Format UN Berubah, Kelulusan Ditentukan Sekolah
Hetifah Sjaifudian. (Michael/DiswayKaltim) Samarinda, DiswayKaltim.com – Ujin Nasional (UN) dipastikan berubah formatnya. Diganti menjadi Asesmen Kompetensi Minimum dan Survey Karakter. Dianggap menyesuaikan dengan sistem pendidikan nasional. Wakil Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian mengatakan sistem penilaian tersebut masih dianggap perlu. “Sedikit stres itu baik, asal jangan sampai di level tidak sehat seperti yang kita lihat selama ini, dimana anak-anak hanya berfokus ke ujian nasional sehingga melupakan pelajaran dan kegiatan lainnya,” katanya kepada Disway Kaltim, Minggu (29/12/2019). Memang pelaksaan UN harus ada yang diperbaiki. Peserta didik hanya terfokus pada hafalan. Dia menjelaskan konsep asesmen kompetensi dilakukan secara berkala. Hanya saja, ada beberapa perbedaan dengan pelaksanaan UN sebelumnya. Pertama, penilaian kompetensi tidak dilakukan di akhir jenjang. Tapi di tengah seperti kelas dua SMP atau kelas dua SMA. Kedua, soal akan mengutamakan skill literasi dan numerasi. Terakhir, UN tidak akan dijadikan indikator siswa. Tapi indikator sistem pendidikan secara keseluruhan. Sehingga tenaga pengajar bisa mengevaluasi dan menilai kekurangan siswa. Penentuan kelulusan pun dari diserahkan ke sekolah. Jika guru dan sekolah menganggap seorang siswa tidak memenuhi kompetensi yang diujikan, mereka berhak tidak meluluskan. “Berarti siswa tersebut masih butuh binaan mungkin setahun lagi. Bukan juga untuk menyalahkan, namun mindsetnya adalah untuk memberdayakan mereka yang kurang dengan berbagai program yang sesuai dari Kemendikbud,” imbuhnya. Sebelumnya sudah ada penerapan Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK). Diterapkan 2014 lalu. Kemudian 2015 mengikutsertakan sebanyak 556 sekolah. Politisi partai Golkar ini membeber UNBK 2018-2019 banyak kecurangan. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sendiri pada 2019 menerima 202 pengaduan kecurangan UN. “Dari jumlah tersebut, sebanyak 126 kasus terverifikasi sebagai kecurangan. Sisanya sebanyak 76 kasus dikategorikan bukan pelanggaran. Dari data tersebut, tiga wilayah dengan pengaduan kecurangan UN tertinggi. Pertama Jawa Timur sebanyak 21 kasus, disusul Kalimantan Selatan 18 kasus dan Bali 15 kasus,” bebernya. (mic/boy)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: