksi dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), menjelaskan bahwa individu yang mengalami kecanduan narkoba mengalami kerusakan pada beberapa bagian otaknya.
Kerusakan ini tidak hanya terjadi pada fungsi tertentu, tetapi juga berdampak signifikan terhadap keseluruhan kinerja otak.
Lebih lanjut, ia menyatakan bahwa kerusakan otak akibat kecanduan narkoba ternyata mirip dengan yang dialami oleh orang-orang yang kecanduan judi online.
Karena kemiripan ini, para pecandu judi online menjadi sulit untuk mengontrol kebiasaan mereka dan terus merasa terjebak dalam siklus adiksi.
BACA JUGA : Terima Kujungan PWI Kukar, Junaidi Berharap Wartawan Tetap Konsisten sebagai Kontrol Sosial
Menurut Kristiana, adiksi atau kecanduan mempengaruhi fungsi otak secara kompleks dan mendalam, sehingga membutuhkan tata laksana medis yang profesional dan komprehensif untuk mengatasinya.
Otak manusia sendiri terdiri dari berbagai bagian yang memiliki peran khusus, seperti mengendalikan diri, membuat keputusan, mengatur emosi, dan menyimpan memori.
Ketika salah satu atau beberapa fungsi ini terganggu oleh kecanduan, kualitas hidup individu dapat menurun secara drastis.
"Terdapat bagian otak yang berfungsi untuk membangkitkan keinginan atau preokupasi berulang, terutama yang terkait dengan memori," kata Kristiana dalam sebuah wawancara pada Jumat (8/11/2024).
Ia menjelaskan bahwa pada individu yang kecanduan judi online, otak mereka sering kali hanya mengingat momen-momen kemenangan dan perasaan senang yang dialami saat itu.
BACA JUGA : Perempuan dan Anak-anak Menjadi Korban Terbanyak di Gaza, Sebesar 70 Persen!
“Misalnya dalam kasus judi online, terdapat yang disebut dengan temporal memory yang memungkinkan individu untuk mengingat kemenangan secara berulang, sedangkan kekalahan tidak diingat dengan intensitas yang sama seperti kemenangan,” paparnya.
Contoh yang diangkatnya adalah ketika seseorang memenangkan hadiah sebesar Rp8 juta hanya dengan taruhan Rp500 ribu.
Momen kemenangan ini akan tersimpan dengan baik di hippocampus, bagian otak yang menyimpan memori jangka panjang, sehingga selalu dapat diingat dan membangkitkan keinginan untuk kembali berjudi.
Sebaliknya, momen kekalahan tersimpan di memori jangka pendek, sehingga tidak terlalu membekas dalam ingatan mereka.
Kondisi inilah yang mendorong mereka untuk terus bermain judi online, meski sudah mengalami banyak kekalahan.
BACA JUGA : Banyak Anak di Indonesia Kekurangan Vitamin D, Ini Sumber untuk Memenuhinya
Kristiana menegaskan bahwa dampak kecanduan perilaku, seperti judi online, sama parahnya dengan kecanduan narkoba, terutama pada otak.
Pada pengguna narkoba, bagian-bagian otak yang mengatur konsentrasi, memori, refleksi diri, serta pengambilan keputusan mengalami kerusakan, yang menyebabkan kemampuan mereka untuk berfungsi secara normal semakin terganggu.
“Demikian pula pada individu yang kecanduan judi online, mereka mengalami kerusakan pada bagian otak yang sama seperti para pecandu narkoba,” ungkapnya.
Hal ini menunjukkan bahwa secara medis, kecanduan perilaku maupun zat sama-sama serius dan membutuhkan penanganan intensif.
Ia juga menegaskan bahwa tidak ada perbedaan signifikan dalam hal tingkat keparahan antara kecanduan narkoba dan kecanduan judi online.
BACA JUGA : DBON Kaltim Gembleng 120 Atlet Muda Terpilih di Basecamp Sempaja
"Jika ada yang bertanya lebih parah mana kecanduan narkoba atau judi online, jawabannya adalah sama-sama parah dan sama-sama sulit diatasi, serta memerlukan penanganan komprehensif, karena bagian otak yang mengalami kerusakan pun sama,” tuturnya.
Oleh karena itu, ia mengimbau agar penanganan terhadap kecanduan segera dilakukan agar pemulihan dapat berjalan lebih efektif.
“Ketika sudah terlambat, pemulihan otak akan menjadi lebih sulit dan terhambat,” pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: disway.id